Tiga Cara Rasulullah dalam Mendidik

Pendidikan adalah jantung sebuah peradaban. Peradaban tegak selama pendidikan diperhatikan. China tegak selama beribu-ribu tahun karena pendidikan kepatuhan, derajat guru di China hanya sedikit berada di bawah derajat seorang ayah.

 

Bani Israel yang sangat kecil, dapat tegak selama ribuan tahun sampai detik ini karena literasi dan pemikiran, Yunani tegak karena pendidikan filsafat, di Athena ataupun Alexandria, Imperium Islam pun, dahulu, tegak karena pendidikan di halaqoh-halaqoh dan zawiyah-zawiyah, bahkan diskusi di tengah jalanan. Dan sekarang, peradaban Barat, yang mengontrol lalu lintas informasi dan pengetahuan, juga tegaknya karena sistem pendidikan.

 

Akan tetapi pendidikan tanpa lurusnya keimanan akan menjadi bom waktu bagi peradaban. Peradaban boleh tegak dengan pendidikan tetapi seketika akan runtuh jika tersesat dalam keimanan. Peradaban pada masa Nabi Nuh—yang disebut Dr. Syalabi sebagai peradaban kedua manusia—runtuh karena keimanan yang salah, Kaum ‘Ad dan Tsamud runtuh karena sesat keimanan. Peradaban Yunani, Persia ataupun Roma, pun runtuh karena alasan yang sama.

 

وَاِنْ مِّنْ قَرْيَةٍ اِلَّا نَحْنُ مُهْلِكُوْهَا قَبْلَ يَوْمِ الْقِيٰمَةِ اَوْ مُعَذِّبُوْهَا عَذَابًا شَدِيْدًاۗ كَانَ ذٰلِكَ فىِ الْكِتٰبِ مَسْطُوْرًا

 

Dan tidak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari Kiamat atau Kami siksa (penduduknya) dengan siksa yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Lauh Mahfuzh).

 

Oleh karena itu, sekarang, penting bagi manusia untuk melaksanakan pendidikan keimanan, pendidikan keIslaman, pendidikan yang mengajak manusia untuk beriman dan taat kepada Tuhan.

 

Di Indonesia sendiri telah berdiri sekolah-sekolah Islam, baik negeri maupun swasta, tak kurang dari 47.000 sekolah. Belum lagi pendidikan di masjid-masjid, di rumah-rumah ataupun pengajian.

 

Dalam mendidik, penting bagi seorang guru untuk memperhatikan cara atau metode. Walaupun materi yang disampaikan benar dan berharga, tetapi jika disampaikan dengan cara yang tidak tepat, maka penyampaian tersebut boleh jadi akan sia-sia. Hal ini seperti maksud sebuah adagium pendidikan yang berbunyi:

 

اَلطَّرِيْقَةُ أَهَمُّ مِنَ الْمَادَّةِ

Cara itu lebih penting daripada pelajarannya.

 

Belajar cara mendidik dapat dilakukan dengan menelusuri internet atau mengambil studi formal di perguruan tinggi. Akan tetapi, dapat pula dilakukan dengan menelusuri kitab-kitab hadits yang menceritakan bagaimana Rasulullah mendidik.

 

Cara Pertama: Rasulullah mendidik dengan adil.

 

Perlakuan yang adil dapat menumbuhkan kepercayaan pada peserta didik terhadap gurunya. Rasulullah pernah mengatakan,

 

إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوْ إِذَا أَسْرَقَ فِيْهِمُ الشَّرِيْفُ تَرَكُوْهُ وَ إِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الضَّعِيْفُ أَقَامُوْا عَلَيْهِمُ الْحَدَّ. وَ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتُ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah perilaku tidak adil. Jika ada kaum elit mencuri maka itu dibiarkan, tetapi jika ada orang miskin mencuri maka barulah hukum ditegakkan. Hukum tumpul ke atas tetapi tegak ke bawah. Demi Allah, seandainya putriku sendiri, Fatimah, kalau dia mencuri akan kupotong tangannya”

 

Pelajaran yang dapat diambil, seorang guru harus menegakkan disiplin dengan adil sehingga akan terbangun pada peserta didik suatu sense of justice, rasa keadilan.

