Home » Panduan Lengkap Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah zakat yang mulai wajib dikeluarkan oleh setiap muslim pada saat maghrib di hari terakhir bulan Ramadan hingga sebelum pelaksanaan shalat hari raya Idul Fitri.
Dikenal dengan sebutan zakat al-Fitr atau Sadaqah al-Fitr, zakat ini kita tunaikan dengan mengeluarkan makanan pokok yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat setempat, seperti beras, gandum, atau kurma dengan ukuran satu sha’/4 mud (sekitar 2,5 kg) per-orang.
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Id.” (HR. Bukhari, no. 1503 dan Muslim, no. 984)
Sempitnya waktu pembayaran zakat tersebut mesti menjadi perhatian kita agar tidak melalaikannya. Sebab, jika waktu tersebut terlewati, maka zakat yang kita keluarkan hanya akan dianggap sebagai sedekah biasa, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud, no. 1609 dan Ibnu Majah, no. 1827).
Tujuan Zakat Fitrah
Zakat fitrah termasuk ke dalam ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal dan horizontal atau spiritual dan sosial. Bagaimanakah penjelasannya?
Pada dasarnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits di awal, zakat fitrah wajib bagi setiap muslim, merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, besar atau kecil. Namun, lebih rinci lagi adalah sebagai berikut:
Mukallaf tersebut menanggung juga zakat fitrah bagi orang-orang yang ia nafkahi, yaitu istrinya, anaknya (yang belum mampu mencari nafkah sendiri), ayahnya, ibunya, dan pembantunya. Namun, janin yang masih di dalam rahim belum wajib dikeluarkan zakatnya hingga ia lahir.
Sekarang, umpamanya, kita sudah siap membayar zakat. Lalu, apakah kita harus mendatangi langsung orang yang berhak menerima zakat? Ataukah harus menyalurkannya lewat panitia zakat yang biasanya terdapat di masjid-masjid?
Untuk menjawab hal tersebut, kita perlu mengetahui terlebih dahulu bahwa zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah di Madinah. Kala itu, Rasulullah mengutus lebih dari 25 orang ke seluruh pelosok untuk mengumpulkan zakat. Mereka disebut amil zakat. Sunnah ini menjadi dasar bagi para ulama untuk menetapkan kriteria Amil Zakat.
Dalam kitab Fathul Qarib karya Ibnu Qasil al-Gazi dijelaskan, bahwa Amil adalah orang yang ditunjuk atau ditugaskan pemerintah (Imam) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada para mustahik zakat. Dengan demikian, ada kriteria “ditunjuk oleh pemerintah” sebagai syarat Amil Zakat.
Oleh karena itu, menurut UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14 Tahun 2014 pasal 1 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, yang disebut Amil Zakat adalah tiga lembaga:
Kita dapat menyerahkan zakat fitrah kepada lembaga-lembaga tersebut, sebagaimana kaum muslimin pada zaman dahulu membayar zakat kepada para pengelola zakat yang ditunjuk oleh pemerintah.
Namun demikian, kita tetap diperbolehkan untuk menyerahkan zakat kita kepada panitia-panitia zakat non-pemerintah (yang tidak mendapatkan SK penugasan dari pemerintah) di masjid atau sekolah (dengan syarat panitia tersebut amanah dan bertanggung-jawab).
Kelebihan dari penyaluran kepada panitia zakat adalah kemudahannya karena mereka biasanya ada dekat di lingkungan kita, di masjid-masjid tempat kita biasa shalat atau di sekolah tempat anak-anak kita belajar. Panitia-panitia tersebut akan menerima dan mendistribusikan zakat fitrah kita kepada orang-orang yang tepat sasaran.
Ada perbedaan pendapat tentang kebolehan menyerahkan zakat langsung kepada mustahik. Menurut sebagian ulama Syafi’i, menyerahkan zakat secara langsung adalah lebih utama karena seorang muzakki akan merasa lebih yakin bahwa zakatnya diterima oleh orang yang tepat.
Namun, menurut Prof. Didin Hafiduddin, ada lima hal yang menunjukkan bahwa zakat lewat amil atau panitia zakat lebih baik,
Pada dasarnya, orang-orang yang berhak menerima zakat dicantumkan kriterianya di dalam Al-Quran,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ
“Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 60)
Delapan golongan tersebut berhak menerima semua jenis zakat, baik zakat harta atau zakat fitrah. Ini adalah pandangan mayoritas.
Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fitrah hanya diwajibkan bagi dua golongan: fakir dan miskin saja. Ulama ini berpijak pada hadits dari Ibnu Abbas berikut,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Rasulullah mewajibkan zakat fithri untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan perkataan kotor, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat (hari raya), maka zakatnya diterima (sah, pen.). Barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat (hari raya), maka hanya termasuk sedekah dari sedekah-sedekah biasa.” (HR. Abu Dawud no. 1609, hadits hasan)
Berdasarkan hadits tersebut, tujuan zakat fitrah adalah (1) untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia selama berpuasa, dan (2) untuk memberi makan orang-orang miskin.
Pada dasarnya, kita dilarang untuk memberikan zakat kepada keluarga yang kita nafkahi, meskipun mereka adalah mustahiq zakat. Namun, kita diperbolehkan untuk memberikan zakat kita kepada saudara kandung, bibi, paman, anak atau orang tua yang sudah tidak wajib dinafkahi dan para kerabat yang lain.
Demikianlah panduang lengkap zakat fitrah, sebuah kewajiban syari’at yang memiliki dampak sosial sekaligus spiritual. Dengan zakat fitrah, kita membantu kaum fakir dan miskin untuk dapat bergembira di hari raya, selain itu, kita juga akan terlatih untuk berbagi dan sehingga terhindar dari sifat kikir dan bakhil. Hal ini tentu saja dapat mensucikan jiwa kita, sebagaimana Allah katakan,
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. At-Taubah: 103)
@ 2023 MisterArie. All right reserved.