Home » Apa Itu Lailatul Qadar?
Berasal dari Bahasa Arab, Lailah yang berarti “malam” dan qadar yang berarti “kemuliaan”, Lailatul Qadar kerap diartikan sebagai “Malam Kemuliaan”, yaitu suatu “malam emas” yang hadir pada Bulan Ramadan. Lalu, apa itu Lailatul Qadar menurut Al-Quran? Pertanyaan ini dijawab langsung dalam Al-Qur’an, surah Al-Qadr,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar. 2. Tahukah kamu apakah Lailatulqadar itu? 3. Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. 4. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. 5. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar (QS. Al-Qadr: 1-5)
Berdasarkan pemahaman terhadap ayat ketiga, kita dapat menyimpulkan bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang secara intrinsik memiliki kemuliaan, “Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan”. Berdasarkan lafaz umum ini, Lailatul Qadar merupakan telah ada sejak zaman manusia pertama dan tetap ada hingga zaman modern ini.
Manusia menjadi mulia karena kesalehannya, batu menjadi mulia karena kualitasnya, demikian pula Lailatul Qadar. Ada hal-hal instrinsik yang membuat malam tersebut menjadi mubarokah dan mulia.
Apa yang Membuat Lailatul Qadar Spesial?
Menurut ayat keempat, pada malam kemuliaan itu para malaikat dan juga Ar-Ruh (Jibril) meminta izin kepada Allah untuk turun ke bumi untuk mengatur semua urusan. Inilah, antara lain, yang membuat malam tersebut menjadi spesial, mubarokah. Para ulama menafsirkan adanya dua urusan yang dilakukan malaikat di bumi.
Pertama, para malaikat membawa “urusan Tuhan yang telah dipastikan dan ditetapkan untuk manusia dari malam tersebut sampai tahun berikutnya.” (Syekh Ali Ash-Shabuni [w.2021] dalam Shafwatut Tafasir, Juz ke-3 hal. 558). Dengan kata lain, mereka “membawa” takdir manusia dari Lauh al-Mahfuzh ke bumi sehingga Lailatul Qadar, agaknya, dapat kita maknai juga sebagai “Malam Penentuan/ penetapan takdir.”
Kedua, selain untuk “membawa takdir”, para malaikat dari seluruh langit juga turun ke bumi untuk mengaminkan doa-doa manusia yang sedang dipanjatkan sampai terbitnya fajar. (Syamsudin Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, [Mesir, Darul Kutub al-Mishriyah: 1384 H/1964 M], juz ke-20, hal.133). Mengenai turunnya malaikat untuk mendoakan manusia, kata Fakhruddin Ar-Razi,
وَذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى غَايَةِ الْمَحَبَّةِ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا يَرْغَبُونَ إِلَيْنَا وَيَتَمَنَّوْنَ لِقَاءَنَا لَكِنْ كَانُوا يَنْتَظِرُونَ الْإِذْنَ
“…menujukan Malaikat sangat mencintai kita, karena mereka berkeinginan dan mengharapkan untuk berjumpa dengan kita namun mereka menunggu diberi izin oleh Allah dahulu.” (Fahruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’: 1420 H], juz ke-32, hal. 233).
Pada Malam Kemuliaan ini yang terjadi pada tanggal 24 Ramadhan (menurut KH. Ali Mustafa Yaqub) atau 17 Ramadan (menurut Syekh Khudari Bek), turunlah kemuliaan lainnya, yaitu Kitab Al-Qur’an. “Sesungguhnya, kami menurunkan Al-Quran pada Malam Kemuliaan“. Informasi senada juga disebutkan dalam surah Ad-Dukhan,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ اَمْرًا مِّنْ عِنْدِنَاۗ اِنَّا كُنَّا مُرْسِلِيْنَۖ رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُۗ رَبِّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَاۘ اِنْ كُنْتُمْ مُّوْقِنِيْنَ
3. Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkan (Al-Quran) pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan. 4. Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. 5. (Hal itu merupakan) urusan (yang besar) dari sisi Kami. (QS. Ad-Dukhan: 3-5)
Al-Qur’an turun pertama kali pada Malam Kemuliaan ini. Menurut Ibnu ‘Abbas, turunnya pertama kali ke langit dunia (baitul izzah) terlebih dahulu sebelum diturunkan secara berangsur-angsur di kemudian hari. Tetapi menurut sebagian yang lain turunnya pertama kali kepada Nabi Muhammad secara langsung.
