Sejarah Skandinavia

peta skandinavia

Negara-negara Skandinavia, yaitu Denmark, Norwegia, dan Swedia, memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Di masa lalu, daerah Skandinavia dikuasai oleh berbagai suku dan kerajaan Viking, yang seringkali terlibat dalam konflik dan pertempuran.

Viking Skandinavia

Lalu, pada abad ke-8 Masehi, Viking Skandinavia kerap melakukan penjelajahan ke daerah-daerah lain di Eropa dan menaklukkan wilayah baru dengan perjalanan laut.

Pada awalnya, aktivitas Viking hanya sebatas kegiatan perdagangan dan eksplorasi ke wilayah-wilayah yang belum dikenal, seperti Islandia, Greenland, dan Amerika Utara. Namun, pada abad ke-9, Viking mulai melakukan serangan-serangan ke Inggris, Eropa, hingga Timur Tengah dan mereka menjarah berbagai kota dan desa di wilayah tersebut. Aktivitas ini disebut sebagai “serangan Viking” atau “penjarahan Viking”.

Serangan Viking yang pertama tercatat pada tahun 793 Masehi, ketika Viking menjarah biara Lindisfarne di Inggris Utara. Serangan-serangan selanjutnya dilakukan ke wilayah-wilayah seperti Prancis, Spanyol, Italia, dan bahkan hingga ke Konstantinopel. Beberapa kota seperti Dublin, York, dan Kiev juga didirikan oleh Viking sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan.

Selain sebagai penjelajah, Viking juga dikenal sebagai pejuang yang sangat kuat. Mereka menggunakan senjata-senjata seperti kapak, tombak, pedang, dan perisai dalam pertempuran. Viking juga terkenal sebagai pembuat kapal yang ahli, dan mereka menggunakan kapal-kapal mereka untuk melakukan penjelajahan, perdagangan, dan penaklukan.

viking skandinavia

Permulaan Kristen Masuk Skandinavia

Pada tahun 826 Masehi, seorang misionaris Jerman memasuki Denmark. Santo Ansgar, misionaris yang diutus Kaisar Ludwig the Pious itu, menyebarkan agama Kristen di tanah Skandinavia itu selama bertahun-tahun. Ia membuka biara-biara dan membangun gereja-gereja untuk memperkenalkan agama Kristen kepada penduduk setempat. Namun, misi ini tidak berhasil karena agama pagan masih menjadi daya tarik utama bagi orang-orang Viking.

Agama Orang-Orang Viking

Orang-orang Viking membentuk agama dan budaya mereka selama masa penjelajahan. Mereka mempraktikkan kepercayaan politeistik, yang berarti mereka memuja banyak dewa dan dewi yang memiliki kekuatan dan karakteristik yang berbeda-beda. Dewa dan dewi ini seringkali terkait dengan alam, seperti Thor (dewa guntur) dan Freyja (dewi kesuburan). Nama-nama dewa-dewi tersebut masih tersisa pada nama-nama hari, seperti Thursday (Thor’s Day) dan Friday (Freja Day).

Baca juga: Asal Usul Nama-Nama Hari dalam Bahasa Inggris

Selain itu, beberapa dewa dan dewi Viking yang terkenal antara lain adalah Odin (dewa kebijaksanaan dan perang), Loki (dewa kecerdikan), dan Frigg (dewi cinta dan keluarga). Selain dewa dan dewi, orang-orang Viking juga memuja roh-roh leluhur dan roh-roh alam.

Selain agama politeistik, ada juga kepercayaan-kepercayaan lain yang dipraktikkan oleh orang-orang Viking, seperti kepercayaan pada troll (makhluk mitos yang jahat), elf, dan naga. Ada juga praktik-praktik yang berkaitan dengan kepercayaan pada sihir dan ramalan, seperti menggunakan rune (huruf-huruf kuno yang dipercaya memiliki kekuatan magis) dan mengadakan ritual-ritual tertentu untuk meminta bantuan atau perlindungan dari para dewa.

