Tiga Tingkat Kezaliman

surga heaven

Daftar Isi

Pembukaan

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِا الْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ كَفَى بِا اللهِ شَهِيْدًا اَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ (أمَّا بَعْدُ)

Membuka kuliah subuh ini, saya ingin menyampaikan sebuah hadits nabi. Di dalam kitab Mukhtarul Ahaditsin Nabawiyyah yang dita’lif (disusun) oleh Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, ada sebuah hadits yang berbunyi:

اَلظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (البُخَارِى)

“Kezaliman itu adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat” (HR. Bukhari)

Menurut hadits tersebut, jika kita zalim di dunia ini maka Allah akan menghukum kita dengan kegelapan pada hari kiamat. Oleh karena itu, agar kita tidak menjadi terdakwa kasus zalim di pengadilan Allah, wajib bagi kita untuk mengetahui apa itu zalim.

Pengertian Zalim Secara Bahasa

Zalim adalah, meletakkan sesuatu di tempat yang salah. Kalo kita meletakkan baju kotor di atas meja makan, itu benar atau salah? Salah! Itu zalim, secara bahasa. Dalam bahasa Arab, kalo kita menggali tanah, misalnya buat kuburan. Mestinya di sini, tapi galinya malah di tempat lain, maka kita menyebut sebidang tanah itu ardhun mazhlumah, “tanah yang digali di tempat yang salah”.

Contoh yang kedua, ada ungkapan Arab, “ilzamit thoriq walaa tazhlimhu“, artinya “tetaplah di jalan, jangan menyimpang ke jalan lain”. Nah, ini biasanya kita dengar kalo kita pasang GPS”. Kata zalim di sini berarti “menyimpang dari jalan yang benar”.

Kalo kita menggunakan pengertian zalim secara bahasa ini, dunia ini dipenuhi oleh kezaliman, begitu GPS bilang, “tetap lurus di jalan raya pasar minggu”, eh kita belok, maka kita zalim, “rumah yang berantakan”, itu zalim, “nyontek saat ujian” itu zalim, “pakai baju seragam yang salah”, itu zalim, “nerobos lampu merah”, itu zalim, “manipulasi KTP palsu saat pemilu” itu zalim. Lalu, bagaimanakah pengertian zalim dalam agama Islam?

Zalim dalam Agama Islam

Dalam agama Islam, zalim itu kalo kita melanggar larangan Allah. Nabi Muhammad sendiri menyebutkan macam-macam zalim. Masih dalam kitab Mukhtarul Ahadits, kata nabi,

اَلظُّلْمُ ثَلَاثَةٌ: فَظُلْمٌ لَا يَغْفِرُهُ اللهُ وَ ظُلْمٌ يَغْفِرُهُ اللهُ وَ ظُلْمٌ لَا يَتْرُكُهُ

Berdasarkan hadits ini, kita bisa menyusun tiga tingkatan zalim. Pertama, ada perbuatan zalim yang bisa dimaafkan oleh Allah. Kedua, ada perbuatan zalim yang tidak bisa Allah tinggalkan. Ketiga, zalim yang tidak termaafkan.

Zalim dalam Kisah Nabi Adam

Zalim pada tingkatan pertama dapat kita temukan dalam kisah Nabi Adam. Dalam surat Al-Baqoroh ayat 35 Allah mengatakan, 

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ٣٥

Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini, sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!”

Pesan ayat tersebut jelas bahwa Nabi Adam dan istrinya, Hawa, dilarang oleh Allah untuk mendekati sebuah pohon. Kata Allah, kira-kira, “kalau kamu dekatin pohon ini, maka kamu berbuat zalim, berbuat salah”. Allah sedang melatih Nabi Adam konsep tentang agama. Bahwa agama “taati perintah, jauhi larangan.” 

Akan tetapi, Setan datang menggoda. Kata Setan, dalam Surat Al-A’raf ayat 20, 

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وٗرِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ ٢٠

Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata, “Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga)

Dalam ayat lain, Surat Thaha ayat 120, setan berkata, 

فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَالَ يٰٓاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى ١٢٠

Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya. Ia berkata, “Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

Jadi, kata setan, pohon itu adalah pohon kekekalan, syajarotul khuldi. Kalau dimakan buahnya maka Nabi Adam akan menjadi malaikat yang kekal.

Tetapi pertanyaannya, “Nabi Adam dan Hawa sudah memakan buah dari pohon terlarang itu. Apakah Nabi Adam dan Hawa sudah menjadi malaikat yang kekal sekarang? Ataukah tetap menjadi manusia?” Jawabannya jelas: Nabi Adam dan Hawa tetap menjadi manusia. Itu artinya, nama “pohon kekekalan” itu adalah nama tipuan yang dibuat oleh Iblis. Sedangkan, Allah hanya menyebutkan itu sebuah pohon yang dilarang.

