Sejarah Perkembangan Agama Kristen

statistik agama
Survei Pew Research Reports 2020 (Sumber: TEMPO.com)

Latar Belakang

Agama Kristen merupakan salah satu agama di dunia. Bahkan, menurut statistik, agama ini merupakan agama terbesar di dunia secara populasi apabila Kristen Katolik dan Protestan digabungkan menjadi satu, yaitu dengan hampir 2,5 miliar pemeluk. 

Di dalam studi agama-agama dunia, Kristen digolongkan sebagai agama yang menyembah satu Tuhan atau monoteisme.

Namun demikian, monoteisme dalam agama Kristen dapat dikatakan cukup rumit. Sebab, menurut Kristen, Allah Yang Esa menjelma ke dalam dua pribadi yang terpisah: Isa Al-Masih dan Roh Kudus. Sehingga, ada tiga pribadi dalam sebuah kata “Esa” versi Kristen. Konsep “tiga dalam satu” atau tiga serangkai ini dikenal dengan istilah “trinitas.”

Konsep trinitas dalam agama Kristen cukup sulit untuk dipahami. Jangankan oleh orang awam, para teolog Kristen pun telah berjuang keras untuk menjelaskan trinitas. 

Tak jarang terjadi pertengkaran antara satu penganut konsep trinitas dengan penganut konsep lainnya sehingga sejarah Kristen awal sarat dengan aneka perdebatan konsep tentang trinitas (Armstrong, hal.161).

konsili nikea I

Oleh karena itu, sekarang, marilah kita ikuti perkembangan agama Kristen. Bagaimana dan seperti apa bentuk agama ini saat pertama kalinya muncul di Yerussalem? Apakah titik balik peristiwa yang memberikan sumbangan signifikan pada terbentuknya agama Kristen saat ini? 

Kita akan menjawab dua pertanyaan dalam di atas dalam bentuk narasi, dengan metode ilmiah, dan bersandar pada asumsi agama Islam mengenai monoteisme murni (tauhid).

1. Ajaran Nabi Isa

Sekitar dua ribu tahun yang lalu, Nabi Isa muncul di Yerussalem, yaitu sebuah negeri subur di sebelah barat Laut Mati yang kala itu, secara politik, berada di bawah kendali Roma, namun secara agama berada di bawah kepemimpinan para imam Yahudi (Max Dimont, Yahudi, Tuhan, dan Sejarah, hal. 122). 

Nabi Isa adalah seorang Yahudi yang berbicara dalam bahasa Ibrani. Ia disebut “Yesus” dalam bahasa Yunani (bahasa umum di kota-kota Romawi), tetapi dalam pengucapan Aram ia disebut “Eesha” dan di lidah orang Yahudi ia dipanggil “Yasu'” atau “Yosua” (ejaan Yunaninya).  (G. Van Schie, Manusia Segala Abad, hal. 44). 

Adapun di dalam Al-Qur’an, Ia disebut “Al-Masih” (QS. Al-Maidah: 72), “Isa” (QS. Ali Imron: 52), “Al-Masih Isa” (QS. An-Nisa: 171), atau “‘Isa putra Maryam” (QS. Al-Maidah: 114), atau “Al-Masih Isa putra Maryam” (QS. An-Nisa 171).

a. Mengajak kepada Monoteisme (Tauhid)

Nabi Isa berdakwah kepada kaum Yahudi, yang juga disebut “Bani Israil”, untuk menyembah Allah. Ia mengajarkan mono-teisme murni (tauhid). 

Di dalam Al-Kitab Nasrani sendiri terdapat sebuah dialog yang menunjukkan bahwa Al-Masih Isa mengajarkan Tuhan yang Esa. Perhatikanlah dialog di bawah ini!

28. Hukum manakah yang paling utama?
29. Maka jawab Yesus: "Hukum yang terutama inilah, "Dengarlah olehmu hai, Israil, adapun Allah Tuhan kita adalah Tuhan yang Esa
30. Maka hendaklah engkau mengasihi Allah Tuhanmu dengan sebulat-bulat hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan sepenuh akal budimu, dan dengan segala kuatmu.
31. Dan yang kedua inilah: hendaklah engkau mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Maka tiadalah hukum lain yang lebih besar dari kedua hukum ini."

b. Mengajarkan Taurat dan Injil

Selain monoteisme, Nabi Isa juga datang untuk menyempurnakan Taurat. Di dalam Al-Kitab Nasrani juga disebutkan pernyataan Al-Masih yang menyatakan bahwa dirinya tidak membatalkan Taurat yang dipegang oleh kaum Yahudi. Ia justru datang untuk menyem-purnakannya. Perhatikanlah ayat berikut ini!

Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya

Menurut Al-Qur’an, selain Taurat, Nabi Isa juga mengajarkan Al-Kitab, Al-Hikmah, dan Injil. Perhatikanlah ayat berikut!

وَيُعَلِّمُهُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَۚ ٤٨
Dan Dia (Allah) mengajarkan kepadanya (Isa) Kitab, Hikmah, Taurat, dan Injil

c. Mengabarkan Kedatangan Nabi dari Gurun Paran (Arabia)

Di samping itu pula, Nabi Isa juga membawa berita tentang kedatangan Rasul terakhir bernama “Ahmad”, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:

وَاِذْ قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَمُبَشِّرًاۢ بِرَسُوْلٍ يَّأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِى اسْمُهٗٓ اَحْمَدُۗ فَلَمَّا جَاۤءَهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ قَالُوْا هٰذَا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).”

Oleh karena itu, di dalam Al-Kitab Nasrani pun tertulis berita-berita yang senada. Perhatikanlah tiga ayat berikut! (Dawud, Muhammad in the Bible hal. xxii-xxvi)

Aku akan mengadakan seorang nabi di antara saudara-saudara mereka yang seperti engkau, dan Aku akan membuat firman-Ku di lidahnya

Cahaya Tuhan datang dari Sinai lalu menyingsing untuk mereka dari Seir dan bersinar terang dari Gurun Paran. Dan datanglah bersamanya 10.000 orang suci dan hukum di tangan kanannya (tentang Fathu Makkah)

Dan dia tidak akan berbicara berdasarkan kehendaknya, tetapi dia akan berbicara dengan apa yang didengarnya dari wahyu
(Senada dengan deskripsi Al-Quran, Surat An-Najm 3:
"Dan tidaklah dia berbicara berdasarkan keinginannya, melainkan hanya berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya")

2. Dakwah Kepada Bani Israil

Secara khusus, Nabi Isa berdakwah kepada orang-orang Yahudi, kepada Bani Israil, sebagaimana ia mengatakan: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israil.” (Matius 15: 24).

Selain itu, dalam kitab yang sama, pasal 10 ayat 5-6 terdapat dialog antara Nabi Isa dan kedua belas muridnya yang menunjukkan bahwa dakwah Nabi Isa ditujukkan kepada orang-orang Yahudi atau Bani Israil.

