misterarie
Facebook
WhatsApp
Email

Ringkasan Sejarah Nabi Muhammad Saw dari Kelahiran Hingga diangkat Menjadi Nabi

Pendahuluan

Mempelajari sejarah Nabi Muhammad ﷺ adalah hal yang penting bagi umat Islam karena beliau merupakan teladan utama dalam kehidupan. Melalui kisah hidupnya, umat Islam dapat memahami bagaimana menerapkan nilai-nilai keislaman dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah, muamalah, hingga akhlak mulia. 

Selain itu, sejarah Nabi Muhammad ﷺ juga memberikan pelajaran tentang perjuangan, kesabaran, dan pengorbanan dalam menegakkan kebenaran. Dengan mempelajari perjalanan hidup beliau, umat Islam dapat memperkuat iman, memperdalam cinta kepada beliau, dan meneladani akhlak serta kepemimpinannya.

Lahir sebagai Yatim

Nabi Muhammad ﷺ lahir di Kota Makkah, pada tanggal 12 Rabiul Awal, Tahun Gajah. Disebut “Tahun Gajah”, karena pada tahun itu pasukan bergajah dari Yaman, yang dipimpin oleh Abrahah, mencoba untuk menghancurkan Ka’bah. Tetapi, Allah menggagalkan serbuan tersebut dengan mengirim burung Ababil. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 570 Masehi. 

Baca juga: Pasukan Bergajah

Pada tahun yang sama, pada dini hari tanggal 12 Rabi’ul Awwal, Nabi Muhammad lahir di rumah Abu Thalib, dibidani oleh seorang wanita bernama Asy-Syifa. 

Sebetulnya, nasab Nabi Muhammad ﷺ sangat mulia dan terpandang. Baik ayahnya, yaitu Abdullah dan ibunya, yaitu Aminah, keduanya berasal dari Suku Quraisy. Kakeknya sendiri, Abdul Muthallib bin Hasyim adalah tokoh yang menghadapi Abrahah seketika datang ke Makkah sebelum gajahnya dipecut menuju Ka’bah. Nasab nabi memang mulia, namun, sayangnya, masyarakat Arab kala itu memandang remeh kepada anak-anak yatim, tidak terkecuali kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Oleh karena itu, tatkala tak ada bayi lagi yang didapat untuk disusui, Halimah As-Sa’diyah sempat menolak untuk membawa Muhammad kecil , karena ia bayi yatim. Namun, daripada kembali ke gurun Bani Sa’ad dalam keadaan tangan kosong, akhirnya ia dan suaminya, Harits, kembali menemui Aminah dan mengambil Muhammad kecil .

Sesuai tradisi masyarakat Arab saat itu, bayi-bayi bangsawan Quraisy disusui di pedalaman gurun pasir, karena udara di sana lebih bersih sehingga bayi-bayi akan tumbuh lebih sehat. Selain itu, Bahasa Arab yang digunakan oleh orang-orang Arab gurun/ badui (A’rabiyy) masih terbilang sangat fasih dan indah, belum tercemar oleh bahasa lain, sehingga diharapkan bayi-bayi yang dibesarkan di sana akan tumbuh dengan bahasa Arab yang fasih.   

Nabi Muhammad ﷺ disusui oleh Halimah As-Sa’diyah di tengah gurun Bani Sa’ad yang masih termasuk Kabilah Hawazin, di sebelah timur Kota Makkah. Halimah yang pada mulanya ragu untuk mengambil Muhammad ﷺ, sekarang ia merasakan keberkahan pada anak itu. Ia merawatnya dengan penuh kasih sayang selama empat tahun. 

Selanjutnya, ibu kandungnya, Aminah binti Wahab, merawat Muhammad kecil  hingga usia enam tahun. Namun, malangnya, ibunya meninggal ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi kerabat mereka di Yatsrib. Aminah dikuburkan di sana, di Abwa.

Baca juga: Pernikahan Ayah dan Ibu Nabi Muhammad di Bani Zuhroh

Setelah wafat Aminah, Abdul Muthallib merasa sedih sehingga mencurahkan semua kasih sayangnya untuk cucunya ﷺ, tetapi hanya dua tahun sebelum tiba ajalnya. Setelah itu, Muhammad ﷺ kecil diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.

