Kelas Digital MisterArie adalah website belajar online terbaik dan terpercaya dalam menyediakan bagi kalian referensi, pengayaan dan bimbingan belajar.
Facebook
WhatsApp
Email
Penyakit-Penyakit Hati dan Obatnya Yang Paling Mujarab
Table of Contents
Mengapa Mempelajari Penyakit Hati Penting?
Setiap amal perbuatan kita dihitung dan dinilai berdasarkan niatnya. Tidak ada gunanya kita shalat selama seribu tahun, atau berakhlak baik kepada keluarga, teman dan tetangga, jika tidak mempersembahkan ibadah dan semua kebaikan itu untuk Allah.
Hal tersebut bisa saja kita alami jika kita memiliki penyakit hati. Penyakit hati merupakan penghalang yang serius antara amal shaleh kita dan Allah.
Banyak cerita dari Hadits tentang orang yang memiliki penyakit hati sehingga amal sholehnya tidak diterima di akhirat. Marilah kita ikuti ceritanya melalui hadits berikut:
Kasus 1: Gara-Gara Riya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Kasus 2: Gara-Gara Riya
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ
Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.
Kasus 3: Gara-Gara Riya
وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ. رواه مسلم (1905) وغيره
Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR. Muslim dan An-Nasa’i)
Kesimpulan
Penting bagi kita untuk mengenal apa saja macam-macam penyakit hati. Kita perlu mempelajarinya dengan tujuan agar dapat menghindarinya, atau jika kita mengalami dan merasakannya telah terdapat di dalam diri kita, agar kita dapat segera mengobatinya.
Nah, sebelum kita melangkah lebih jauh dalam membahas penyakit hati, marilah terlebih dahulu kita memahami apa itu hati? Apakah perbedaan hati dengan roh, atau dengan jiwa?
Jiwa Yang Suci dan Jiwa yang Tercemar
Sebelum ditiupkan ruh pada jasad bayi kita, kita hanyalah jasad atau badan. Tetapi pada usia 120 hari/ 4 bulan, Allah meniupkan ruh ke dalam diri kita. Ruh itu adalah diri kita yang sebenarnya. Setelah ruh bersatu dengan jasad, maka ruh disebut Allah dengan istilah “jiwa” (nafs).
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ ثُمَّ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. Kemudian, kepada Kami-lah kalian akan dikembalikan” (QS. Al-Ankabut: 57)
Jiwa Yang Suci
Sejak masih di alam ruh, sebenarnya kita sudah beriman (Lihat QS. Al-A’raf: 127) sehingga kita memiliki potensi untuk mencari dan mengenal Tuhan kita. Kita akan merasa gelisah tatkala berbuat dosa dan salah, karena pada dasarnya, jiwa kita baik, fitrah kita beriman. Manusia adalah makhluk yang rabbani (berketuhanan). Jiwa yang suci ini disebut dengan “Jiwa yang tenang ” (An-Nafsul Muthma’innah).
اَلْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَاْلإِثْمُ مَا لَـمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلاَ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ
“Kebajikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa yang membuat bimbang (ragu) hatimu dan engkau tidak suka dilihat (diketahui) oleh manusia” (HR. Muslim)
Jiwa Yang Tercemar
Selain memiliki potensi baik, kita juga memiliki potensi jahat. Ruh kita yang suci dan bersih, pada nyatanya harus dibungkus oleh jasad fisik yang harus selalu tamak akan makanan dan minuman, pragmatis, cenderung menghindari kesusahan dan hanya menginginkan kenikmatan, dan egois, tega menyikut saudara sendiri demi keuntungan pribadi.
Oleh karena melihat sisi gelap ini, banyak di antara filsuf yang mengatakan bahwa hakikat manusia adalah seperti binatang, jahat, dan kejam. Thomas Hobbes pun berpendapat bahwa manusia adalah homo homini lupus, “serigala bagi manusia lainnya”.
۞ اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ ١٩ اِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًاۙ ٢٠ وَّاِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًاۙ ٢١
Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa keburukan (kesusahan), ia berkeluh kesah. Apabila mendapat kebaikan (harta), ia amat kikir (QS. Al-Ma’arij: 19-21)
Kedua potensi ini merupakan daya yang saling tarik menarik di dalam diri manusia. Pendidikan, pengajian, dan siraman ruhani merupakan sarana yang sangat dibutuhkan untuk menyadarkan manusia agar berusaha mengendalikan potensi gelap di dalam dirinya.