 

Cara Kedua: Rasulullah mendidik dengan sabar

 

Kesabaran adalah buah yang tumbuh dari pohon kasih sayang. Sayang merupakan pangkal sabar. Ada sebuah contoh kesabaran dari kisah ketika Rasulullah berdakwah ke Tha’if.

 

Dahulu kala, saat berdakwah di Makkah, Rasulullah mengalami penolakan dan penindasan. Para pengikutnya pun disiksa. Beliau sendiri tidak diganggu karena dilindungi pamannya yang merupakan salah satu pembesar Quraisy.

 

Akan tetapi, setelah Abu Thalib wafat dan juga Khadijah sehingga tidak ada lagi pelindung bagi Rasulullah untuk berdakawah di Makkah, Rasulullah pun pergi ke Tha’if beliau mencari harapan, tetapi di sana beliau menerima cacian, dilempari dengan batu-batuan di sepanjang jalan, darah mengucur peluh mengalir kepanasan.

 

Di saat itu, Allah mengutus seorang malaikat penjaga gunung. Sang malaikat berkata kepada nabi:

 

يَـا رَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ اللهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمـِكَ لَكَ، وَ اَنــَامَلَكُ اْلجـِبَالِ وَ قَدْ بَعَـثَـنِى رَبـُّكَ لـِتَأْمُرَنــِى بِاَمْرِكَ فَمَا شِئْتَ؟ اِنْ شِئْتَ اَنْ اُطْبِقَ عَلَـيْهِمُ اْلاَخْشَـبَـيْنِ فَعَلْتُ.

“Ya Rasulullah ! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu, dan aku inilah Malaikat penjaga gunung. Sesungguhnya Tuhanmu telah mengutusku untuk datang kepadamu, supaya engkau perintahkan kepadaku tentang urusanmu, apa yang kau kehendaki? Jika engkau mau supaya aku menghimpitkan kedua gunung yang besar ini kepada bangsa Tha’if. Agar mereka binasa.

 

Tetapi, apa kata Rasulullah?

 

لاَ. بَلْ اَرْجُوْ اَنْ يُخـْرِجَ اللهُ مِنْ اَصْلاَبِـهِمْ مَنْ يَـعْبُدُ اللهَ وَ لاَ يُـشْرِكُ بِـهِ شَيـْئًا.

“Tidak! Bahkan saya mengharap, mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari keturunan mereka itu orang yang menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.

 

Kemudian beliau malah mendoakan mereka:

اَللّـهُمَّ اهْدِ قَوْمـِى فَـاِنَّـهُمْ لاَ يَـعْلَمُوْنَ.

“Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti”.

 

Inilah contoh pendidik yang sabar. Betapa sering orang tua kehilangan kesabaran kepada anak karena sulitnya anak mendengarkan ataupun memperhatikan. Betapa penting bagi seorang guru untuk mempunyai kasih sayang sehingga tumbuh kesabaran dalam mendidik.

 

Cara Ketiga: Rasulullah mendidik dengan suri tauladan

 

Rasulullah melaksanakan apa yang beliau katakan. Beliau mengajarkan “jangan marah”, dan beliau mempraktikkan kata-katanya dalam kehidupan.

 

Pada suatu ketika Rasulullah sedang berjalan bersama pembantunya, Anas bin Malik. Waktu itu selembar selimut najran menutupi lebih dan punggung rasulullah. Tiba-tiba seorang Arab badui datang, menarik selimut itu dengan keras sampai permukaan leher rasulullah terluka. Orang itu berkata:

 

يامُحَمَّدٌ مُرْ لِى مِنْ مَالِ اللهِ الَّذِى عِنْدَكَ

Wahai Muhammad, perintahkanlah agar diberikan untukku sebagian dari harta Allah yang ada padamu!

 

Kala itu beliau tidak marah ataupun murka. Beliau mengatakan:

 

فَالْتَفَتَ  إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ بِعَطَاءٍ

Beliau menengok ke arah badui itu dan tersenyum kemudian memerintahkan agar badui itu diberi uang.

 

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah di atas, bukan hanya belajar sabar dan menahan marah, tetapi, baik orang tua maupun guru, hendaknya melakukan apa yang mereka ucapkan. Karena peserta didik akan mencontoh apa yang dilakukan oleh guru.