Kelas Digital MisterArie adalah website belajar online terbaik dan terpercaya dalam menyediakan bagi kalian referensi, pengayaan dan bimbingan belajar.
Home » Memahami Kandungan Al-Quran Surat At-Tin
Surat At-Tin yang berada pada urutan ke-95 dari 114 surat Al-Quran merupakan salah satu surat yang tergolong Surat Makkiyyah.
Merujuk kepada kitab-kitab Ulumul Qur’an, surat yang tergolong Makkiyyah merupakan surat yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah ke Yatsrib/ Madinah atau disebut juga surat yang turun tatkala Nabi saw. masih bermukim di Makkah.
Surat “At-Tin” berarti “Buah tin”, salah satu buah yang tumbuh di negeri-negeri Arab.
Dalam Al-Quran kita akan menjumpai ayat-ayat Allah bersumpah. Dalam Ulumul Quran, sumpah disebut qasam (قسم).
Menurut Az-Zarkasyi, sumpah dengan menggunakan nama-nama makhluk (seperti Buah Tin atau Buah Zaitun) hanya boleh dilakukan oleh Allah, tidak boleh bagi kita. Tatkala Allah menyebutkan “Demi buah Tin”, ada mudhof yang dihilangkan sehingga kalimat sempurnanya berbunyi و ربّ الطين (demi Tuhan Pencipta Buah Tin). Wallohu a’lam.
Pada surat At-Tin ini, kata/ kalimat (shighah) yang digunakan untuk bersumpah adalah huruf وَ (wa) pada awal ayat, cobalah nanti kalian perhatikan.
Adapun yang dijadikan sumpah (muqsam bih) adalah Buah Tin, Buah Zaitun, Gunung Sinai, dan Kota Makkah.
Terakhir, semua sumpah-sumpah Allah dalam surat ini, tujuan sumpahnya (جواب القسم) adalah hal-hal penting yang ingin Allah sampaikan kepada kita. Jika kalian tertarik, ayo kita baca ayat demi ayat pada bagian selanjutnya.
وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ ١
Artinya: Demi (buah) tin dan (buah) zaitun,
Mengapa Allah bersumpah dengan buah tin dan buah zaitun? Pertama, ada ulama yang berpendapat bahwa karena kedua buah tersebut banyak manfaatnya bagi manusia.
Coba Baca: Manfaat Buah Zaitun
Kedua, menurut Buya Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar, ayat pertama, kedua, dan ketiga dalam surat At-Tin sebenarnya merupakan sumpah Allah dengan nama tempat-tempat suci di mana para nabi Allah telah diutus.
Buah Tin dan Buah Zaitun yang merupakan berkah di bumi Palestina dan sekitarnya telah menjadi tempat lahir dan berjuangnya para Nabi Allah dari kalangan Bani Israil: Ya’qub, Yusuf, Ayub, dan lain-lain yang berujung pada Nabi Isa yang sangat fenomenal.
Nabi Isa
Nabi Isa berdakwah di negeri dengan berkah bukit zaitun dan buah tin. Sejak fase awal dari kehidupannya hingga fase akhirnya, Nabi Isa merupakan mukjizat. Ia lahir tanpa perantaraan ayah, bicara saat masih bayi, ia menyembuhkan berbagai penyakit, mengembalikan mata orang buta, hingga membangkitkan orang mati, dan pada usia sekitar 30 tahunan, Sanhedrin (Mahkamah Pendeta Yahudi) ingin mencelakai dirinya sehingga Allah pun mengangkatnya ke langit. Kelak ia akan turun lagi ke bumi pada akhir zaman.
Baca juga: Sejarah Agama Kristen
وَطُوْرِ سِيْنِيْنَۙ ٢
Artinya: demi gunung Sinai
Sebagai lanjutan dari ayat 1, pada ayat ini Allah bersumpah demi gunung Sinai. Inilah gunung tempat Nabi Musa berbicara dengan Allah dan menerima wahyu “10 perintah Tuhan”.
Nabi Musa
Nabi Musa sendiri merupakan keturunan Nabi Ya’qub melalui jalur Lewi bin Ya’qub.
Setelah Lewi dan 11 saudaranya hijrah ke Negeri Mesir atas undangan saudaranya, Nabi Yusuf, maka anak keturunan Nabi Ya’qub beralih menjadi penduduk Mesir. Malangnya, beberapa generasi setelah mereka, terjadi pergantian kekuasaan politik Mesir. Bani Israil yang berafiliasi dengan penguasa Mesir sebelumnya (Bangsa Hyksos) pun harus mengalami penderitaan perbudakan.
Nabi Musa adalah nabi yang diutus Allah untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan tersebut.
Setelah keluar dari Mesir, Nabi Musa membawa dua juta orang Israil untuk hijrah ke Tanah Kan’an yang dijanjikan. Tatkala mereka sampai di jazirah Sinai yang merupakan perbatasan antara Mesir dan Syam, Nabi Musa pun naik ke Gunung Sinai untuk menerima wahyu selama 40 hari.