Era Viking Kristen

Kemudian, pada akhir abad ke-10 Masehi, pengaruh Kristen mulai masuk ke Skandinavia, dan beberapa kerajaan Viking mengadopsi agama baru ini. Raja-raja Viking di Norwegia, Swedia, dan Denmark memeluk agama Kristen. Hal ini dimulai dengan konversi Raja Olaf Tryggvason dari Norwegia pada tahun 995, kemudian diikuti oleh Raja Olaf II di Norwegia dan Raja Olof Skötkonung di Swedia pada awal abad ke-11. Lalu, pada tahun 1104, Denmark juga resmi memeluk agama Kristen sebagai agama negara.

Dalam beberapa tahun kemudian, para misionaris dan uskup Kristen terus bekerja untuk menyebarkan ajaran Kristen di seluruh Skandinavia. Mereka mendirikan biara-biara dan gereja-gereja, dan memperkenalkan praktik-praktik Kristen kepada orang-orang Skandinavia. Meskipun agama Kristen telah berkembang pesat di negara-negara Skandinavia selama berabad-abad, praktik-praktik pagan dan tradisi-tradisi pra-Kristen tetap bertahan di beberapa wilayah, seperti di Norwegia di mana beberapa daerah masih merayakan tradisi pagan bersamaan dengan tradisi Kristen hingga berabad-abad kemudian.

Viking Pada Abad Pertengahan

Pada masa yang sama ketika Kristen memasuki Skandinavia, kerajaan Denmark, Norwegia, dan Swedia mulai terbentuk, dan mereka seringkali terlibat dalam konflik dan perang antara satu sama lain. Selama Abad Pertengahan, Skandinavia menjadi pusat perdagangan dan industri, dengan banyak kota besar yang berkembang di pesisir dan pedesaan.

Denmark

Pada abad ke-11, Denmark telah menjadi kekuatan maritim yang besar di Eropa Utara, terutama dalam perdagangan dan pengaruh politik di wilayah Baltik. Lalu, pada abad ke-12, Raja Valdemar I mendirikan kota-kota penting seperti Copenhagen dan Roskilde, dan memperluas wilayah Denmark hingga Norwegia dan Inggris.

Namun, pada abad ke-14, Denmark mengalami masa kemunduran akibat perang saudara dan juga serangan oleh bangsa Jerman, tetapi kemudian bangkit kembali pada abad ke-15 dan ke-16 dengan di bawah pemerintahan Raja Christian I dan Raja Christian II.

Norwegia

Bersama dengan Denmark, pada awal abad ke-11, Norwegia pun telah berkembang menjadi kekuatan maritim dan perdagangan yang penting di wilayah Skandinavia. Lalu, sekitar seratus tahun kemudian, Norwegia bergabung dengan Denmark, dan kemudian diperintah oleh Raja-raja Denmark. Pada abad ke-14, Norwegia mengalami masa-masa sulit akibat perang dan kemunduran perdagangan, tetapi kemudian bangkit kembali pada abad ke-15 dengan di bawah pemerintahan Raja Olaf II dan Raja Kristian I.

Swedia

Pada saat Denmark dan Norwegia menjadi kekuatan independen pada abad ke-11, Swedia masih dalam masa pemerintahan Viking dan terpecah-belah menjadi beberapa kerajaan kecil. Lalu, baru pada abad ke-12, Swedia mulai bersatu dan di bawah pemerintahan Raja Erik IX, Swedia berkembang menjadi negara yang kuat secara politik dan ekonomi.

Persis seperti Denmark dan Swedia, pada abad ke-14, Swedia pun mengalami masa-masa sulit akibat serangan bangsa Jerman dan Denmark, tetapi kemudian bangkit kembali pada abad ke-15 dengan di bawah pemerintahan Raja Gustav I.

Perang Kemerdekaan Swedia

Pembantaian Stockholm

Pada abad ke-16, penguasa Denmark-Norwegia mengintimidasi Swedia. Raja Denmark-Norwegia Kristian II mengeksekusi para pemimpin Swedia di Stockholm pada tahun 1520 dalam sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Pembantaian Stockholm. Kristian II melakukan tindakan tersebut sebagai balasan atas pemberontakan dan perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Swedia terhadap pemerintahannya.

