Home » Sejarah Kalender Masehi
Kalender Masehi adalah sistem penanggalan yang digunakan secara luas di seluruh dunia. Kalender ini didasarkan pada sistem revolusi Matahari yang merupakan periode waktu untuk Matahari kembali ke posisi yang sama relatif terhadap bumi setiap tahunnya. Kalender Masehi memiliki 365 hari dalam setahun, dan setiap empat tahun tambahan satu hari pada bulan Februari sebagai tahun kabisat, untuk menjaga konsistensi dengan periode revolusi Matahari. Kalender Masehi digunakan sebagai standar internasional untuk penanggalan dan menjadi dasar bagi banyak sistem penanggalan lainnya.
Baca juga sebagai perbandingan: Kalender Hijriyah
Sejarah penggunaan kalender Masehi dimulai pada tahun 45 SM, ketika Julius Caesar memerintahkan penyusunan kalender baru untuk Romawi yang kemudian dikenal sebagai kalender Julian. Kalender Julian memiliki 365 hari dengan tambahan satu hari setiap empat tahun pada bulan Februari, yang kemudian dikenal sebagai tahun kabisat. Kalender Julian menjadi kalender yang paling umum digunakan di Eropa selama lebih dari 1.500 tahun.
Latar belakang penyusunan kalender Julian adalah masalah ketidakakuratan dalam penanggalan pada masa itu. Saat itu, penanggalan Romawi didasarkan pada kalender lunar, yang hanya memiliki 354 hari dalam setahun. Hal ini menyebabkan pergeseran penanggalan yang semakin jauh dari musim yang sebenarnya. Julius Caesar, sebagai pemimpin Romawi pada waktu itu, merasa penting untuk memperbaiki sistem penanggalan agar lebih akurat dan stabil.
Untuk membuat kalender baru, Julius Caesar memerintahkan para ahli astronomi untuk mempelajari sistem penanggalan yang telah ada dan mengembangkan solusi yang lebih akurat. Dengan bantuan astronom Sosigenes, Caesar menetapkan bahwa setiap tahun memiliki 365 hari, dengan tambahan satu hari setiap empat tahun pada bulan Februari. Cara ini kemudian dikenal sebagai tahun kabisat. Hal ini memperbaiki kekurangan sistem penanggalan sebelumnya dan membantu menjaga konsistensi dengan periode revolusi Matahari. Kalender Julian mulai digunakan pada tahun 45 SM dan digunakan secara luas selama lebih dari 1.500 tahun sebelum digantikan oleh kalender Gregorian pada abad ke-16.
Pada abad ke-16, kalender Julian dianggap tidak akurat karena ada perbedaan kecil antara lamanya tahun kalender dan lamanya tahun matahari sebenarnya. Pada tahun 1582, terdapat selisih waktu sekitar 10 hari antara musim semi di belahan utara dan musim semi di belahan selatan, dan hal ini berdampak buruk pada perhitungan tanggal perayaan Paskah. Maka, Paus Gregorius XIII memerintahkan pengembangan solusi yang lebih akurat dan stabil, sehingga menghasilkan kalender baru yang dikenal sebagai kalender Gregorian.
Untuk membuat kalender baru, Paus Gregorius XIII memerintahkan para ahli astronomi untuk mempelajari sistem penanggalan yang telah ada dan mengembangkan solusi yang lebih akurat. Dengan bantuan astronom Clavius, Gregorius menetapkan beberapa aturan baru, yaitu tahun kabisat hanya dimasukkan pada tahun yang habis dibagi 4, namun tidak habis dibagi 100, kecuali tahun yang habis dibagi 400. Selain itu, Paus Gregorius XIII juga memperbarui penanggalan liturgi Kristen dan menetapkan tanggal 4 Oktober 1582 sebagai tanggal berikutnya setelah tanggal 4 Oktober 1582, sehingga menghilangkan selisih 10 hari tersebut.
Oleh karena itu, Paus Gregorius XIII memerintahkan penyusunan kalender baru yang dikenal sebagai kalender Gregorian pada tahun 1582. Kalender Gregorian mempertahankan jumlah hari dalam setahun sebanyak 365, namun menghilangkan satu hari kabisat setiap 100 tahun, kecuali pada setiap 400 tahun.
Sebagian besar negara di Eropa mulai mengadopsi kalender Gregorian pada abad ke-18, sementara Inggris dan koloninya baru mengadopsinya pada tahun 1752. Kalender Gregorian kemudian diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia sebagai standar kalender internasional.
Penggunaan kalender Masehi kemudian berkembang menjadi sebuah sistem penanggalan global yang digunakan secara luas di seluruh dunia, baik oleh negara-negara yang mayoritas penduduknya Kristen maupun oleh negara-negara dengan mayoritas agama lainnya.
