misterarie baru

Learn, Unlearn and Relearn

alvin toffler

Era Informasi

Learn, unlearn, dan relearn adalah tiga kata yang menunjukkan konsep atau proses belajar. Ketiga kata ini menuntun kita bagaimana menyesuaikan diri dengan zaman dan informasi yang terus berubah, bahkan dalam hitungan detik.

Sebagaimana kita ketahui, zaman ini disebut era informasi karena teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang telah berkembang pesat menyodorkan kepada kita segala macam informasi. Segala informasi tersedia di google, youtube, instagram, dan kini, kita dapat bertanya apapun kepada Chat GPT atau Google Bard: semua jawaban ada di sana. Informasi dan ilmu begitu berlimpah sampai-sampai terkadang kita merasa bingung, terkecoh oleh hoaks, bahkan seringkali cemas hingga ada yang mengatakan, “terkadang tidak mengetahui itu lebih baik daripada mengetahui.”

Dampak pada Pendidikan

Akibat fenomena “berkelimpahan informasi” ini akhirnya pengertian belajar pun berubah lebih, di sekolah-sekolah seluruh dunia. Belajar bukan hanya soal membaca dan menulis, bukan hanya soal menghafal apa yang disodorkan dalam buku, tetapi juga soal “teknik berenang di lautan informasi”, dan soal “belanja di swalayan pengetahuan”.

Oleh karena perubahan itu, maka berubah pula paradigma pendidikan kita, dari paradigma “mencari ilmu” menjadi “memilah ilmu”, dari “mencari guru” menjadi “memilih guru”, dari teacher-centered menjadi student-centered. Guru, kini, diharapkan bukan lagi menjadi sumber informasi, tetapi sebagai fasilitator bagi siswa untuk mencari dan memilah informasi di media yang tersedia.

Lalu, bagaimanakah cara memilah informasi? Bagaimana cara “berenang di lautan informasi’? Maka, sebagai jawabannya, muncullah konsep learn, unlearn, dan relearn. Konsep ini mendesak kita untuk mempelajari hal-hal baru yang tentunya dapat kita pelajari melalui media yang tersedia. Kemudian, melupakan hal-hal yang sudah tidak relevan lagi atau kita fikir tidak benar, yang kita lakukan melalui proses critical thinking (Berfikir kritis), dan setelah itu, kita harus mempelajari kembali hal-hal yang lebih sesuai dan terbaru.

Learn, Unlearn, dan Relearn

Lalu, bagaimanakah konsep ini diterapkan? Apakah contohnya? Marilah kita ikuti dan pahami satu-persatu.

  1. Learn. Tahap ini adalah tahap di mana kita mempelajari hal-hal baru yang belum kita ketahui sebelumnya. Tahap ini berlangsung sepanjang hidup kita, mulai dari saat kita lahir hingga kita meninggal, manusia selalu learn, selalu belajar. Secara formal kita pergi ke sekolah, secara non-formal ke tempat kursus, atau secara informal belajar dari pengalaman. Kita belajar karena butuh, ilmu yang kita pelajari adalah “cahaya” yang menerangi jalan hidup kita. Tatkala seorang kawan non-muslim menyodorkan minuman memabukkan kepada kita, kita dapat menolaknya, karena kita tahu bahwa minuman tersebut haram untuk diminum. Namun, yang terpenting, dalam belajar, perlu bagi kita untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, motivasi, dan keterbukaan terhadap hal-hal baru. Jika kita merasa sudah tahu, sudah seperti gelas yang terisi penuh, maka bagaimana kita dapat menerima hal baru?
  2. Unlearn. Tahap ini adalah tahap di mana kita harus melupakan atau meninggalkan hal-hal yang sudah kita ketahui sebelumnya karena rupanya pengetahuan tersebut sudah tidak relevan, tidak benar, atau tidak berguna lagi. Tahap ini relatif sulit dilakukan oleh orang yang terikat atau mengikat diri sendiri dengan tradisi, kebiasaan, atau apapun yang bersifat emosional. Ketika Nabi Muhammad mengajak kaum musyrik di Makkah untuk meninggalkan berhalanya, sang nabi meminta mereka untuk melakukan unlearn. Lalu, orang-orang kafir itu menolak karena kata mereka, “inilah tradisi leluhur kami“. Di sini dibutuhkan rasionalitas, kesadaran, dan kepasrahan pada kebenaran, bukan pada kemapanan. Perlu keberanian untuk mengakui kesalahan dan kekurangan pada pengetahuan kita.
  3. Relearn. Tahap ini adalah tahap di mana kita perlu mempelajari kembali hal-hal yang sudah kita ketahui sebelumnya, tetapi dengan cara yang berbeda, dengan cara yang lebih baik, atau lebih sesuai dengan kondisi saat ini. Misalnya selama ini kita menjual suatu produk di toko, tetapi pada nyatanya, orang-orang sudah lebih banyak yang mencari produk tersebut secara online. Maka tentu sudah waktunya kita bagi kita untuk meng-unlearn hal-hal yang tidak relevan dari pengetahuan jual beli kita dan mulai relearn hal-hal baru yang kita butuhkan, misalnya bagaimana melakukan jual beli di toko online atau dengan digital marketting. Tahap relearn ini membutuhkan kreativitas, inovasi, dan kolaborasi terhadap hal-hal yang sudah kita pelajari. Tahap ini juga membutuhkan komitmen untuk terus belajar dan berkembang.

Konsep learn, unlearn, dan relearn ini pertama kali dicetuskan oleh Alvin Toffler, seorang penulis dan futuris, yang mengatakan bahwa “The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn”. Artinya, “orang-orang yang gagap literasi di abad ke-21 bukan mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang tidak bisa learn, unlearn, dan relearn.

Pernyataan Toffler tersebut menggambarkan betapa pentingnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman sekarang. Demikianlah penjelasan tentang learn, unlearn dan relearn. Konsep ini merupakan di antara pemikiran penting yang membangun paradigma pendidikan kita. 

Join Komunitas Kelas Digital MisterArie