Kedua belas murid itu kemudian diutus oleh Yesus dengan mendapat petunjuk ini, "janganlah pergi ke daerah orang-orang yang bukan Yahudi. Jangan juga ke kota-kota orang Samaria. Tetapi pergilah kepada orang-orang Israil yang sesat.

Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:

وَاِذْ قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرٰىةِ …

Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat

وَرَسُوْلًا اِلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ

Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil

Akan tetapi, secara umum Nabi Isa pun mengajak manusia untuk memeluk agama Allah sebagaimana Nabi Sulaiman (yang merupakan Bani Israil) mengajak Ratu Balqis yang non-Bani Israil untuk beriman kepada Allah.

... Nabi Isa mengutus mereka (para Hawari) untuk menyeru manusia yang ada di negeri Syam, yakni orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani.

Banyak orang telah mendengar desas desus mengenai Nabi Isa dan ajaran dakwahnya. Ia mengajak manusia untuk menyembah Allah yang Esa dan mengamalkan hukum-hukum dalam Taurat.

Selain itu, mereka pun mendengar aneka mukjizat yang ia perlihatkan seperti menghidupkan kembali anak yang baru meninggal (Matius 9: 18; Yohanes 11: 1-53) menyembuhkan mata orang yang buta sejak lahir (QS. Ali Imran: 49), memberi makan lima ribu orang dengan lima potong roti (Matius 14: 14-21), berjalan di atas air (Matius 14: 22-32), menciptakan burung (QS. Al-Maidah: 110) dan menurunkan hidangan dari langit (QS. Al-Maidah: 112-115).

Lalu, Yerussalem menjadi gempar dengan cerita-cerita ini sehingga mereka ingin berjumpa dengan sang Nabi.

3. Konspirasi Pendeta Yahudi

Akan tetapi, para pendeta Yahudi menolak dakwah Nabi Isa. Penyebab pertamanya adalah karena kritik-kritik pedas sang nabi terhadap para pendeta—yang telah melanggar Kitab Taurat—mengancam kedudukan sosial para pendeta itu sehingga keberadaan sang nabi bagi mereka terasa seperti duri dalam daging.

Lalu, kaum Farisi dan ahli tulis bertanya kepadanya: Mengapa murid-muridmu tidak mengikuti tradisi para sesepuh? Melainkan memakan roti dengan tangan yang belum dibersihkan? Dia menjawab dan berkata kepada mereka:

Bukankah Yesaya telah menubuatkan kamu sebagai orang munafik seperti yang tertulis, "bangsa ini memuliakan aku dengan bibirnya, padahal hati mereka jauh daripadaku. Percuma mereka beribadah kepadaku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.."

Di samping itu, penyebab kedua mengapa para pendeta Yahudi menolak dakwah Nabi Isa adalah karena alasan politik. Mukjizat membangkitkan orang mati yang dilakukan oleh Nabi Isa telah menggemparkan Yerussalem. Mereka kuatir Romawi mencium kegemparan ini sebagai “kedatangan sang Mesias yang akan membebaskan bangsa Yahudi dari bangsa asing” yang sama artinya dengan pemberontakan.

Lalu, imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata: "Apakah yang harus kita perbuat? Sebab orang itu membuat banyak mukjizat. Apabila kita biarkan dia, maka semua orang akan percaya kepadanya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita". Tetapi, seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, imam besar pada tahun itu, berkata: "Kamu tidak tahu apa-apa dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa." Mulai dari hari itu, mereka sepakat untuk membunuh Isa Al-Masih.

Maka, kemudian, para imam Yahudi pun menghasut Pontius Pilatus, penguasa Romawi setempat untuk menyingkirkan Nabi Isa.  

Selanjutnya, terjadilah peristiwa besar yang dikenal dengan peristiwa penyaliban. Untuk mempersingkat cerita, para prajurit menangkap seorang lelaki di sebuah rumah, menyalib kedua tangan dan kakinya, dan membiarkannya meregang nyawa di bukit Golgota.

Akan tetapi bagaimanakah peristiwa penyaliban yang berlangsung dalam 12 jam ini terjadi secara persis? 

"Satu-satunya catatan yang kita miliki perihal 12 jam tersebut yang kemudian diikuti dengan penahanan Yesus termuat dalam Gospel, empat kitab yang ditulis 40 sampai 90 tahun setelah peristiwa itu sendiri. Banyak kontradiksi yang terjadi."

Karena keterbatasan bukti historis, maka kita harus mengandalkan tiga sumber epistemologis: 

Pertama, pada satu-satunya bukti historis terdekat dari segi waktu, yaitu catatan Al-Kitab Nasrani (Gospel, dari kata God Spell yang berarti “sabda Tuhan”) yang ditulis 40-90 tahun pasca peristiwa penyaliban, seperti disinggung oleh Max Dimont pada kutipan di atas. 

Kedua, pada nalar sehat untuk mengkritisi berbagai catatan tersebut. 

Ketiga, pada informasi wahyu, yaitu dari Al-Qur’an dan Hadits yang membicarakan topik ini secara tersirat dalam ayat-ayat tentang Nabi Isa. 

4. Teori-Teori Penyaliban

Secara umum, ada beberapa teori mengenai peristiwa penyaliban yang telah terjadi di atas.

a. Teori pertama 

Teori pertama bersumber pada Al-Kitab Nasrani. Menurut teori ini, Yudas, salah seorang Hawari, berkhianat dengan membocorkan lokasi Nabi Isa kepada tentara Roma sehingga sang nabi pun disalib sampai menemui ajalnya (Matius 26: 47-55). 

Cerita ini yang akan diyakini kaum Kristen puluhan tahun kemudian hingga masa kini. 

Sebagaimana nanti akan diceritakan, penyaliban ini akan dirajut oleh Paulus menjadi teologi penebusan dosa yang menjadi akidah agama Kristen. 

Tanpa cerita versi ini, agama Kristen tidak akan pernah ada. 

b. Teori kedua

Teori kedua bersumber dari pertimbangan bahwa “tidak semua orang yang disalib mati”. 

Menurut teori ini, nabi Isa ditangkap dan disalib, tetapi tidak mati. 

Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah, menganut teori ini. Menurutnya, Nabi Isa masih hidup dan bermigrasi ke India lalu wafat di Kashmir. 

Selain itu, Ahmad Deedat, tokoh Kristologi India, pun berpendapat sama. Menurut Deedat, betapa banyak penyaliban yang tidak mengakibatkan kematian, sehingga baginya crusifixion adalah  Cruci-ficion.

Download: ebook Ahmad Deedat, Cruxifixion or Cruci-fixion?

Cerita Nabi Isa yang selamat dari penyaliban ini juga menjadi asumsi dalam buku Dan Brown, The Da Vinci Code.  