Berikut adalah sejarah nama-nama bulan dalam kalender Masehi beserta nama dewa yang digunakan:
Awalnya, bulan Sextilis adalah bulan keenam pada kalender Romawi kuno sebelum reformasi kalender Julius Caesar. Pada tahun 8 SM, kaisar Romawi Augustus memutuskan untuk memberi nama bulan Sextilis menjadi bulan Agustus untuk menghormati dirinya sendiri, karena bulan tersebut adalah bulan di mana dia memenangkan beberapa pertempuran penting. Sebagai tambahan, bulan Agustus juga memperoleh jumlah hari yang sama dengan bulan Juli (yaitu 31 hari), yang merupakan bulan yang diberi nama sesuai dengan Julius Caesar.
Namun, saat bulan Agustus ditambahkan ke kalender Julian, bulan Februari (yang pada saat itu hanya memiliki 28 hari) terbukti terlalu pendek untuk menampung hari-hari yang dibutuhkan untuk menjaga sinkronisasi kalender dengan siklus matahari. Untuk menyelesaikan masalah ini, pada tahun-tahun kabisat, satu hari ditambahkan ke bulan Februari sehingga bulan itu memiliki 29 hari. Karena penambahan hari ini, bulan Agustus tidak lagi memiliki jumlah hari yang sama dengan bulan September, Oktober, November, dan Desember (yang masing-masing memiliki 30 atau 31 hari).
Untuk menjaga agar bulan Agustus tetap memiliki jumlah hari yang sama dengan bulan Juli, maka pada abad ke-8, bulan September dipindahkan ke posisi ketujuh, bulan Oktober ke posisi kedelapan, bulan November ke posisi kesembilan, dan bulan Desember ke posisi kesepuluh. Dengan perubahan ini, bulan Agustus kembali memiliki jumlah hari yang sama dengan bulan Juli, dan bulan-bulan lainnya tetap memiliki jumlah hari yang sama seperti sebelumnya. Itulah sejarah perubahan nama dan jumlah hari dalam kalender Julian yang memengaruhi urutan bulan-bulan seperti yang kita kenal hari ini.
Nama-nama hari dalam kalender Masehi berasal dari bahasa Inggris Kuno dan juga bahasa Latin. Asal mula nama-nama hari ini berasal dari peradaban bangsa-bangsa Kuno, seperti bangsa Yunani, Romawi, dan Jermanik.
Hari Minggu (Sunday) berasal dari bahasa Inggris Kuno “Sunandæg”, yang berarti “hari matahari” atau “hari dewa Matahari“. Nama ini dipilih oleh bangsa Jermanik dan sering diasosiasikan dengan dewa matahari, seperti Apollo dalam mitologi Yunani dan Sol dalam mitologi Romawi.
Hari Senin (Monday) berasal dari bahasa Inggris Kuno “Monandæg”, yang berarti “hari bulan” atau “hari dewa Bulan“. Nama ini dipilih oleh bangsa Jermanik dan sering diasosiasikan dengan dewi bulan, seperti Luna dalam mitologi Romawi dan Artemis dalam mitologi Yunani.
Hari Selasa (Tuesday) berasal dari bahasa Inggris Kuno “Tiwesdæg”, yang mengacu pada dewa perang Jermanik, Tiwaz. Nama ini kemudian disesuaikan dengan dewa perang Yunani, Ares, dan dewa perang Romawi, Mars.
Hari Rabu (Wednesday) berasal dari bahasa Inggris Kuno “Wodnesdæg”, yang mengacu pada dewa utama dalam mitologi Jermanik, Odin. Nama ini kemudian disesuaikan dengan dewa utama Yunani, Hermes, dan dewa utama Romawi, Merkurius.
Hari Kamis (Thursday) berasal dari bahasa Inggris Kuno “Þunresdæg”, yang mengacu pada dewa petir dan langit Jermanik, Thor. Nama ini kemudian disesuaikan dengan dewa petir Yunani, Zeus, dan dewa petir Romawi, Jupiter.
Hari Jumat (Friday) berasal dari bahasa Inggris Kuno “FrÄ«gedæg”, yang mengacu pada dewi kecantikan dan cinta Jermanik, Freyja. Nama ini kemudian disesuaikan dengan dewi kecantikan Yunani, Aphrodite, dan dewi kecantikan Romawi, Venus.
Hari Sabtu (Saturday) berasal dari bahasa Inggris Kuno “Sæturnesdæg”, yang mengacu pada dewa pertanian Romawi, Saturnus.
Kesimpulannya, kalender Masehi digunakan secara luas di seluruh dunia sebagai sistem penanggalan resmi. Kalender ini berasal dari perubahan kalender Julian oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 untuk menyesuaikan sistem penanggalan dengan tahun matahari. Meskipun memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, kalender Masehi terus digunakan dan diakui sebagai sistem penanggalan yang akurat. Namun, saran saya adalah agar kita tetap mempelajari sejarah dan perkembangan kalender Masehi, serta mempertimbangkan penggunaan alternatif kalender lain yang mungkin lebih relevan dan efektif dalam konteks tertentu.
@ 2023 MisterArie. All right reserved.