Sayangnya, tatkala turun dari gunung tersebut, Musa mendapati Bani Israil sedang menari mengelilingi sebuah patung sapi emas yang biasa disembah oleh orang Mesir. Nabi Musa pun menghukum mereka dengan tegas.
وَهٰذَا الْبَلَدِ الْاَمِيْنِۙ ٣
Artinya: dan demi negeri (Makkah) yang aman ini
sebagai lanjutan dari dua ayat sebelumnya, di mana Allah telah bersumpah demi negerinya Nabi Isa dan tempat sucinya Nabi Musa, maka kini Allah bersumpah demi Kota Makkah, kota yang menjadi tempat kelahiran Nabi Muhammad saw.
Pada masa ribuan tahun sebelum Masehi, kota Makkah hanyalah tanah tandus. Tetapi, konon, di sana telah ada pondasi bangunan tua bekas Ka’bah yang pernah dibina oleh Nabi Adam dan menjadi tempat bagi Nabi Adam dan keturunannya untuk beribadah haji.
Namun, banjir besar (sailul arim) pada Masa Nabi Nuh telah menghancurkan rumah ibadah tertua itu sehingga Allah pun memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggikan kembali bangunannya pada sekitar 1800 sebelum Masehi.
Setelah Nabi Ibrahim merampungkan pembangunan Ka’bah bersama putranya, Nabi Isma’il, maka di kemudian hari, Nabi Isma’il dan keturunannya tinggal di sekitar rumah suci itu, memuliakannya dan memuliakan setiap orang yang datang berhaji mengunjunginya.
Tradisi haji ini terus berlangsung hingga zaman Nabi Muhammad (bahkan sampai kini). Kota Makkah yang tandus telah berubah menjadi negeri yang aman dari peperangan dan menjadi transit bagi para kafilah dagang yang lalu lalang dari utara serta selatan. Allah mengabulkan doa Nabi Ibrahim yang dipanjatkan ketika membangun Ka’bah: “Tuhanku, jadikanlah ini negeri yang aman, dan limpahkanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya yang beriman…” (QS. Al-Baqoroh: 126)
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ ٤
Artinya: sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
Ayat ke-4 ini merupakan informasi yang sebenarnya Allah hendak sampaikan setelah melakukan sumpah pada 3 ayat sebelumnya, bahwa:
ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سٰفِلِيْنَۙ ٥
Artinya: Kemudian, kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, ayat ini berarti bahwa manusia yang sempurna bentuknya itu akan mengalami kemunduran (regresi). Badannya yang tegap menjadi lemah, rambutnya memutih, kerutan demi kerutan memenuhi kulitnya, bahkan dalam cukup banyak kasus, manusia menjadi pikun. Hal ini seperti informasi dalam Surat Yasin, “Siapa yang kami panjangkan usianya, maka kami akan buat kemunduran pada tubuhnya”.
Namun demikian, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa ayat ini berarti bahwa manusia bersifat zalim sehingga ia berakhir di neraka.
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ ٦
Artinya: kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Maka, mereka akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya
Ayat keenam menunjukkan kepada kita bahwa manusia tidak akan berakhir di neraka jika mereka beriman dan mengerjakan kebaikan dalam hidup ini. Alih-alih dilempar ke jurang neraka, mereka akan mendapatkan surga di mana kenikmatan akan diberikan tiada henti di sana.
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّيْنِۗ ٧
Artinya: Maka, apa alasanmu (wahai orang kafir) mendustakan hari Pembalasan setelah (adanya bukti-bukti) itu?
Ayat ketujuh ini diharapkan sampai ke telinga orang-orang kafir yang mendustakan Allah dan Hari Akhir. Setelah mereka melihat dan mengamati dengan mata kepala sendiri bagaimana manusia hidup lalu menjadi tua dan mati, mestinya mereka menyadari bahwa hidup ini memiliki tujuan yang ditetapkan oleh Penciptanya.
Pada nyatanya, orang-orang kafir menolak otoritas Tuhan dalam kehidupan di dunia, menolak para nabi yang diutus, dan mendustakan adanya hari pembalasan. Mata mereka “buta”, telinga mereka “tuli”, mereka tidak dapat menerima kebenaran.
اَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَحْكَمِ الْحٰكِمِيْنَ ࣖ ٨
Artinya: Bukankah Allah hakim yang paling adil?
Ayat kedelapan ini hendak mengatakan kepada semua orang bahwa terserah kita ingin berbuat apapun di dunia ini, termasuk menganut agama apapun dan ajaran apapun, tetapi kelak setelah mati Allah akan mengadili kita dengan nilai yang telah diajarkan melalui para rasul-Nya.
Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, tatkala imam pada shalat jahr (shalat yang bacaannya dikeraskan) sampai pada penutup ayat ini, maka disunnahkan bagi makmum untuk membaca:
بَلَى وَ أَنَا عَلَى ذلِكَ مِنَ الشّاهِدِيْنَ
Artinya: Benar itu! dan saya pun atas hal itu ikut menjadi saksi (membenarkan)
Kelas Digital MisterArie adalah website belajar online terbaik dan terpercaya dalam menyediakan bagi kalian referensi, pengayaan dan bimbingan belajar.