Akan tetapi, jika menurut Mirza Ghulam Ahmad Nabi Isa hijrah ke India, menurut Brown, Al-Masih selamat dari penyaliban, lalu menikah dengan Maria Magdalena dan mempunyai anak-anak keturunan yang kini berada di Perancis (Brown, The Da Vinci Code). 

Teori kedua ini, pun jika diterima atau dibenarkan akan meruntuhkan sendi-sendi agama Kristen. 

Download: Ebook Dan Brown, The Da Vinci Code.

c. Teori ketiga

Teori ketiga berpijak pada salah satu atau ketiga sumber epistemologis yang telah disebutkan di atas, yakni Al-Kitab Nasrani, nalar sehat, dan informasi wahyu. 

Menurut teori ini, nabi Isa tidak disalib. Yang disalib adalah orang lain. Ini cerita versi mayoritas muslim. Akan tetapi siapakah orang lain yang disalib? Ada tiga versi jawaban dari pertanyaan ini.

Versi 1: Yudas Pengkhianat

Menurut cerita umum pada buku-buku Islam yang bersumber dari Injil Barnabas (Al-Kitab Nasrani yang terlarang oleh Gereja), orang yang diserupakan adalah salah seorang murid Al-Masih yang bernama Yudas. 

Menurut Barnabas, Yudas berkhianat dengan menerima uang suap sebesar 30 drachma (mata uang Yunani, yang diarabkan menjadi “dirham”) dari tentara Roma untuk menunjukkan lokasi persembunyian Al-Masih. 

yudas iskariot

Kemudian, saat Yudas masuk ke persembunyian Al-Masih, Allah mengubah wajahnya menjadi serupa dengan Al-Masih sehingga ketika para tentara mendesak masuk ke rumah itu, mereka pun menangkapnya. 

Tentara Roma tidak melepaskannya walaupun ia meneriakkan bahwa dirinya adalah Yudas. (Injil Barnabas 217: 1-7).

Setelah itu, menurut Barnabas, Al-Masih diangkat ke langit. 

Cerita versi Barnabas ini menunjukkan kemiripan dengan dengan Al-Quran soal penyerupaan dan  pengangkatan Al-Masih ke langit sehingga cerita versi ini menjadi mainstream dalam cerita-cerita tentang Nabi Isa. 

Menurut Barnabas, Al-Masih adalah nabi, bukan Tuhan dan ketika Yudas ditangkap, Al-Masih diangkat ke langit.

Versi 2: Tawanan Penjara Lain

Menurut Amanullah Halim, orang yang diserupakan bukanlah Yudas melainkan seorang tawanan di penjara Yerussalem. 

Berpijak pada informasi Al-Kitab Nasrani, penyaliban tidak langsung terjadi setelah penangkapan. Di antara keduanya ada proses pengadilan. 

Al-Masih dibawa menemui Pontius Pilatus untuk dihakimi (Matius 27: 1-2), lalu, ada “drama” Pontius Pilatus akan membebaskan Al-Masih atau seorang tawanan lain sehingga para pendeta Yahudi yang hadir mendesak dengan meneriakkan “Salib dia! Salib dia!” (Matius 27 11-26). 

Kemudian, Al-Masih dikurung. Saat itulah ia mengucapkan doa: eli, eli, lama sabaqtani (Allah, Allah, mengapa engkau tinggalkan Aku ) (Matius 27: 46). 

Lalu, Allah mengabulkan doa Al-Masih dan menolongnya. Ia diangkat ke langit, ruh dan jasadnya. 

Kemudian, pada saat penyaliban, penjaga penjara yang panik pun mengambil tahanan lain yang telah divonis mati untuk menggantikan Al-Masih (Halim, Isa Putra Maria dalam Injil dan Al-Qur’an).

Versi 3: Murid Nabi Isa

Menurut Ibnu Katsir, orang yang diserupakan adalah salah seorang dari murid Nabi Isa. Ia mengutip riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu ‘Abbas sebagai berikut:

"Ketika Allah hendak mengangkat 'Isa ke langit, ia menemui para sahabatnya. Sementara di dalam rumah tersebut terdapat 12 orang dari kaum hawariyun (para penolong Nabi Isa). Yakni ia keluar dari sebuah mata air yang berada di dalam rumah tersebut, sedang kepalanya meneteskan air. Ia berkata: 'Sesungguhnya ada di antara kalian yang kufur sebanyak 12 kali setelah beriman kepadaku.'

Lalu ia berkata lagi: 'siapakah di antara kalian yang bersedia diserupakan denganku lalu dibunuh? Ia akan memperoleh derajat yang setara denganku?

Maka bangkitlah seorang yang paling muda di antara mereka menyanggupinya. Namun Isa berkata kepadanya: 'duduklah.'

Isa mengulangi pertanyaannya. Lalu pemuda itu kembali bangkit dan 'Isa berkata: 'duduklah!' Isa mengulangi lagi pertanyaannya dan pemuda itu bangkit seraya berkata: 'saya'. Maka 'Isa berkata: 'Engkaulah orangnya.' Kemudian orang itu diserupakan dengan 'Isa dan 'Isa diangkat ke langit melalui celah rumah itu.

Versi 4: Yudas Berkorban

Senada dengan pandangan Ibnu Katsir, Muhammad Musadiq Marhaban juga mengemukakan bahwa para murid Al-Masih adalah orang-orang yang beriman, mereka adalah para Hawari, yang di dalam Al-Qur’an disebut Anshor Allah (Penolong Allah) sehingga tidak mungkin melakukan pengkhianatan (QS. Ash-Shof: Ayat Terakhir).

Oleh karena itu, jika Yudas adalah murid Al-Masih maka ia tidak mungkin berkhianat. 

Dengan mengemukakan banyak bukti dari catatan Injil, Marhaban mengatakan bahwa Yudas tidak berkhianat, melainkan berkorban. Penyerupaan itu terjadi pada Yudas dan ia melakukannya secara sukarela untuk melindungi Al-Masih. Bukankah cerita ini mirip dengan cerita Ibnu Katsir? 

Perbedaan versi tentang bagaimana penyaliban terjadi dan siapa yang diserupakan dalam peristiwa di atas bukanlah sebuah pelanggaran terhadap akidah Islam. Sebab, kita memang berhadapan dengan sumber-sumber yang terbatas.

Namun, yang merupakan sebuah prinsip adalah meyakini bahwa Allah telah menyelamatkan Nabi Isa dan mengangkatnya ke langit sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an:

وَّقَوْلِهِمْ اِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيْحَ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللّٰهِۚ وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۗوَاِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوْا فِيْهِ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ ۗمَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍ اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًاۢ ۙ

dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya

Berbeda dengan pandangan Islam bahwa Al-Masih telah diangkat ke langit, menurut Al-Kitab Nasrani, tiga hari setelah peristiwa itu, Isa Al-Masih bangkit kembali dari kematian dan menemui para sahabatnya. Ia mengajar para muridnya selama empat puluh hari. Setelah itu, ia  meninggalkan dunia ini dan akan kembali lagi pada suatu hari nanti (Korintus 11: 26).

