misterarie baru

Kisah Nabi Ibrahim

By: MisterArie

Facebook
WhatsApp
makkah kuno

Babilonia

Setelah peristiwa Banjir Besar (Sailul Arim) pada zaman Nabi Nuh, generasi baru terbentuk dari putra-putra Nabi Nuh.

Dari Ham bin Nuh, lahir bangsa Afrika, darinya lahir Bangsa Mesir dan orang-orang berkulit gelap yang berpostur tubuh kecil. Dari Yafets bin Nuh, lahir bangsa Mongol dan orang-orang timur lain yang berkulit kuning dan sawo matang. Lalu, dari Sam, lahirlah orang-orang berhidung mancung dan berkulit putih, mereka yang bermukim di antara Laut Tengah dan Sungai Yordan disebut Bangsa Aram, yang tinggal di selatan Arab disebut Bangsa Arab Qahthan, yang tinggal lebih jauh lagi di antara Sungai Efrat dan Tigris disebut Bangsa Asyiria (utara) Akkadia (tengah), dan Sumeria (selatan). Lalu, ketika ketiga negeri tersebut disatukan oleh Raja Asyiria, Sargon I (berkuasa 2334–2279), maka lahirlah Bangsa Babilonia.

Kebangkitan Ur

Bangsa Asyiria mungkin terlalu kejam bagi peradaban manusia, mereka gemar berperang dan membantai, sehingga pada suatu saat, masuklah Bangsa Juti dari utara untuk menggempur Babilonia.

Sementara Asyiria sibuk dengan kekacauan panjang, maka bangkitlah kota-kota di Selatan seperti Lajasy dan Ur.

Di Kota Ur, muncul seorang raja bernama Urnamu, lalu tahta dilanjutkan oleh Syawaji, putranya, selama 50 tahun selanjutnya. Ia adalah raja yang sering disebut dengan nama “Namrud” karena sejarahwan Muslim Al-Khathib Al-Baghdadi (yang nanti akan kita sebutkan) menyebut namanya demikian. Pada masa Syawaji inilah lahir Nabi Ibrahim as.

padang pasir

Dongeng Kelahiran Misterius

Menurut cerita Al-Khathib Al-Baghdadi, Nabi Ibrahim dilahirkan di dalam gua, di tempat terpencil, karena raja pada masa itu, yang disebut “Raja Namrud”, sedang memburu setiap bayi laki-laki yang diramalkan akan menghancurkan berhala.

Dalam cerita tersebut, Ibrahim tumbuh besar secara ajaib. Baginya, sehari bagai seminggu, dan seminggu bagai sebulan. Ia pun mengisap jempolnya sendiri untuk menghilangkan kehausan. 

Menurut Sejarahwan Rusydi Al-Badrawi, cerita ini meragukan untuk naik ke level Sejarah.

padang rumput

Berhala Babilonia

Saat tumbuh besar, Nabi Ibrahim menyaksikan berhala di mana-mana. Sejak tanah subur di antara Tigris dan Efrat (Mesopotamia) dijadikan pemukiman dan membawa kemakmuran, orang-orang di sana bersyukur dengan menyembah berbagai berhala yang disebut “dewa bulan”, “dewa matahari”, “dewi venus”, “dewa air”, dan berbagai berhala lainnya. Namun, yang dianggap paling berkuasa adalah “dewa Marduk” yang mewakili Planet Jupiter. Bagi mereka, Marduk adalah Pencipta dan Pemelihara alam semesta.

Kalau kalian penasaran mengapa manusia bisa sebodoh itu sehingga ingin berdoa dan meminta kepada patung yang buta, tuli dan bisa, jawabannya adalah karena mitos politik.

Di Babilonia, di Ur, dan di manapun, kekuasaan dapat dilanggengkan dengan cara menciptakan mitos politik, yaitu cerita (boleh jadi fakta atau imajinasi atau gabungan keduanya) yang dapat menjadi alasan agar seorang pemimpin dapat melakukan perbuatan apapun demi kekuasaan. Apakah mitos politik di Babilonia?

Bangsa Babilon dan bangsa-bangsa kuno lainnya menghubungkan kemenangan perang dan kemakmuran negeri mereka dengan adanya campur tangan dewa yang mereka sembah dan para raja merupakan jelmaan atau titisan dari salah satu dewa tersebut. Dengan kata lain, jika ingin hidup damai dan makmur dan memenangkan peperangan, maka dewa-dewa itu harus terus disembah dan raja-raja harus disembah seperti dewa.

Nabi Ibrahim Diangkat Menjadi Rasulullah

Kaidah umum menyebutkan bahwa seorang nabi diangkat Allah dalam usia matang, yaitu 40 tahun (QS. Al-Ahqaf [46]: 15). Demikian pula, agaknya, usia saat pertama kali Ibrahim diangkat menjadi nabi.

