Dari sepuluh anak laki-laki Syaibah, anak bungsunya, Abdullah, mungkin yang paling terkenal. Kisahnya yang hampir disembelih demi suatu nadzar pasti telah beredar dari kabilah ke kabilah dan dari kafilah demi kafilah hingga semua orang Arab mendengarnya.
Ketika sudah mulai dewasa, seperti semua orang di sukunya, Abdullah pun menjadi pedagang. Lagi pula, memang, tidak banyak yang bisa tumbuh di tanah Makkah yang kering kerontang sehingga keberkahan lebih banyak datang dari usaha perdagangan. Kebanyakan penduduk Makkah akhirnya menjadi pedagang.
Setelah pekerjaannya mulai mapan, sekarang tiba waktunya bagi Abdullah untuk menikah. Abdul Muthollib, mungkin, menyodorkan suatu nama wanita dari Bani Zuhroh yang telah lama bersekutu dengan kabilahnya. Nama wanita itu adalah Aminah, putri Wahab, cucu Abdu Manaf, cicit Zuhroh, saudara Qushoy sang pendiri kota Makkah. Ia adalah wanita terhormat.
Abdullah sendiri juga seorang lelaki terhormat, nasabnya bertemu dengan nasab Aminah, mereka sama-sama keturunan Kilab, ayah kandung Qushoy dan Zuhroh.
Tetapi, berbeda dari Aminah, Abdullah berasal dari kabilah yang lebih terpandang. Ayahnya, Syaibah yang dipanggil “Abdul Muthollib” telah menemukan dan menggali sumur zamzam; kakeknya, Hasyim merintis perdagangan kaum Quraisy ke tanah Syam di musim panas dan ke tanah Yaman di musim dingin; buyutnya, Abdu Manaf paling dihormati orang pada masanya.
Pada akhirnya, Abdullah pun menerima usulan ayahnya untuk menikahi Aminah. Lalu, rombongan Bani Hasyim berangkat menuju Bani Zuhroh yang bermukim tidak jauh dari pemukiman mereka.
Setelah sampai di Bani Zuhroh dan kedua keluarga besar duduk bersama, Abdul Muthollib menyampaikan bahwa ia ingin melamar dua orang wanita dari Bani Zuhroh, yaitu Aminah dan sepupunya, Halah. Aminah untuk putranya, Abdullah, dan Halah untuk dirinya sendiri.
Aminah adalah putri Wahab, ketua kabilah Bani Zuhroh yang sudah meninggal. Sekarang, ia diasuh oleh pamannya, ayahnya Halah, yang bernama Wuhaib, yang kini bertindak sebagai ketua kabilah.
Kemudian, Wuhaib menerima lamaran ini, lalu Bani Hasyim pun kembali ke pemukimannya.
Lalu, pada hari yang telah ditentukan, rombongan Bani Hasyim datang kembali ke pemukiman Bani zuhroh. Iring-iringan mereka pasti cukup menarik perhatian suku-suku yang dilewati. Acara pernikahan pun berlangsung selama beberapa hari.
Setelah acara pernikahan usai, Abdul Muthollib pun pamit dan mereka kembali ke pemukiman Bani Hasyim dengan membawa dua orang wanita penting bagi sejarah Islam.
Halah, yang dinikahi Abdul Muthollib, tak lama nanti akan melahirkan ‘Abbas, paman Nabi Muhammad. Kelak keturunan Abbas itu, Bani ‘Abbas, akan mendirikan sebuah dinasti Arab-Islam yang wilayah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai India dan mengharumkan nama Islam dengan peradabannya yang maju.
Lalu, tiga tahun setelah Halah melahirkan ‘Abbas, Aminah, yang dinikahi Abdullah, pun melahirkan bayi yang diberinama “Muhammad”, yang kelak akan menjadi nabi, utusan Allah terakhir bagi umat manusia. [MisterArie]
Sumber Bacaan
Ibnu Ishaq, Sirah Nabawiyah
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Ar-Rohiqul Makhtum
Martin Lings, Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik
Quraish Shihab, Sirah Nabi Muhammad Saw