Namun, dalam Islam pun terdapat “teologi akhir zaman” bahwa Al-Masih akan kembali pada suatu saat nanti untuk membinasakan Dajjal seperti cerita Nabi Muhammad berikut ini:

"Aku adalah manusia yang paling dekat terhadap Isa bin Maryam, karena tidak ada nabi di antara dia dan aku. Dan, sesungguhnya, dia akan turun. Apabila kalian melihatnya maka kenalilah! Dia adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang, berkulit putih kemerah-merahan, dia memakai dua baju yang berwarna kekuning-kuningan, seakan-akan (rambut) di kepalanya meneteskan air, walaupun tidak basah. Dia akan mematahkan salib, membunuh babi, menghapuskan jizyah dan menyeru manusia kepada Islam. Pada zamannya, Allah akan menghancurkan seluruh agama kecuali Islam. Dan pada zamannya pula Allah akan membinasakan Al-Masih Dajjal. Kemudian terciptalah kedamaian di muka bumi, hingga singa berdampingan bersama unta yang sedang merumput, juga harimau bersama sapi, serigala bersama kambing dan anak-anak kecil bermain dengan ular tanpa membahayakan mereka. Beliau akan tinggal bersama mereka selama 40 tahun, kemudian wafat dan kaum muslimin kelak akan menyalatkan jenazahnya"

5. Komunitas Yerussalem

a. Terbentuknya Komunitas Yerussalem

Setelah peristiwa penyaliban, murid-murid Al-Masih meneruskan dakwah dan membentuk sebuah komunitas Yerussalem yang dipimpin oleh Ya’qub (dalam istilah Yunani, “Jacob” atau “Jacques”) dan dibantu oleh Syam’un (dalam istilah Yunani, Simon atau “Petrus”) serta Yahya (dalam istilah Yunani, “Yohanes”). 

Menurut sejarah versi Kristen, kelak Ya’qub (Jacob) akan turut menyetujui pembatalan Kitab Taurat bagi non-Yahudi dan Syam’un, yang bergelar “Petrus”, akan mendirikan gereja pertama sehingga namanya menjadi nama jabatan tertinggi (dengan istilah “Patriark”) di gereja-gereja yang didirikan di dunia Kristen. 

Tetapi, bagaimana mungkin hawari seperti Ya’qub dan Syam’un akan menjual keimanan mereka? Bukankah mereka adalah murid-murid Nabi Isa yang telah berikrar untuk menjadi pembela Nabi Isa? Seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:

قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيّٖنَ مَنْ اَنْصَارِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗقَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ فَاٰمَنَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ وَكَفَرَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ ۚ
Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah,” lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir

b. Ajaran Al-Masih Murni Bertahan Hingga 200 Tahun

Sebagai orang-orang Yahudi, anggota komunitas Yerussalem tetap beribadah di Baitul Maqdis (Bait Suci) dan menaati hukum-hukum Allah dalam Taurat. Mereka adalah orang-orang yang masih beriman kepada ajaran Al-Masih Isa Putra Maryam. Karen Armstrong menggambarkan mereka sebagai berikut:

Para pengikut Al-Masih diharapkan melampaui apa yang dipersyaratkan Taurat dan berusaha menjadi Yahudi yang sempurna: Jika Taurat mengatakan, "Jangan membunuh!" mereka bahkan marah pun tidak boleh; jika Taurat melarang zina, mereka bahkan tidak boleh memandang perempuan dengan birahi...

Komunitas pengikut Al-Masih ini bertahan hingga dua ratus tahun ke depan. Mereka tetap berpegang teguh kepada agama Allah, sebagaimana sabda Rasulullah dalam Shahih Ibnu Hibban berikut:

"Allah telah mewafatkan Nabi Daud dari tengah-tengah sahabatnya sementara mereka tidak terfitnah dan tidak pula melakukan perubahan terhadap ajaran yang disampaikan oleh Daud. Sedangkan para sahabat Nabi Isa, masih berpegang pada ajaran dan sunnah Nabi Isa, selama dua ratus tahun"

c. Cikal Bakal Agama Baru

Komunitas ini tidak pernah bermaksud mendirikan agama baru, namun pada nyatanya, orang Yahudi pada abad pertama telah terpecah menjadi dua golongan: Yahudi tradisional dan Yahudi Pro-Helenisasi. Situasinya sangat mirip dengan apa yang dialami kaum Muslim di zaman modern yang harus memilih apakah ingin menjadi muslim progresif, modern, liberal? ataukah menjadi muslim salafi dan tradisional?

Yahudi tradisional mengamalkan Taurat secara ketat, kata demi kata sementara Yahudi Pro-Helenisasi memilih menafsirkan Taurat agar sesuai dengan dunia yang sudah ter-Helenisasi atau terpengaruh kebudayaan Yunani, termasuk bahasa Yunani.

Lalu, bagaimana jika Yahudi Pro-Helenisasi bergabung ke dalam komunitas Yerussalem? Inilah bom waktu yang nanti akan meledak dan memecah Komunitas Yerussalem sehingga pada sekitar pertengahan abad pertama Masehi, cikal-bakal agama baru sudah mulai tumbuh.

d. Penindasan oleh Sesama Yahudi

Sepanjang abad pertama Masehi, Komunitas Yerussalem mengalami apa yang harus dialami oleh setiap gagasan baru seperti yang dikemukakan oleh Arthur Schopenhauer:

All thruth passes three stages. First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as being self-evidence (Setiap kebenaran melewati tiga tahap. Pertama, kebenaran itu ditertawakan. Kedua, ia ditentang dengan kekerasan. Ketiga, dia diterima sebagai kebenaran).

Fase “ditertawakan” mungkin tidak pernah ada dalam sejarah agama Kristen, mereka langsung memasuki tahap “ditindas dengan kekerasan.”

Dalam hubungannya dengan Yahudi, komunitas ini terjebak dalam sebuah status dilematik. Pada satu sisi, katakanlah, mereka adalah sebuah sekte Yahudi karena agama mereka berpijak pada Taurat Yahudi.

Namun, pada sisi lainnya, para imam Yahudi menolak eksistensi mereka, bahkan, menuduh Al-Masih sebagai nabi palsu dan memfitnah ibundanya sebagai “wanita kotor” (na’udzu billah). Sehingga, komunitas baru ini merasa bahwa mereka ibarat anak yang tidak diakui oleh ibunya. Apakah anak ini akan “menghapus ibunya dari daftar nasab”? ataukah “akan tetap bernasab pada ibunya dengan terus memupuk kesabaran tanpa akhir”?