Kekeliruan Pertama Agama Kristen

Singkat cerita, Iblis berhasil menggelincirkan Nabi Adam dan istrinya dari jalan yang benar. Menariknya, bahasa Al-Qur’an adalah: “fa azallahumasyaythonu ‘anha“, yang artinya “maka Setan pun menggelincirkan keduanya, yaitu Adam dan Hawa, dari surga”. Redaksi Al-Qur’an ini, berbeda dengan keyakinan dalam agama kristen, yaitu dalam Bible yang menuduh Hawa (Eve) sebagai penyebab Adam menjadi terbujuk oleh rayuan Setan.

Oleh karena itu, dalam iman Kristen Katolik, Perempuan dianggap sebagai penghalang manusia untuk taat kepada Tuhan. Makanya, dalam katolik, selama seribu tahun terakhir ini, pendeta tidak dibolehkan menikahi perempuan. Akibatnya, sebagai contoh di Australia, dalam lima puluh tahun terakhir hingga 2015, hampir 4.500 anak menjadi korban pelecehan seksual para pendeta.

Baca juga: Hampir 4.500 Orang Klaim Jadi Korban Pelecehan Seks Pastor Katolik di Australia.

Singkat cerita, Nabi Adam dan istrinya mengakui kesalahan mereka.

فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ٣٧

Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang

Menurut sebagian tafsir, kalimat yang diterima Nabi Adam dari Allah adalah doa taubatnya yang masyhur, “robbanaa zholamna anfusana fain lam taghfir lana wa tarhamna lanakuunanna minal khosirin” (Wahai Tuhan, kami sudah menzalimi diri kami, jika Engkau tidak memaafkan kami dan tidak pula menyayangi kami, maka pastilah kami akan menjadi orang-orang yang rugi).

Dalam taubatnya, Nabi Adam mengaku salah. “Kami telah menzalimi diri kami”, demikian ungkap Nabi Adam. Melanggar larangan Allah sama saja dengan meletakkan diri kita pada tempat yang salah.

Namun, yang terpenting dari ayat di atas adalah kalimat “Fataaba ‘Alaih” yang artinya, “Maka Allah Menerima taubatnya”. Jadi, di sini, masalah sudah selesai. Case closed. Kelas percobaan atau trial class-nya Nabi Adam di surga sudah selesai dan sekarang sudah waktunya bagi Nabi Adam dan istrinya untuk tinggal di bumi hingga sekarang, 8 miliar manusia di planet ini.

Kekeliruan Kedua Agama Kristen

Bagi Islam, persoalan makan buah khuldi sudah selesai. Tetapi bagi Kristen belum selesai. Justru agama Kristen dimulai sejak Nabi Adam turun ke bumi. Bagi Kristen, “gara-gara kesalahan Nabi Adam, kita umat manusia dihukum turun ke bumi, membawa dosa asal yang harus kita tebus dengan menerima Yesus Kristus”.

Itulah perbedaannya dengan Islam. Bagi kita, tidak ada dosa asal. Nabi Adam sudah bertaubat, kasus sudah ditutup. Tidak ada hukuman. Adapun mengapa manusia ada di bumi adalah karena sejak awal Allah sudah berencana untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Buktinya sudah tercantum dalam surat Al-Baqoroh di ayat ke-30, sedangkan baru pada ayat ke-36 ada cerita Nabi Adam dan istrinya melanggar larangan Allah, dan pada ayat ke-38 baru mereka turun ke bumi. 

Kezaliman Yang Tak Dibiarkan dan Tak Terampuni 

Kembali lagi ke awal, jadi kesalahan yang diperbuat oleh Nabi Adam adalah termasuk kezaliman yang Allah ampuni. Kita pun demikian, jika kita melanggar larangan Allah, kurang taat kepada Allah (kita lebih mengetahui soal ini), maka hendaknya kita bertaubat (Robbanaa zolamna anfusana…).

Adapun kezaliman kedua, yang tidak akan Allah biarkan adalah kezaliman yang kita perbuat terhadap sesama manusia. Jika kita rampas hartanya, maka kata maaf saja tidak cukup sampai kita kembalikan harta yang kita rampas.

Dan kezaliman terakhir adalah kezaliman tak terampuni, yaitu dosa syirik. Kata Allah, innasyirka lazulmun ‘azhiim. Syirik itu benar-benar kezaliman yang besar.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Join Komunitas Kelas Digital MisterArie