Sebelumnya, Kristian II telah menjarah kota Stockholm dan menawan banyak orang, termasuk para pemimpin Swedia. Kristian II meminta agar para pemimpin tersebut menyerah dan mengakui kekuasaannya sebagai raja Swedia, namun mereka menolak untuk melakukannya.

Maka, Kristian II kemudian memutuskan untuk melakukan eksekusi massal terhadap para pemimpin Swedia sebagai tindakan balas dendam. Lebih dari 80 orang dieksekusi di depan umum dan kejadian tersebut menyebabkan kemarahan dan pemberontakan di seluruh Swedia.

Reformasi Protestan di Swedia

Peristiwa Pembantaian Stockholm pada tahun 1520 di atas terjadi pada saat yang sama dengan munculnya gerakan Reformasi Protestan di Eropa, yang dipelopori oleh Martin Luther. Reformasi Protestan menentang praktik-praktik dan doktrin-doktrin Gereja Katolik Roma pada saat itu, dan mempromosikan kembali ajaran-ajaran Alkitab yang dipercayai sebagai sumber kebenaran.

reformasi protestan di swedia

Penting untuk diketahui bahwa ketika Raja Denmark-Norwegia Kristian II mengeksekusi para pemimpin Swedia di Stockholm, banyak di antara mereka yang merupakan pemimpin gereja dan pendukung bagi agama Katolik. Tindakan brutal tersebut tentu saja melahirkan kebencian terhadap Denmark-Norwegia yang Katolik.

Maka, tatkala Reformasi Protestan juga mulai menyebar ke Swedia, yang pada saat itu masih merupakan negara yang dipimpin oleh Gereja Katolik, rakyat Swedia pun “menggunakan” gelombang reformasi Protestan ini untuk melawan kekuasaan Denmark-Norwegia.

Perang Kemerdekaan

Pada awal perang, pasukan Swedia dipimpin oleh Gustav Vasa, seorang bangsawan Swedia yang telah melarikan diri ke daerah pedalaman setelah eksekusi tersebut. Ia berhasil mengumpulkan pasukan dan mendapatkan dukungan dari beberapa bangsawan Swedia lainnya. 

Pada awalnya, pasukan Swedia kalah dalam beberapa pertempuran melawan pasukan Denmark, tetapi kemudian mereka berhasil memenangkan beberapa kemenangan penting di lapangan, seperti Pertempuran Brännkyrka dan Pertempuran Uppsala.

Gustav Vasa akhirnya berhasil merebut kekuasaan di Swedia pada tahun 1523 setelah pasukan Swedia mengalahkan pasukan Denmark di kota Stockholm. Ia kemudian menjadi Raja Swedia yang pertama dari Dinasti Vasa dan memperkenalkan Reformasi Protestan di Swedia.

Setelah kemerdekaan Swedia dicapai pada tahun 1523, raja Swedia Gustav Vasa memimpin perubahan besar-besaran dalam agama, menghapus praktik-praktik Katolik Roma dan memperkenalkan ajaran Protestan sebagai agama resmi Swedia. Reformasi Protestan membawa perubahan besar-besaran dalam agama dan politik di Skandinavia dan Eropa secara keseluruhan, dan pengaruhnya dapat dirasakan hingga saat ini.

gustav vasa raja swedia

Kepemimpinan Swedia di Eropa

Invasi ke Jerman

Setelah merdeka dari Denmark-Norwegia, situasi berbalik dan Swedia kini memimpin Eropa. Pada abad ke-17, Swedia menjadi kekuatan besar di Eropa di bawah pemerintahan Raja Gustav II Adolph. Pada awal abad tersebut, Swedia terlibat dalam Perang Tiga Puluh Tahun di Jerman, yang dimulai pada tahun 1618. Raja Gustav II Adolph memimpin pasukan Swedia dan berhasil merebut beberapa wilayah di Jerman utara, tetapi ia tewas dalam pertempuran di Lützen pada tahun 1632.

Kebijakan Liberal Permaisuri Kristina

Setelah kematian Gustav II Adolph, kekuasaan di Swedia diambil alih oleh Permaisuri Kristina. Ia memperkenalkan kebijakan liberal dan menjalin hubungan diplomatik dengan banyak negara Eropa, termasuk Prancis dan Belanda. Namun, pada tahun 1654, Kristina mengundurkan diri sebagai Ratu Swedia dan bergabung dengan Gereja Katolik Roma.