Sebelum para pengikut Al-Masih ini selesai memikirkan status mereka, kaum Yahudi dari golongan Farisi (golongan yang paling bertanggung-jawab dalam peristiwa penyaliban) telah memutuskan untuk mengayunkan pedang terhadap mereka. Salah satu pemicunya adalah insiden Stefanus yang terjadi sekitar tiga tahun pasca peristiwa penyaliban.

e. Insiden Stefanus

Insiden Stefanus adalah bom waktu pertama yang meledak dalam Komunitas Yerussalem. Ia adalah seorang Yahudi pro-Helenisasi. Ia berbicara dalam Bahasa Yunani sementara Taurat ditulis dalam bahasa Ibrani. Ia, dan banyak non-Yahudi yang bergabung dalam Komunitas Yerussalem merasa diabaikan di tengah komunitas orang-orang Yudea yang berbahasa Yahudi.

Maka, tumbuhlah gagasan baru dalam Komunitas Yerussalem, gagasan untuk melucuti unsur Yahudi dalam ajaran Al-Masih. Menurut Stefanus, Allah seharusnya tidak hanya menjadi milik orang Yahudi tetapi juga milik umat manusia (non-Yahudi); Allah pun tidak eksklusif berada di Bait Suci yang diagungkan Yahudi melainkan juga berada pada bangsa-bangsa mana pun, di Mesopotamia, Haran, Mesir, Midian, dan Sinai (Armstrong, Yerussalem, hal. 224)

Namun, Stefanus mengemukakan idenya tersebut secara terbuka sehingga seolah ia sedang mengumumkan sebuah “bid’ah” dalam agama Yahudi. Akhirnya, para pendeta Yahudi pun menyeret Stefanus dan merajamnya sampai mati. Suasana di Yerussalem pun menjadi cukup mencekam bagi komunitas Yerussalem.

Setelah kejadian itu, komunitas Yerussalem mulai hidup bak buron. Mereka ditindas dan dianiaya oleh sesama Yahudi. Oleh karena itu, banyak anggota komunitas ini, khususnya yang Pro-Helenisasi, meninggalkan Yerussalem dan menyebarkan ajaran Nabi Isa ke kota-kota sekitarnya, terutama Antiokia.

Pada tahun 62 Masehi, Ya’qub Ketua Komunitas Yerussalem, yang masih berkerabat dengan Al-Masih, diseret ke pengadilan Sanhedrin (dewa pendeta Yahudi yang telah memprovokasi penangkapan Al-Masih) dan dijatuhi hukuman mati. Ia mati dirajam (Armstrong, Yerussalem, hal. 231

f. Penindasan oleh Roma

Sebelumnya, pada tahun 54 M, Roma mengalami keguncangan. Kaisar Claudius wafat dan putranya yang baru berusia tujuh belas tahun naik tahta. Nero, raja ingusan ini senang berkeliaran di Roma bersama teman-temannya dan membuat keributan.

Pada tahun 64 M, dua tahun setelah hukuman mati Ya’qub, Nero membakar pusat kota Roma. Rumah-rumah dan bangunan lain di negeri itu hangus ditelan si jago merah. Namun, atas tragedi ini sang raja menjadikan para pengikut Al-Masih sebagai kambing hitam (G. Van Schie , Manusia Segala Abad, hal. 50-51)

Tentara kerajaan pun memburu para pengikut Al-Masih. Mereka ditangkap dan dibantai. Penindasan ini terjadi selama lima tahun hingga Nero dinyatakan bersalah dan mengakhiri hidupnya sendiri.

6. Ajaran Paulus

Di antara tokoh Yahudi Farisi yang membenci komunitas Yerussalem adalah seorang lelaki dari Tarsus—sebuah kota Yunani di Asia Kecil—bernama Saulus (5-64 M). Selain mendalami agama Yahudi, Saulus juga mempunyai daya intelektual yang besar dalam Mitraisme dan agama Alexandria pada masa itu (H.G. Wells, A Short History of the World, hal. 161)

Menurut pengakuan Saulus, tadinya ia merupakan pembenci Isa Al-Masih. Kaum Yahudi dan pemerintah Roma mengutusnya ke Damaskus. Di sana, ia memburu dan memberantas para pengikut Al-Masih. 

Akan tetapi, dalam sebuah pengejaran terhadap pengikut-pengikut Al-Masih, suatu peristiwa membalikkan jiwanya tatkala ia sedang mengangkat pedangnya: di atas langit, ia menyaksikan Isa Al-Masih menjelma dan berseru kepadanya supaya dia (Saulus) menjadi pengikutnya.

Maka (masih menurut cerita Paulus) seketika itu jiwanya takluk sehingga berbalik, dari benci menjadi cinta (Kisah Rasul-Rasul IX: 1-19; XXVI: 9-18). Ia pun mengumumkan dirinya sebagai murid Isa Al-Masih, mengganti namanya menjadi “Paulus”, lalu mulai mendalami ajaran Nabi Isa dan mulai berdakwah.

Konon, Paulus berdakwah lebih giat daripada siapapun di dalam komunitas Yerussalem. Ia menghabiskan sisa hidupnya dengan menulis dan meraih banyak pemeluk baru di Asia Kecil, Yunani, Suriah, dan Yerussalem.

a. Penghapusan Hukum Taurat

Namun, Paulus adalah Yahudi Pro-Helenisasi, sehingga tidak seperti arus utama komunitas Yerussalem yang lebih banyak berdakwah kepada kaum Yahudi, baik Yahudi Yerussalem maupun Yahudi diaspora (yang tinggal di luar Yerussalem), Paulus menjadikan kaum non-Yahudi penganut agama pagan Yunano-Romawi (seperti Mithraisme) yang merupakan mayoritas penduduk kota-kota Roma sebagai target dakwahnya. Alhasil, Paulus berhasil menjaring banyak pengikut dan ia kerap mendapat julukan “rasul orang-orang non-Yahudi.”

Akan tetapi, ledakan yang paling signifikan dari gagasan Helenistik Paulus bukan hanya soal perluasan target dakwah. Sejalan dengan Stefanus, Paulus pun ingin melepaskan agama Al-Masih ini dari segala unsur Yahudi. 

Paulus menghapus syari’at berkhitan dan membatalkan kewajiban bagi pemeluk-pemeluk baru dari kalangan non-Yahudi untuk menjalankan Taurat (Galatia V: 2-6)

5:2 Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. 5:3 Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat. 5:4 Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. 5:5 Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan. 5:6 Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.

b. Penyembahan Isa Al-Masih

Selain itu, untuk memikat lebih banyak kaum pagan agar mereka bergabung ke dalam komunitas baru ini, Paulus juga mengembangkan ide berbau Mithraisme bahwa Isa Al-Masih adalah titisan Tuhan. 