Tatkala para malaikat sedang turun ke bumi untuk membawa ketetapan takdir dan mendatangi orang-orang yang sedang berdoa, Ar-Ruh (Jibril) menghampiri Gua Hira yang sempit di puncak Bukit Nur, tempat nabi Muhammad sedang beribadah, lalu mengajarinya ayat-ayat pertama surah Al-Alaq. Kisah pewahyuan ini disampaikan oleh Aisyah,
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ: أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ، ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الخَلاَءُ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ – وَهُوَ التَّعَبُّدُ – اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ العَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ، وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا، حَتَّى جَاءَهُ الحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ
Dari ‘Urwah bin al-Zubair; dari Aisyah ummul mu’minin. Ia bercerita bahwa wahyu pertama yang diterima Rasulullah itu mimpi yang benar. Rasulullah tak pernah bermimpi kecuali mimpinya itu seperti cahaya pagi. Beliau diberikan keinginan kuta untuk menyendiri. Akhirnya beliau pun menyendiri di gua Hira dan bertahanuts atau beribadah beberapa malam lamanya sebelum kembali pada keluarganya untuk mempersiapkan bekal ibadah kembali. Beliau pun menemui Khadijah untuk mempersiapkan bekal kembali. Sampai pada suatu ketika kebenaran itu datang saat Rasulullah berada di gua Hira.
فَجَاءَهُ المَلَكُ فَقَالَ: اقْرَأْ، قَالَ: «مَا أَنَا بِقَارِئٍ»، قَالَ: “فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ، قُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ، فَقُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ} العلق: 2
Malaikat pun mendatangi Rasulullah dan memintanya membaca, “Bacalah.” Rasulullah menjawab, “Aku tak dapat membaca.” Rasulullah bercerita, “Malaikat pun memegang, memeluk, lalu melepaskanku, dan memintaku membaca kembali, “Bacalah.” “Aku tak dapat membaca,” jawab Rasulullah. “Malaikat pun memegang, memeluk, lalu melepaskanku, dan memintaku membaca kembali untuk yang kedua kali, “Bacalah.” “Aku tak dapat membaca,” jawab Rasulullah. “Malaikat pun kembali memegang, memeluk, lalu melepaskanku, dan memintaku membaca kembali untuk yang ketiga kali, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, Tuhanmu itu Maha Pemurah (QS Al-‘Alaq; 2).”
فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ، فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، فَقَالَ: «زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي» فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ، فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الخَبَرَ: «لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي» فَقَالَتْ خَدِيجَةُ: كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الكَلَّ، وَتَكْسِبُ المَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الحَقِّ
Rasulullah saw. kembali pada (Khadijah) dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti Khuwailid dan meminta diselimuti, “Selimuti aku, selimuti aku.” Rasulullah pun diselimuti hingga rasa takutnya hilang. Beliau menceritakan kepada Khadijah mengenai kejadian di gua Hira itu, “Khadijah, aku takut terhadap diriku.” “Tidak apa-apa suamiku, Demi Allah, Allah tak akan menghinakanmu selamanya. Engkau itu pribadi yang suka bersilaturahim, menanggung orang kesulitan, membuat orang fakir memiliki profesi, melayani tamu, dan membantu agen-agen kebaikan.
Allah Menyembunyikan Lailatul Qadar
Meskipun secara historis Al-Quran turun pertama kali pada tanggal 24 atau 17 Ramadan, tahun 610 Masehi, tetapi Lailatul Qadar pada tahun-tahun lainnya, baik sebelum ataupun sesudahnya, turun pada waktu yang berbeda, mengikuti Kehendak Allah. Malam Kemuliaan begitu berharga sehingga Allah sengaja untuk menyembunyikannya. Kata Syekh Shihabuddin bin Salamah Al-Qulyubi dalam Risalah Nawadirul Hikayah,
وأخفى ليلة القدر في رمضان ليجبهد الناس في إحياء لياله رجاء ان يصادفوها
Dan Allah merahasiakan lailatul qadar di dalam bulan ramadhan supaya manusia bersungguh-sungguh dalam menghidupkan malam-malam ramadhan. Dengan harapan, manusia dapat menjumpai lailatul qadar tersebut.
Sebagaimana telah dikemukakan di awal, pada Malam Kemuliaan ini, para malaikat turun ke bumi untuk menyaksikan dan mendoakan para hamba Allah yang bangun malam untuk beribadah. Oleh karena itu, nilai ibadah pada malam itu berbanding jauh dari nilai ibadah pada malam-malam lainnya. Ibadah pada malam tersebut bernilai seperti beribadah selama seribu bulan atau setara dengan 83 tahun usia manusia. Oleh karena itu, Rasulullah menganjurkan kepada umatnya untuk berusaha meraih Lailatul Qadar.