Namun, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim diutus saat beliau masih menginjak usia remaja. Dalilnya adalah ayat Al-Qur’an yang menyebut Nabi Ibrahim dengan istilah “Fata” (pemuda) tatkala sang nabi mencela berhala-berhala di Babilonia (Lihat QS. Al-Anbiya [21]: 60). Bagaimana kita menjelaskan ini?

Menurut Ibnu Katsir, Kata “Fata” (pemuda) dalam ayat tersebut lebih tepat dimaknai sebagai upaya orang Babilonia untuk merendahkan Nabi Ibrahim, kata tersebut adalah “ungkapan kiasan” seperti kita mengatakan “kamu itu masih anak kemarin sore”. 

berhala

Ibrahim Menentang Berhala

Gelisah dengan praktik agama di Babilonia, Nabi Ibrahim mulai mengkritisi dan mempertanyakan kesaktian berhala-berhala kepada penduduk Ur, termasuk ayahnya sendiri yang bernama Azar (Disebut “Tarih” dalam Taurat). 

اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖ مَا هٰذِهِ التَّمَاثِيْلُ الَّتِيْٓ اَنْتُمْ لَهَا عٰكِفُوْنَ ٥٢

(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” (QS. Al-Anbiya: 52)

Sayangnya, tatkala Nabi Ibrahim bertanya apakah berhala-berhala itu dapat mendengar doa, mereka hanya terdiam, juga apakah berhala itu dapat memberikan manfaat, mereka pun tak dapat menjawab. Penduduk Ur itu ternyata hanya mengikuti tradisi nenek moyang mereka. Mereka tidak peduli walaupun yang mereka selama ini lakukan tidak masuk akal.

قَالُوْا وَجَدْنَآ اٰبَاۤءَنَا لَهَا عٰبِدِيْنَ ٥٣

Mereka menjawab, “Kami mendapati nenek moyang kami menjadi para penyembahnya” (QS. Al-Anbiya: 53)

Maka, hari demi hari, bertahun-tahun dilalui Ibrahim dengan tak henti-hentinya berdakwah, menyadarkan Penduduk Ur akan kesalahan mereka, tidak terkecuali bapaknya, Azar. 

Nabi Ibrahim sering berdialog dengan ayahnya sendiri tentang salahnya jalan agama Babilonia. Berikut ini adalah cuplikan dialog antara Nabi Ibrahim dan ayahnya.

اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِيْ عَنْكَ شَيْـًٔا ٤٢

يٰٓاَبَتِ اِنِّيْ قَدْ جَاۤءَنِيْ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِيْٓ اَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا ٤٣

يٰٓاَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطٰنَۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلرَّحْمٰنِ عَصِيًّا ٤٤

يٰٓاَبَتِ اِنِّيْٓ اَخَافُ اَنْ يَّمَسَّكَ عَذَابٌ مِّنَ الرَّحْمٰنِ فَتَكُوْنَ لِلشَّيْطٰنِ وَلِيًّا ٤٥ 

  1. Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak pula bermanfaat kepadamu sedikit pun?
  2. Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu. Ikutilah aku, niscaya aku tunjukkan kepadamu jalan yang lurus.
  3. Wahai Bapakku, janganlah menyembah setan! Sesungguhnya setan itu sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
  4. Wahai Bapakku, sesungguhnya aku takut azab dari (Tuhan) Yang Maha Pemurah menimpamu sehingga engkau menjadi teman setan.”

(QS. Maryam 41-47)

Pada akhirnya, ayah Nabi Ibrahim menolak dengan cukup keras hingga mengusir Nabi Ibrahim. Azar berkata:

قَالَ اَرَاغِبٌ اَنْتَ عَنْ اٰلِهَتِيْ يٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهِ لَاَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِيْ مَلِيًّا ٤٦

Dia (bapaknya) berkata, “Apakah kamu membenci tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika tidak berhenti (mencela tuhan yang kusembah), engkau pasti akan kurajam. Tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.” (QS. Maryam: 46)

Ajaran Nabi Ibrahim as.

Nabi Ibrahim tidak hanya mencela berhala dan menunjukkan kebodohan Penduduk Ur karena menyembah patung-patung yang buta, tuli, dan bisu, akan tetapi sang nabi  juga mengajarkan agama Allah yang sesungguhnya. Lihatlah Al-Ankabut ayat 16-17 berikut:

وَاِبْرٰهِيْمَ اِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاتَّقُوْهُ ۗذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ١٦ اِنَّمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَوْثَانًا وَّتَخْلُقُوْنَ اِفْكًا ۗاِنَّ الَّذِيْنَ تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَا يَمْلِكُوْنَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوْا عِنْدَ اللّٰهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ١٧

  1. (Ingatlah) Ibrahim ketika berkata kepada kaumnya, “Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
  2. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah hanyalah berhala-berhala dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah tidak mampu memberikan rezeki kepadamu. Maka, mintalah rezeki dari sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.