Tidak sulit baginya untuk mengemukakan bukti-bukti keajaiban Al-Masih seperti kelahiran tanpa-ayah, kemampuan membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang buta, berjalan di atas air, dan menurunkan hidangan dari langit. Manusia mana di muka bumi yang mampu melakukan semua ini? Dalam salah satu suratnya, Paulus menulis: “Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus  menyertai kamu” (Korintus I: 3)

Menurut Paulus, untuk masuk surga, manusia tidak lagi perlu menjalankan isi Taurat; mereka hanya perlu beriman, percaya bahwa Isa Al-Masih adalah Tuhan dan ia merelakan dirinya disalib adalah untuk menebus dosa umat manusia yang diwarisi sejak pelanggaran yang dilakukan Nabi Adam (Roma III: 21-28). 

Singkat kata, Paulus mendirikan agama baru: membuka agama Yahudi bagi seluruh umat manusia, lalu memindahkan kekudusan dari tanah suci kepada manusia suci, dari Baitul Maqdis kepada Isa Al-Masih.

Tetapi apakah gagasan “bid’ah” Paulus ini diterima? 

c. Perpecahan dalam Komunitas Yerussalem

Inovasi Paulus ini terjadi semasa Ya’qub masih hidup. Terkejut dengan inovasi Paulus yang telah mencemarkan ajaran Al-Masih, Komunitas Yerussalem mengecapnya “pengkhianat”. Ya’qub, pemimpin komunitas ini, yang juga masih terbilang keluarga Isa Al-Masih, menentang keras ajaran Paulus. Lalu, terjadilah polarisasi pada komunitas Yerussalem. 

Di satu sisi ada Ya’qub yang memimpin jemaat Yahudi di Yerussalem dan di sisi lain ada Paulus yang berdiri di depan jemaat non-Yahudi yang baru meninggalkan paganisme (Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, hal. 67.

... Antara waktu Yesus meninggalkan bumi ini sampai pertengahanan abad II, yakni selama lebih dari satu abad telah terjadi perjuangan antara dua aliran yakni agama Kristen menurut Paulus dan agama Yahudi-Kristen (Komunitas Yerusalem); dengan pelan-pelan aliran Paulus mendesak aliran asli yakni agama Yahudi-Kristen (Komunitas Yerusalem).

Jelas, bagi kaum non-Yahudi yang baru bertobat dari paganisme, pandangan Paulus lebih menarik karena mereka tidak harus berkhitan untuk menjadi seorang pengikut Al-Masih, tidak perlu mengamalkan hukum Taurat yang rumit, dan tentu saja gagasan tentang “anak Tuhan” yang menitis dari “Tuhan Bapak” sangat mirip dengan cerita tuhan-tuhan lama mereka: Zeus Pater (Jupiter), Hercules, Dionisus (Yunani), Osiris, Isis, Horus (Mesir), Brahma, Wishnu, dan Syiwa (Hinduisme).

Paul so changed christianity as to become its second founder, the founder of accleciastical christianity as distinct from christianity of Jesus. They say, either "Jesus" or "Paul" . It cannot be both once.

(Paulus telah mengubah agama Kristen sedemikian rupa seolah-olah ia merupakan pendiri kedua, pendiri kristen kependetaan yang berbeda dari Kristen ajaran Isa. Mereka mengatakan, "Isa" atau "Paulus", tidak mungkin kedua-duanya).

Pada tahun 64 M, Ketika pulang ke Yerussalem dari perjalanan dakwah yang panjang di kota-kota Roma, Kaum Yahudi menangkap Paulus. Kemudian, ia dikirim ke pusat Roma untuk diadili dan, konon, pada akhirnya dihukum mati.

Kala itu, memang, ajaran Paulus belum menjadi dominan karena Komunitas Yerussalem dan Baitul Maqdis adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Namun, apa yang terjadi kemudian nampaknya benar-benar menciptakan tikungan sejarah baru. 

Tak lama setelah Paulus wafat, pada tahun 70 M, terjadilah peristiwa besar di Yerussalem. Segolongan Kaum Yahudi militan memberontak sehingga Roma pun mengirimkan jendralnya yang paling andal.

7. Penghancuran Baitul Maqdis

Bagaimanakah pemberontakan ini terjadi? Dan mengapa kita harus mengikuti peristiwa penghancuran Baitul Maqdis dalam perjalanan sejarah agama Kristen? 

Selain bahwa kisah ini telah disinggung dalam Al-Quran (QS. Al-Isra ayat 4-8), juga karena peristiwa pemberontakan yang akan berujung pada penghancuran Baitul Maqdis akan menjawab pertanyaan di benak kita: mengapa agama Kristen lebih gencar didakwahkan di Roma, Konstantinopel, Antiokia atau Alexandria daripada di Yerussalem sendiri?

a. Mesianisme

Pemberontakan Yahudi telah terjadi sejak lama. Sejak Penghancuran Samaria (Negeri Israel Utara) oleh Asyiria pada 722 s.M dan pembinasaan Yehuda (Negeri Israel Selatan) oleh Babilonia Baru pada 590 M, bangsa Yahudi kehilangan tanah air dan kemerdekaan politiknya. Mereka dibuang dan diasingkan sehingga, sejak itulah, menurut Nurcholis Madjid, timbul pada mereka sesuatu yang disebut “Mesianisme”, sebuah paham akan datangnya seorang juru selamat untuk mengembalikan kemerdekaan Yahudi dari penjajah (Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban).

Karena itu, mereka kerap mengobarkan pemberontakan, walaupun sebagian Yahudi lainnya lebih memilih jalan negosiasi atau tunduk pada kekuasaan asing yang silih berganti menduduki wilayah mereka.

b. Penyulut Pemberontakan

Sekitar tahun 66 Masehi, terjadi korupsi terhadap perbendaharaan Bait Suci yang dilakukan oleh administrator Roma untuk Yerussalem. Kejadian ini menyulut api kemarahan kaum Yahudi sehingga berkobarlah kerusuhan. Pertempuran dengan tentara Romawi tak terhindarkan di jalan-jalan Yerussalem.

Gesius Florus (64-66 M), administrator yang bertanggung-jawab atas korupsi ini, gagal memulihkan keamanan sehingga ia pun meminta bantuan dari Gubernur Suriah di utara. 

Namun, ketika Cestisius Gallus, gubernur Suriah, tiba di Yerussalem pada bulan November untuk memadamkan pemberontakan tersebut, mereka mengalami kekalahan telak. Lima ribu prajurit Romawi tewas. 

Mungkin, suasana setelah itu terasa mencekam di Yerussalem, karena layaknya singa yang diusik, Roma tidak akan tinggal diam atas kejadian tersebut.

Sekarang, Kaum Yahudi harus memutuskan. Apakah mereka akan terus memberontak terhadap Roma untuk mendapatkan kemerdekaan penuh? Ataukah mereka akan berhenti saja dan mengatakan kepada Roma bahwa apa yang telah terjadi hanyalah reaksi emosional dari insiden korupsi atas Bait Suci?