عن عائشةَ رضِيَ اللهُ عنها أنَّ رسولَ الله صلَّى الله عليه وسلَّمَ قال: ((تَحرُّوا لَيلةَ القَدْرِ في الوَتْر من العَشرِ الأواخِرِ من رمضانَ)) رواه البخاريُّ
“Dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: bersungguh-sungguhlah kamu beribadah pada malam Qadr yaitu pada malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).
Dalam upaya meraih Lailatul Qadar, hendaknya kita meningkatkan ibadah lebih banyak dan lebih berkualitas dari yang biasa kita lakukan pada malam-malam Ramadan sebelumnya sebagaimana dicontohkan dan dianjurkan oleh Rasulullah saw.
A’isyah berkata bahwa Rasulullah melakukan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir.
أن النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يعتكفُ العشرَ الأواخرَ من رمضانَ حتى توفاهُ اللهُ، ثم اعتكفَ أزواجُهُ من بعدِهِ
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melakukan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelahnya“ (HR al-Bukhari)
Selain itu, Aisyah juga mengatakan bahwa Rasulullah juga membangunkan keluarganya untuk bangun malam pada sepuluh malam terakhir.
كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا دخل العشرُ شدَّ مِئْزَرَهُ، وأحيا ليلهُ، وأيقظَ أهلهُ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam apabila memasuki sepuluh malam terakhir, beliau mengikat sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istri-istrinya (untuk shalat malam)“ (HR Al Bukhari dan Muslim)
Selain i’tikaf, Rasulullah juga menganjurkan kepada kita untuk banyak berdoa pada Bulan Ramadaan. Adapun doa yang dianjurkan Rasulullah, antara lain, adalah,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
“beliau berkata: Wahai Rasulullah, seandainya aku bertepatan dengan malam Lailatul Qadr, doa apa yang aku katakan? Beliau berkata, “Katakan: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwan fa’fu ‘anni/ Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, dan Engkau menyukai maaf, maka maafkan aku” (HR at-Tirmidzi (3513), Ibnu Majah (3850), dan lain-lain).
Selain i’tikaf dan berdoa, kita dapat meraih Lailatul Qadar dengan cara memperbanyak shalat malam. Nabi mengatakan, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
من صام رمضانَ إيمانًا و احتسابًا غُفِرَ له ما تقدَّم من ذنبِه ، و من قام ليلةَ القدرِ إيمانًا و احتسابًا غُفِرَ له ما تقدَّم من ذنبِه
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan (dari Allah), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadr dengan penuh keimanan dan pengharapan (dari Allah), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu“ (HR al-Bukhari (2014), Muslim (760)
Saat Lailatul Qadar berlangsung, ada tanda-tanda alami yang dapat kita amati. Tanda-tanda ini digambarkan langsung oleh Rasulullah sebagai berikut,
Dari Ubadah bin Ash Shamit radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ليلةُ القدرِ في العشرِ البواقي من قامهنَّ ابتغاءَ حسبتِهنَّ فإنَّ اللهَ يغفِرُ له ما تقدَّم من ذنبِه ، وهي ليلةُ تسعٍ أو سبعٍ أو خامسةٍ أو ثالثةٍ أو آخرُ ليلةٍ ، قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : إنَّ أمارةَ ليلةِ القدرِ أنَّها صافيةٌ بلْجاءُ كأنَّ فيها قمرًا ساطعًا ، ساكنةً لا بردَ فيها ولا حرَّ ، ولا يحِلُّ لكوكبٍ أن يُرمَى به فيها حتَّى يُصبِحَ ، وإنَّ أمارةَ الشَّمسِ صبيحتَها تخرُجُ مستويةً ليس فيها شعاعٌ مثلُ القمرِ ليلةَ البدرِ ولا يحِلُّ للشَّيطانِ أن يخرُجَ معها يومئذٍ
“…Sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas, pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya, dan sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu” (HR Ahmad).
Demikianlah pengertian tentang Lailatul Qadar, Malam Kemuliaan, malam yang lebih mulia daripada seribu bulan, malam diturunkannya Al-Quran. Banyak amal ibadah yang dapat kita laksanakan di dalamnya, mudah-mudahan kita semua dapat meraihnya.
@ 2023 MisterArie. All right reserved.