قَالَ اَفَرَءَيْتُمْ مَّا كُنْتُمْ تَعْبُدُوْنَ ۙ ٧٥ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمُ الْاَقْدَمُوْنَ ۙ ٧٦ فَاِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّيْٓ اِلَّا رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ ۙ ٧٧ الَّذِيْ خَلَقَنِيْ فَهُوَ يَهْدِيْنِ ۙ ٧٨ وَالَّذِيْ هُوَ يُطْعِمُنِيْ وَيَسْقِيْنِ ۙ ٧٩ وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ ۙ ٨٠ وَالَّذِيْ يُمِيْتُنِيْ ثُمَّ يُحْيِيْنِ ۙ ٨١ وَالَّذِيْٓ اَطْمَعُ اَنْ يَّغْفِرَ لِيْ خَطِيْۤـَٔتِيْ يَوْمَ الدِّيْنِ ۗ ٨٢

  1. (Allah) yang telah menciptakanku. Maka, Dia (pula) yang memberi petunjuk kepadaku.
  2. Dia (pula) yang memberiku makan dan minum.
  3. Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.
  4. (Dia) yang akan mematikanku, kemudian menghidupkanku (kembali).
  5. (Dia) yang sangat kuinginkan untuk mengampuni kesalahanku pada hari Pembalasan.”

(QS. Asy-Syu’ara: 78-82)

Penghancuran Patung

Penduduk Ur tidak menggubris setiap kata-kata yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim. Mereka tidak dapat dihimbau dengan argumen rasional. Maka, Nabi Ibrahim pun bertekad untuk melakukan pendekatan dakwah yang lebih demonstratif, Nabi Ibrahim bersumpah:

وَتَاللّٰهِ لَاَكِيْدَنَّ اَصْنَامَكُمْ بَعْدَ اَنْ تُوَلُّوْا مُدْبِرِيْنَ ٥٧

(Nabi Ibrahim berkata dalam hatinya,) “Demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” (QS. Al-Anbiya: 57)

Nabi Ibrahim bersumpah akan mendemonstrasikan di depan Penduduk Ur bahwa berhala-berhala yang mereka sembah hanyalah benda mati yang tidak berguna sama sekali. Ia berfikir, waktu yang paling tepat adalah tatkala penduduk Ur sedang merayakan festival keagamaan. Ia berencana akan menghancurkan patung-patung itu.

Tradisi di kalangan penduduk Ur jika tiba hari besar keagamaan adalah mereka meninggalkan kuil penyembahan. Raja dan para pemuka agama akan menaiki perahu, lalu berkonvoi menyusuri sungai. Orang-orang akan menyaksikan konvoi itu, mengelu-elukan, memanggil-manggil, dan melambai-lambaikan tangan.

Sebagian orang yang hendak pergi ke ferstival keagamaan Ur mencoba mampir ke rumah Ibrahim untuk mengajaknya turut-pergi. Tetapi Ibrahim punya rencana sehingga ia memandang ke langit seraya berkata:

فَنَظَرَ نَظْرَةً فِى النُّجُوْمِۙ ٨٨ فَقَالَ اِنِّيْ سَقِيْمٌ ٨٩ فَتَوَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِيْنَ ٩٠

“Sesungguhnya aku sakit.” (QS. As-Shoffat: 89)

Lalu, Ibrahim berjalan menuju kuil. Ia menyaksikan berhala terbesar Ur, Marduk berdiri dengan megah dan di sekelilingnya berdiri pula berhala lain yang tak kalah penting, seperti Inana, Asytar, Syams, Utu, dan Inlil. Di hadapan patung-patung ini terhampar aneka sesajen berupa makanan dan minuman.

Ibrahim berjalan sinis ke arah berhala-berhala itu, memungut makanan di bawah dan menyodorkannya ke muka berhala-berhala itu lalu berkata:

فَرَاغَ اِلٰٓى اٰلِهَتِهِمْ فَقَالَ اَلَا تَأْكُلُوْنَۚ ٩١ مَا لَكُمْ لَا تَنْطِقُوْنَ ٩٢

“Mengapa kamu tidak makan?Mengapa kamu tidak menjawab?”

(QS. As-Shoffat: 91-92)

Maka setelah itu, Nabi Ibrahim langsung mengambil kapak dan menghantam patung-patung itu dengan sekuat tenaga hingga hancur berkeping-keping. 