Perang Polandia-Swedia

Pada tahun 1655, Swedia terlibat dalam Perang Polandia-Swedia yang berlangsung selama beberapa tahun. Swedia berhasil merebut beberapa wilayah Polandia dan menguasai sebagian besar Laut Baltik. Namun, Swedia juga terlibat dalam beberapa konflik dengan Denmark dan Rusia selama abad ke-17.

Perang Utara Besar

Pada akhir abad ke-17, Swedia mengalami kemunduran akibat kebijakan ekonomi yang tidak berhasil dan konflik militer yang berkelanjutan. Pada tahun 1700, Swedia terlibat dalam Perang Utara Besar melawan koalisi Denmark, Rusia, dan Polandia-Lithuania. Perang ini berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun dan menyebabkan kerugian besar bagi Swedia. Pada akhirnya, Swedia berhasil mempertahankan kemerdekaannya dan masih menjadi kekuatan Eropa yang signifikan pada awal abad ke-18.

Pada abad ke-18, negara-negara Skandinavia mengalami banyak perubahan politik dan sosial. Denmark-Norwegia bergabung dengan Perang Besar di Eropa dan terlibat dalam banyak konflik di Eropa. Pada saat yang sama, Swedia mengalami periode stagnasi di bawah pemerintahan raja-raja lemah. Namun, pada akhir abad ke-18, Swedia bangkit kembali sebagai kekuatan Eropa di bawah pemerintahan raja-raja seperti Gustav III dan Gustav IV.

Negara-Negara Skandinavia Modern

Pada abad ke-19, Norwegia mendapatkan kemerdekaannya dari Denmark pada tahun 1814 setelah mengalami periode pemisahan diri. Norwegia kemudian menjadi monarki konstitusional dan Swedia mengikuti jejak ini pada tahun 1866. Denmark juga mengalami perubahan politik dan menjadi monarki konstitusional pada tahun 1849. Pada awal abad ke-20, negara-negara Skandinavia mengalami kemajuan besar dalam bidang ekonomi dan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan.

Pada abad ke-20, negara-negara Skandinavia mengalami banyak perubahan politik dan sosial. Pada masa Perang Dunia II, Denmark dan Norwegia diduduki oleh Jerman dan Swedia mempertahankan netralitasnya. Setelah perang, Norwegia, Swedia, dan Denmark bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Selain itu, negara-negara Skandinavia juga mengalami banyak perubahan dalam bidang sosial, seperti memperkenalkan program kesejahteraan sosial yang luas dan memajukan hak-hak LGBT. Pada saat ini, negara-negara Skandinavia dikenal sebagai negara-negara maju dan modern di dunia.

Asal Mula Nama “Skandinavia”

Negara-negara Skandinavia meliputi Norwegia, Swedia, dan Denmark, serta Finlandia dan Islandia yang sering juga dianggap sebagai bagian dari kelompok negara ini meskipun letaknya tidak berada di Semenanjung Skandinavia.

Asal mula nama Skandinavia berasal dari bahasa Skandinavia kuno, “Skáney”, yang merujuk pada Semenanjung Skandinavia. Nama ini kemudian berkembang menjadi “Skandinavia” dan digunakan untuk merujuk pada wilayah di sekitar Semenanjung Skandinavia yang termasuk Norwegia, Swedia, dan Denmark.

Penggunaan nama Skandinavia untuk merujuk pada kelompok negara-negara ini berasal dari akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, ketika terjadi kebangkitan nasionalisme di Eropa dan munculnya konsep negara-negara bangsa. Pada saat itu, orang-orang di Norwegia, Swedia, dan Denmark merasa bahwa mereka memiliki kesamaan sejarah, budaya, dan bahasa, dan mulai mengidentifikasi diri mereka sebagai satu kelompok bangsa.

Sejak itu, nama Skandinavia digunakan untuk merujuk pada kelompok negara-negara ini yang memiliki kesamaan dalam budaya dan bahasa Skandinavia, meskipun setiap negara memiliki sejarah, budaya, dan identitas nasional yang unik.

Leave a Reply

Your email address will not be published.