Imam Syafi’i pernah berujar, “tidak ada orang muslim yang begitu taatnya sampai tidak pernah berbuat maksiat. Tidak ada pula orang pendosa yang begitu sering berbuat dosa sampai tidak pernah berbuat baik.”
Dalam hadits nabi saw, kita pernah mendengar orang saleh yang terjatuh pada perbuatan dosa, tahukah kalian Kisah tentang Juraij? Ada pula orang pendosa yang pernah membunuh 99 manusia lalu masuk surga.
Kalbu/ Hati
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Imam Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Selain adanya ruh dan jasad, Allah juga memberikan untuk kita hati, yang disebut “qalbu” atau “Kalbu”.
Kalbu bukan organ jantung fisik manusia; kalbu adalah lapisan bening yang menyelimuti ruh atau jiwa suci kita. Kalbu kita mempunyai fungsi “menilai” mana benar dan mana salah. Akan tetapi, alat ukur penilaiannya dibentuk oleh pengalaman dan pendidikan orang tua atau lingkungan.
“Maka apakah mereka tidak berjalan dimuka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada” (Q.S. Al-Hajj :46)
Kalbu yang merupakan “organ spiritual” akan mengkonversi setiap tindakan kita menjadi input batiniyah: rasa bahagia atau rasa sedih.
Noda Hati
Jika kita melakukan tindakan-tindakan kebaikan, beribadah, berdzikir, maka hati kita akan bening seperti sedia kala. Tetapi jika kita menipu, mengejek, berbohong, singkatnya berbuat dosa, maka bertambahlah satu noda hitam di atas hamparan bening kalbu kita.
Semakin banyak dosa menyebabkan semakin banyak noda yang menutupi kalbu kita, hingga pada akhirnya, tiada yang tampak dari kalbu kita kecuali kegelapan yang sangat pekat. Kalbu yang demikian ini sudah tidak lagi dapat menerima kebenaran, sudah sakit, sekarat, bahkan ada yang mati tak tertolong lagi.
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat; niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa; niscaya noda-noda itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup yang difirmankan Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka” (QS. Al-Muthaffifin: 14). (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi).
Surga Hanya Untuk Orang-Orang dengan Hati Bersih
عَنْ أبي هُريْرة عَبْدِ الرَّحْمن بْنِ صخْرٍ رضي الله عنه قَالَ: قالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وأعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah ﷻ tidak melihat kepada keadaan badan-badan kalian, ataupun kepada wajah-wajah kalian. Melainkan Allah ﷻ melihat kepada hati-hati dan seluruh amalan kalian.” HR. Imam Muslim.
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَّلاَ بَنُوْنَ اِلاَّ مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
Artinya: “(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’aro: 88-89)
Hati kita dapat disebut selamat, bersih, dan suci, tatkala kita mampu mengendalikan diri dari potensi jahat di dalam diri kita. Bagaimana kita mengendalikannya? Tak lain adalah dengan menanamkan rasa takut kepada siksa neraka, menumbuhkan rasa cinta kepada Allah seraya berharap akan mendapatkan surga-Nya.
Enam Penyakit Hati
1. Riya (Pamer)
Riya merupakan salah satu perbuatan tercela dalam Islam. Orang yang melakukan riya umumnya melakukan amal soleh bukan karena Allah SWT.
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya”. [HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id al Khudri. Hadits ini hasan-Shahih at Targhib wat Tarhib, no. 30]
2. Hasad (Iri/ Dengki)
Hasad adalah memiliki keinginan agar kenikmatan milik orang lain hilang dari dirinya. Kenikmatan tersebut bisa berarti dalam hal apapun, termasuk urusan agama dan dunia. Kecintaan yang terlalu berlebihan terhadap kekuasaan juga dapat memicu perasaan hasad.
Hasad bisa tumbuh dalam hati jika kita memiliki permusuhan, atau menganggap diri kita lebih tinggi dari orang lain, lebih mampu lebih pintar dan lebih pantas.