Banyak kaum Yahudi di pedesaan dan perkotaan yang ingin berhenti melawan Roma. Faksi Saduki telah melupakan impiannya untuk merdeka. Demikian pula Faksi Farisi tidak lagi bernafsu untuk mendirikan sebuah Negara Yahudi Merdeka. Sebab, bagi mereka, melawan Roma sama artinya seperti semut melawan gajah.

c. Sikap Yahudi Zelot

Namun kala itu, sekelompok Yahudi militan telah mengangkat senjata dan bersiap menghadang Roma. Kaum Zelot, faksi radikal Yahudi ini berfikir bahwa Dinasti Yahudi Makabe pernah mendirikan negara Yahudi merdeka sebelumnya maka mengapa mereka tidak bisa? 

Jika hidup ini adalah sebuah upaya mencari keseimbangan antara dua ekstrim: cita-cita ideal dan kenyataan hidup, maka dapat dikatakan, Yahudi Zelot adalah orang-orang yang hidup pada ekstrim cita-cita ideal. Mereka ingin mewujudkan cita-cita Yahudi dengan mengangkat senjata melawan Romawi tanpa mempedulikan perbandingan kekuatan mereka dibandingkan Roma. Bahkan, bagi mereka, siapapun yang tidak turut mengangkat senjata adalah pengkhianat Yahudi  yang tak pantas beribadah di Bait Suci.

Tentu saja menggapai cita-cita itu benar. Tetapi, adakalanya kita perlu mengalah untuk menang, perlu mundur selangkah untuk dapat membuat langkah jauh ke depan. Kaum Zelot tidak memperhitungkan bahwa risiko yang harus mereka bayar atas perlawanan ini adalah hancurnya tanah bangsa Yahudi untuk selama-lamanya dan yang sedang mereka lakukan adalah misi bunuh diri.

d. Pembalasan Roma

Pada tahun 67 Masehi, Roma mengirimkan jendral perangnya yang paling cakap dalam bertempur. Vespasianus, sang jendral, tiba di Yerusalem dan mulai menghancurkan tentara-tentara Yahudi. 

Kemudian, ketika sang jendral dipromosikan sebagai Kaisar Roma, putranya turun tangan menggantikan. Titus mengepung Yerussalem pada bulan Februari. Ia tidak kalah andal dari ayahnya. 

Dalam beberapa bulan, Titus berhasil menghancurkan Kaum Zelot di Bait Suci, jantung agama Yahudi. Ia membakar bangunan suci itu dengan beringas. Sebagian Zelot mulai putus asa dan melompat ke dalam api atau melemparkan diri mereka ke ujung pedang tentara Romawi. Api berkobar dan asap hitam mengepul di langit Yerussalem.

Kini, bangsa Yahudi bukan hanya kehilangan kemerdekaan politik, tetapi juga kehilangan kemerdekaan keagamaan dan kehilangan tempat tinggal. Orang-orang Yahudi yang tersisa tetap hidup sebagai pecundang di Yerussalem dan sisanya terlunta-lunta mengembara ke luar Yerussalem. Sebagian mengungsi ke kota-kota di utara dan sebagian lainnya menuju jazirah Arab, mendiami Khaibar dan Yatsrib (Madinah).

Baitul Maqdis yang dibanggakan telah menjadi puing-puing, hanya menyisakan sebuah tembok di sebelah barat yang kini disebut “Tembok Ratapan” (Wailing Wall). Sebagaimana umumnya di dunia kala itu, bangsa pemenang mempecundangi bangsa taklukannya: pada setiap koin Romawi, Dinarius (yang diarabkan menjadi mata uang “Dinar”), diukir gambar seorang wanita Yahudi yang ditawan tentara Roma dengan tulisan “Judea Capta.”

e. Spiritualitas Baru

Di kemudian hari, pada tahun 130 Masehi, Kaisar Roma selanjutnya, Hadrianus, tiba di Yerussalem dan mengganti nama kota itu menjadi Aelia Capitolina, sebuah kota yang dipersembahkan bagi dewa Jupiter, Juno, dan Minerva. Sebuah kuil Jupiter dibangun di kawasan Baitul Maqdis dan kuil Aphrodite di bukit Golgota. 

Kehancuran Baitul Maqdis membawa dampak besar pada perubahan spiritualitas agama Yahudi. Selama ini, akidah dan ibadah mereka berpusat pada masjid, bahwa Allah yang Esa berada di Baitul Maqdis, menjadi simbol kebenaran agama Yahudi. Tetapi kini masjid suci mereka sudah musnah dan mereka terusir ke luar dari Yerussalem. Apakah Allah telah meninggalkan mereka? 

Baca juga: Sejarah Isra Mi’raj, Masjid Al-Aqsha dan Masjidil Haram

Oleh karena itu, dalam situasi diaspora (terlunta-lunta berada di luar Yerussalem), bangsa Yahudi mengembangkan spiritualitas yang lebih universal. Mereka memindahkan kekudusan dari sentralitas Bait Suci ke sinagog-sinagog yang mereka dirikan di pemukiman-pemukiman mereka. 

Lalu, bagaimanakah dampak tragedi ini bagi komunitas Yerussalem? 

Seperti telah diuraikan di atas, komunitas Yerussalem yang sekarang dipimpin oleh Syam’un (Simon, Petrus) adalah kaum Yahudi yang juga beribadah di Baitul Maqdis. Oleh karena itu, dampak spiritual yang dialami oleh Yahudi lainnya juga dialami oleh para Yahudi komunitas Yerussalem. Mereka kehilangan pusat yang menjadi inti keagamaan mereka. 

Akan tetapi, tragedi di atas tidak berdampak signifikan bagi anggota komunitas Yerussalem non-Yahudi (yang disebut gentile atau goyim) pendukung Paulus yang tersebar di banyak kota dan memiliki banyak pengikut. Sebab, sejak awal, mereka tidak mengkuduskan Baitul Maqdis seperti bangsa Yahudi; sejak awal mereka meyakini Allah bukan hanya milik bangsa Yahudi dan hanya bersemayam di Baitul Maqdis. Mereka percaya Allah adalah milik semua umat manusia dan karena kasih sayang-Nya, Ia mengirim putranya, Al-Masih untuk menebus dosa umat manusia.

Kemudian, selama dua ratus tahun selanjutnya, ajaran ala Paulus tersebut bersaing dengan ajaran ala Ya’qub, memperebutkan lapak dakwah di kota-kota Romawi seperti di Antiokia, Alexandria, Asia Kecil, Konstantinopel, Yunani, hingga Roma.

8. Perdebatan tentang Kodrat Isa

Jemaat non-Yahudi yang mengikuti ajaran Paulus dan menganut ajaran baru tentang “Isa sebagai anak Tuhan” telah tersebar luas dan jumlah mereka cukup besar. Mereka disebut “orang-orang Kristen” untuk pertama kalinya di Antiokia, dari kata Yunani, “Kristos”, yang sepadan dengan kata “Al-Masih” dalam bahasa Arab (Armstrong, Yerussalem).