Akan tetapi, Nabi Ibrahim membiarkan Marduk tetap tegak berdiri, karena ia ingin membuktikan bahwa berhala-berhala itu adalah benda-benda yang buta, tuli, bisu, dan tak berguna sama sekali.

فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا ۢبِالْيَمِيْنِ ٩٣

“Lalu, dia mengatasi (yakni menghadap kepada) berhala-berhala itu (sambil merendahkan mereka dan) memukul (keras dengan) menggunakan tangan kanannya (QS. As-Shoffat: 93)

Dihakimi Massa

Kemudian, orang-orang dan para pendeta Ur pun kembali dari festival. Tatkala mereka tiba di kuil mereka terkejut setengah-mati karena patung-patung yang mereka sembah telah hancur berkeping-keping. Mereka bertanya-tanya, siapakah kemungkinan pelakunya. 

Ada seseorang yang kemudian berpendapat bahwa ini mungkin dilakukan oleh Ibrahim karena katanya Ibrahim kerap mempertanyakan, mengkritik, bahkan menghina patung-patung di Ur.

Akhirnya, Nabi Ibrahim dipanggil dan diadili di depan massa yang banyak. Mereka bertanya kepada sang nabi:

Apakah engkau yang telah melakukan semua ini, wahai Ibrahim?”

Nabi Ibrahim tampaknya sudah menunggu-nunggu pertanyaan ini. Maka, ia pun segera menjawab:

قَالَ بَلْ فَعَلَهٗ كَبِيْرُهُمْ هٰذَا فَسْـَٔلُوْهُمْ اِنْ كَانُوْا يَنْطِقُوْنَ ٦٣

“Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya (patung) besar ini yang melakukannya. Tanyakanlah kepada mereka (patung-patung lainnya) jika mereka dapat berbicara.” (QS. Al-Anbiya: 63)

Sontak penduduk Ur jatuh dalam kebingungan dengan jawaban Nabi Ibrahim. Mereka tidak dapat berkata-kata lagi.

Mereka ingin menjawab Ibrahim dengan berkata “tidak mungkin patung besar itu pelakunya! Karena dia hanya patung!

Tetapi jika kata-kata itu mereka ucapkan sama saja mereka dengan mencoreng muka mereka sendiri yang selama ini menyembah patung tak berguna.

Di sisi lain jika mereka katakan, “iya, betul patung besar itu yang melakukannya“, maka bukankah itu berarti bahwa mereka memberikan jawaban yang bodoh dan tak masuk akal? Jika pun benar mereka memaksakan jawaban itu, apakah itu tidak berarti bahwa berhala-berhala lainnya yang sudah hancur, yang selama ini mereka sembah, ternyata tidak mempunyai kuasa untuk membela dirinya sendiri?”

Serba salah, semua jawaban akan menyudutkan mereka.

Maka, Nabi Ibrahim pun berkata,

قَالَ اَفَتَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لَا يَنْفَعُكُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يَضُرُّكُمْ ۗ ٦٦ اُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗاَفَلَا تَعْقِلُوْنَ ٦٧

Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Apakah kamu tidak mengerti?” (QS. Al-Anbiya: 67)

Marah dengan kata-kata dan perbuatan Nabi Ibrahim, maka massa yang banyak itu pun berkata: 

قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْٓا اٰلِهَتَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ ٦٨

Mereka berkata, “Bakarlah dia (Ibrahim) dan bantulah tuhan-tuhan kamu jika kamu benar-benar hendak berbuat.” (QS. Al-Anbiya: 68)

Sebetulnya, ada beberapa pendapat dalam penghukuman bakar ini. Ada pendapat yang mengatakan, provokator hukuman bakar itu adalah seseorang dari Persia (Abdullah bin Umar), ada yang menyebut namanya Hayun, atau Haizan (Ibnu Katsir); ada yang berpendapat bahwa hukuman bakar itu adalah perintah raja kala itu yang bernama “Namrud” (At-Tsa’labi dalam ‘Aroisul Majalis). Namun, sejarahwan Rusydi Al-Badrawi meneliti bahwa dalam sejarah Irak tidak belum pernah ditemukan nama raja bernama “Namrud”. Menurutnya, alih-alih “Namrud”, raja yang menguasai Babilonia atau Ur pada masa Nabi Ibrahim bernama “Syawaji”.

قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْٓا اٰلِهَتَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ ٦٨

padang pasir

Hukuman Bakar

Raja Ur, Syawaji, pasti terlibat dalam persidangan terhadap Nabi Ibrahim karena yang dihancurkan Nabi Ibrahim adalah bukan sembarang berhala, tetapi berhala kota.

Syawaji memerintahkan dibuat sebuah bangunan dari kayu untuk membakar Nabi Ibrahim

Join Komunitas Kelas Digital MisterArie