Berikut ini beberapa perilaku yang biasanya tumbuh dari perasaan hasad:
- Kesal saat melihat orang mendapatkan rezeki lebih atau prestasi tertentu
- Memberitahukan kesalahan pihak tertentu di ruang publik
- Tidak terima jika pihak lain menerima pujian karena kinerjanya lebih baik
- Sering mencari-cari kesalahan orang lain
- Menuduh kenikmatan yang didapat orang lain didapat dengan cara yang tidak benar
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّرُ الْحَطَبَ
Artinya: “Jagalah dirimu dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan. Sebagaimana api memakan kayu bakar,” (HR. Abu Daud No. 4257 dari Abu Hurairah)
عُصِيَ اللهُ بِهِ فِي السَّمَاءِ الْحَسَدُ وَأَوَّلُ ذَنْبٍ عُصِيَ اللهُ بِهِ فِي الأَرْضِ الْحَسَدُ
Artinya: “Dosa yang pertama kali terjadi di langit adalah hasad (hasadnya iblis kepada Adam). Demikian pula dosa yang pertama kali terjadi di bumi adalah hasad (hasad yang mendorong salah seorang anak Nabi Adam membunuh saudaranya).” (Tafsir al-Qurthubi, 20/259)
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Artinya: “Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
3. Ujub
Ujub adalah perasaan yang menilai diri sendiri lebih tinggi dibanding orang lain. Suatu saat, pernah ditanyakan kepada Aisyah radliyallahu anha siapakah orang yang terkena ujub, beliau menjawab: “Bila ia memandang bahwa ia telah menjadi orang yang baik” (Syarah Jami As Shoghier).
Bagaimana bila disertai dengan menganggap remeh orang lain? Inilah kesombongan.
لَوْ لَمْ تَكُوْنُوا تُذْنِبُوْنَ خَشِيْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ الْعُجْبَ الْعُجْبَ
“Jika kalian tidak berdosa maka aku takut kalian ditimpa dengan perkara yang lebih besar darinya (yaitu) ujub ! ujub !” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 6868, hadits ini dinyatakan oleh Al-Munaawi bahwasanya isnadnya jayyid (baik) dalam at-Taisiir, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no 5303).
4. Takabbur (Sombong)
Takabur adalah perasaan yang menilai diri sendiri lebih tinggi dibanding orang lain. Buruknya, kita merendahkan orang lain. Allah membenci orang yang takabbur, seperti Iblis yang menolak bersujud kepada Adam seraya berkata: “Aku lebih baik daripada dia! Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia hanya dari tanah“.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ ١٨
Artinya: “Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.” (QS. Lukman 18)
5 Ghodhob (Marah)
Sifat ini dimiliki seseorang yang sulit mengontrol emosinya sehingga nalarnya tidak dapat berfungsi dengan baik. Bukan hanya dibenci oleh sesama manusia, sifat pemarah juga amat dibenci Allah SWT.
فإذا الغضبُ يجمَعُ الشَّرَّ كلَّه
“Marah adalah awal segala keburukan.” (Muttafaq Alaih)
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR Ahmad)
6. Ghibah
Sifat ini dimiliki seseorang yang sulit mengontrol emosinya sehingga nalarnya tidak dapat berfungsi dengan baik. Bukan hanya dibenci oleh sesama manusia, sifat pemarah juga amat dibenci Allah SWT.
-يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ۬ -١٢
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Janganlah kamu sekalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sekalian berghibah( menggunjing) satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu sekalian yang suka makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang.” [QS: 49 (al Hujurat) ayat 12.]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya: “Tahukah kamu, apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ‘ Beliau berkata: ‘Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.’(HR. Bukhari dan Muslim)
Obat untuk Penyakit Hati
Semua penyakit hati di atas dapat menjadi penghalang bagi kita untuk masuk surga. Sebagai contoh, hasad dapat menghanguskan amal saleh yang pernah kita perbuat.
Jika tangan atau kaki kita terluka, maka tidak akan sulit bagi kita mengobatinya karena luka tersebut ada di luar dan tampak oleh mata. Tetapi penyakit hati tidak dapat kita pandang dengan mata, hanya dapat kita deteksi dan kita rasakan dengan metode introspeksi diri, muhasabah (evaluasi) diri.
Lalu, perlahan-lahan, kita dapat mengikisnya dengan beberapa amalan yang diformulasikan oleh Syekh Ibrahim Al-Khawash berikut:
ومن كلامه أيضا دواء القلب خمسة أشياء: قراءة القرآن بالتدبر، وخلاء البطن، وقيام الليل؛ والتضرع عند السَحر، ومجالسة الصالحين ذكره القشيري في الرسالة
Artinya, “Salah satu ucapannya (Ibrahim Al-Khawash adalah, ‘Obat hati terdiri atas lima perkara, (1) membaca Al-Quran disertai perenungan, (2) mengatur pola makan agar perut tidak kenyang (bisa puasa atau cara lain), (3) bangun malam (tahajud, zikir, atau amal lainnya), (4) merendahkan diri di hadapan Allah pada akhir malam, (5) bergaul dengan orang-orang saleh.’ Hal ini disebutkan dalam Ar-Risalatul Qusyairiyah.”
Join Komunitas Kelas Digital MisterArie