Kahlil Gibran

Puisi Kahlil Gibran
(Bagian Pertama)

Biografi Singkat Kahlil Gibran

Kahlil Gibran adalah seorang penyair, filsuf, dan pelukis keturunan Libanon. Ia lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di Kota Bsherri, Libanon.

Ketika berusia dua belas tahun, Ibunya membawanya pindah ke Boston, Amerika Serikat. Akan tetapi, tiga tahun kemudian mereka kembali ke tanah air mereka di Libanon guna memperdalam pengetahuan Bahasa Arab.

Setelah ibunya meninggal, Gibran mempelajari seni melukis dan mengarang dengan beasiswa dari kakak perempuannya.

Pada masa selanjutnya, Gibran pindah ke Paris dan memperdalam pengetahuannya tentang kesenian. Lalu, ia pun kembali pindah ke Amerika dan kali ini menetap di New York City.

Gibran wafat pada usia 48 tahun, pada tanggal 10 April 1931 lalu dimakamkan di kota kelahirannya, Bsherri. 

Kini, lukisan-lukisan Gibran dipamerkan di kota-kota besar Amerika dan Eropa. Menurut Auguste Rodin, lukisan Gibran sebanding dengan lukisan William Blake.  

Baiklah, tanpa berpanjang kata, berikut ini adalah kutipan-kutipan puisi dari buku-buku Kahlil Gibran.

1. The Prophet (Sang Nabi, 1923)

Cinta

Pabila cinta memanggilmu, ikutilah dia walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah, serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sayap itu melukaikmu.

Dan jika dia berbicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan (Hal. 12).

Perkawinan

Berkasih-kasihanlah, namun jangan membelenggu cinta. Biarkan cinta itu bergerak senantiasa, bagaikan air hidup, yang lincah mengalir antara pantai kedua jiwa.

Saling isilah piala minumanmu, tapi jangan minum dari satu piala. Saling bagilah rotimu, tapi jangan makan dari pinggan yang sama

… tali rebana masing-masing punya hidup sendiri, walau lagu yang sama sedang menggetarkannya. Berikan hatimu namun jangan saling menguasakannya. Sebab, hanya tangan kehidupan yang akan mampu mencakupnya (Hal. 16).

Anak Keturunan

Anakmu bukan milikmu. Mereka putra-putri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri. Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau. Mereka ada padamu, tetapi bukan milikmu.

Berikan mereka kasih sayangmu tetapi jangan sodorkan fikiranmu. Sebab, pada mereka ada alam fikiran tersendiri.

Patut kau berikan rumah untuk raganya tetapi tidak untuk jiwanya. Sebab, jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam impian.

Kau boleh berusaha menyerupai mereka namun jangan membuat mereka mennyerupaimu. Sebab, kehidupan tidak pernah berjalan mundur. Pun, tidak tenggelam di masa lampau.

Kaulah busur dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur. Sang Pemanah maha tahu sasaran bidikan keabadian… (Hal. 18).

Pemberian

Bila kau memberi dari hartamu, tiadalah banyak pemberian itu. Bilau kau memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh arti. 

Sebab, apalah harta milik itu apabila bukan simpanan yang kau jaga buat persediaan hari kemudian. Dan hari kemudian mengandung janji apakah bagi dia, si anjing kikir, yang menimbun tulang-tulang di bawah pasir, dalam perjalanan ke kota suci, mengikuti musafir?

Dan bukankah ketakutan akan kemiskinan merupakan kemiskinan tersendiri? Ketakutan akan dahaga, sedangkan sumur masih penuh, bukankah dahaga yang tak mungkin terpuaskan?

Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak dan pemberian itu dilakukan demi ketenaran. Hasrat tersembunyi membuat tak murni dermanya.

Adapula yang memiliki sedikit dan memberikan segalanya. Merekalah yang percaya akan kehidupan dan anugerah kehidupan, dan peti mereka tiada pernah mengalami kekosongan.

Ada yang memberi dengan kegirangan di hati. Kegiranganlah yang menjadi anugerah pengganti. Ada yang memberi dengan kepedihan di hati, maka kepedihan menjadi air pensucian diri.

Dan ada yang memberi tanpa merasa sakit di dalamnya, tanpa mencari kegirangan dan pemberiannya, tanpa mengingat-ngingat kebaikannya. Mereka memberi sebagaimana di lembah sana, bunga-bunga menyebarkan wewangiannya ke udara.

Melalui mereka inilah Tuhan berbicara dan dari sinar lembut tatapan mata mereka Dia tersenyum kepada dunia.

Sungguh utama untuk memberi bila diminta, namun lebih utama lagi adalah memberi tanpa diminta, karena dorongan pengertian.

Dan bagi si pemurah, mencari siapa yang akan menerima adalah bahagia melebihi tindakan pemberiannya. Adakah sesuatu yang masih kau sembunyikan? Sekali waktu, segala yang kau punya akan terbagi jua.

Karena itu, berikanlah sekarang, selagi musim memberi belum lewat bagimu, dan belum beralih tangan pada pewarismu.

Seringkali engkau berkata, “Aku mau memberi tetapi hanya pada mereka yang patut menerimanya.”

Pohon-pohon di kebunmu tiada berkata demikian. Begitu pun ternak di padang rerumputan. Mereka memberi demi kelanjutan hidup sendiri. Sebab menahan pemberian berarti mati.”

Pastilah, siapapun yang patut menerima hari siang dan hari malam, patut pula menerima apapun darimu. Dan siapapun yang patut minum air samudra kehidupan, sepantasnya pula mengisi pialanya dari sungai kecilmu…