Secara tidak langsung, penyebutan baru komunitas ini dengan istilah Yunani, yaitu “Kristen”, juga menandai peralihan ajaran, dari versi Ibrani menjadi versi Yunani, dari monoteisme murni menjadi trinitas.

Orang-orang di banyak kota Roma kini mulai membicarakan tentang kodrat Isa sebagai anak Tuhan, bukan sebagai nabi. 

apakah Isa itu manusia? Ataukah ia Tuhan? Apakah Isa itu secara biologis dikandung dan dilahirkan dari seorang perawan ataukah dia sudah senantiasa ada sebelum dilahirkan? Jika dia sudah senantiasa ada apakah dia ada sepanjang Tuhan ada? Apakah dia setara dengan Tuhan? Ataukah dia adalah Tuhan? Apakah Tuhan ada terlebih dahulu baru kemudian menciptakan Isa Al-Masih? Jika demikian bukankah itu menunjukkan Al-Masih merupakan “junior” bagi Tuhan? Apakah Tuhan itu Esa pribadi-Nya ataukah terdiri dari dua pribadi, pribadi Tuhan dan pribadi Isa? Ataukah tiga pribadi ditambah dengan pribadi Roh Kudus? Jika Isa adalah manusia sekaligus Tuhan, manakah unsur yang lebih penting: unsur manusianya ataukah unsur Tuhannya? Apakah yang terjadi dengan Isa setelah dia mati dan bangkit kembali? Apakah dia ada secara independen ataukah dia bergabung dengan Tuhan?

Segudang pertanyaan di atas, memantik perdebatan sengit selama beberapa ratus tahun selanjutnya dan menumbuhkan sekte-sekte Kristen yang saling bertikai, baik di Syam, Anatolia, Mesir, maupun Yunani. Bahkan, menurut riwayat, perdebatan sengit ini masuk hingga ke tempat-tempat cukur dan kedai-kedai minum di Konstantinopel.

8. Marcionisme

Salah satu tokoh penting dalam perdebatan iman Kristen ini adalah Marcion, (110-160 M), seorang pemilik kapal kaya di Sinope, di pantai Laut Hitam Turki. Ia mengembangkan paham bahwa agama Kristen yang dicetuskan Paulus ini mestinya berpisah secara tegas dari agama Bani Israil. Injil mestinya dipisahkan dari Taurat. Perjanjian Baru mestinya berdiri sendiri dan meninggalkan perjanjian lama. Mengapa?

Karena karakteristik Tuhan dalam Taurat, menurutnya berbeda dari karakteristik Tuhan dalam Injil. Tuhan dalam Taurat memiliki ciri cemburu, marah, dan kejam sementara Tuhan dalam Injil mempunyai sifat kasih sayang dan pengampun.

Gagasan Marcion meluas hingga ke Mesir, Palestina, Arabia, Suriah, Asia Kecil, dan Persia. Dukungan besar ini sebetulnya didorong pula oleh pertanyaan teologis yang sangat dilematis: Apakah agama Yahudi memiliki hubungan dengan agama Kristen?

Jika “ya”, bahwa Kristen adalah kelanjutan dari Yahudi, maka otomatis agama baru besutan Paulus adalah “bid’ah” dari sudut pandang agama Yahudi.

Namun, jika sebaliknya, bahwa ada sebuah perpisahan sempurna dari agama Yahudi, maka Kristen mestinya menjadi sebuah agama baru yang independen dan tidak bergantung lagi pada Taurat Yahudi. Inilah yang diinginkan Marcion.

Akan tetapi, bagaimana Kristen dapat meninggalkan Taurat Yahudi sedangkan doktrin “dosa asal” Paulus berpijak pada kisah Nabi Adam dalam Taurat Yahudi?

Karena mayoritas jemaat mengikuti Paulus, dan di kemudian hari ajaran versi ini dipeluk sebagai agama Romawi, maka, nanti, Marcionisme yang jauh lebih ekstrim dari ajaran Paulus ini dianggap sebagai “Bid’ah.” 

9. Kelahiran Gereja

Sebelumnya, berbagai komunitas Al-Masih ini telah tersebar di beberapa kota Romawi seperti Kaesarea, Antiokia, Alexandria, dan Roma. Jemaatnya terus bertambah. 

Di kemudian hari sampai hari ini, komunitas ini lebih dikenal dengan sebutan “Gereja”, dari kata Portugis, igrija, yang berakar dari kata Yunani, ecclesia (Qullais, dalam Bahasa Arab). Sebab kala itu, sejak Alexander menaklukkan dunia, antara satu peradaban dengan peradaban lainnya dihubungkan dengan bahasa Yunani (seperti Bahasa Inggris pada zaman sekarang).

Gereja bukan hanya sebuah bangunan. Gereja adalah komunitas iman Kristen yang diorganisasi. Ibnu Khaldun menjelaskan organisasi gereja sebagai berikut:

Pemimpin umat Kristen dan orang yang berkuasa atas lembaga-lembaga keagamaan Kristen disebut Petrus (Patriark). Dialah pemuka agama, dan wakil (khalifah) Nabi Isa Al-Masih di kalangan mereka. Dia mengirim duta dan wakil-wakilnya ke bangsa-bangsa Kristen yang jauh. Mereka disebut "uskup", yaitu duta Petrus. Orang yang memimpin sembahyang dan membuat ketentuan dalam masalah agama disebut "pastor". Sedangkan orang yang memencilkan diri dari masyarakat umum, dan berkhalwat untuk beribadah disebut "biarawan".

Daftar Bacaan

1 – Ibnu Katsir, Qishash al-Anbiya

2 – Marvin Perry, Peradaban Barat Vol. I

3 – Graham Fuller, A World Without Islam

4 – G. Van Schie, Manusia Segala Abad: Pencari Serta Pencipta Makna Hidupnya

5 – Moris Bucaille, Bible, Quran, dan Sains Modern

6 – Karen Armstrong, History of God

7 – Tim Lentera Hati, Kisah Nabi Isa

8 – Huston Smith, Agama-Agama Manusia

9 – Hasbullah Bakry, Perbandingan Agama

10. Ensiklopedia Perjanjian Baru

11. Philip Sherrad, Bizantium

12. Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal

13 – Syekh Kamal As-Sayyid, The Greatest Stories of Al-Qur’an

14 – O. Hashem, Keesaan Tuhan: Sebuah Pembahasan Ilmiah

15. Max Dimont, Yahudi, Tuhan dan Sejarah

16. Abdul Ahad Dawud, Muhammad in The Bible

17. Injil Barnabas

18. Karen Armstrong, Yerusalem

[BERSAMBUNG]

8 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.