Abu Thalib dan istrinya, Fathimah, juga mencurahkan kasih sayang mereka kepada Muhammad ﷺ kecil. Bahkan, mereka menyayanginya lebih banyak daripada menyayangi anak-anak sendiri.

Berdagang ke Negeri Syam

Sejak kecil, Nabi Muhammad ﷺ dikenal dengan kepribadiannya yang jujur, amanah, dan memiliki akhlak yang mulia, sehingga masyarakat Mekah menjulukinya sebagai “Al-Amin” (yang terpercaya). Beliau tidak pernah terlibat dalam perilaku buruk yang menjadi kebiasaan masyarakat Mekah saat itu, seperti penyembahan berhala, perjudian, dan minuman keras. Allah SWT menjaga beliau dari segala bentuk keburukan tersebut, sehingga sejak muda beliau tumbuh sebagai sosok yang dihormati dan disegani. 

Setelah tumbuh menjadi remaja, Nabi Muhammad ﷺ bekerja sebagai pedagang dan sering mengikuti pamannya, Abu Thalib, dalam perjalanan dagang. Salah satu perjalanan penting yang dilakukan Nabi Muhammad ﷺ bersama pamannya adalah ke negeri Syam saat beliau masih berusia sekitar 12 tahun.

Dalam perjalanan tersebut, mereka bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira di kota Busra. Selama ini, sang pendeta memang sedang menunggu-nunggu datangnya Nabi Terakhir seperti yang tertulis di dalam Taurat dan Injil.

Akan tetapi, setelah bertemu dengan Muhammad, sang pendeta menyuruh Abu Thalib untuk membawa keponakannya pulang ke tempat asalnya. Karena, bukan hanya dirinya tetapi orang-orang Yahudi pun sedang menunggu-nunggu kedatangan Nabi Terakhir. Hanya saja, orang-orang Yahudi sangat berharap Nabi Terakhir berasal dari keturunan Yahudi, bukan keturunan Arab. Buhaira cemas apabila orang-orang Yahudi menemukan Muhammad yang berasal dari keturunan Arab, mereka akan mencelakainya.

Oleh karena itu, Abu Thalib langsung membawa keponakannya pulang. Kejadian ini menunjukkan bagaimana Allah SWT melindungi Nabi Muhammad sejak usia muda dan menyiapkannya untuk misi kenabian. 

Peta Busra
Peta Busra

Pernikahan Nabi Saw.

Tatkala sudah beranjak dewasa, Nabi Muhammad mulai menunjukkan kepandaiannya dalam berdagang. Dalam salah satu perjalanan hidupnya, beliau bertemu dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita kaya berumur empat puluh tahun yang kemudian menjadi istrinya. 

Pada mulanya, Nabi Muhammad bekerja untuk Khadijah, membawa barang dagangannya ke Negeri Syam. Berkat kejujuran dan kepandaiannya, ia berhasil membawa keuntungan besar bagi Khadijah. Maysaroh, asisten Khadijah yang menyertai perjalanan dagang itu menceritakan banyak hal tentang kejujuran, kebaikan hati, dan kepandaian Nabi Muhammad.

Pernikahan mereka berlangsung saat Nabi Muhammad berusia 25 tahun, dan mereka dikaruniai enam anak: Qasim, Abdullah, Zaynab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan terakhir Fatimah yang kelak menjadi ibu dari keturunan Nabi Muhammad.

Merenovasi Ka'bah

Ketika Nabi Muhammad ﷺ berusia 35 tahun, Ka’bah mengalami renovasi besar. Kala itu, Ka’bah saat itu sudah tua dan mengalami kerusakan akibat banjir besar yang melanda Makkah. Struktur Ka’bah yang terbuat dari batu dan tanpa perekat kuat perlu diperbaiki. Suku Quraisy sebagai penjaga Ka’bah memutuskan hanya akan menggunakan harta yang dianggap halal—tidak berasal dari riba, perjudian, atau tindakan kezaliman.

Pada mulanya, proses renovasi berjalan lancar, setiap klan atau kabilah telah ditugaskan untuk mengumpulkan batu-batu. Walid bin Mughiroh dari Bani Makhzum yang pertama kali merobohkan dinding antara sudut Hajar Aswad dan sudut Yamani. Lalu, setelah ka’bah rata seperti tanah dan mereka membangun-ulang Ka’bah hingga setinggi dada, barulah masalah muncul: siapakah yang berhak meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula?

Semua anggota klan Quraisy masing-masing merasa berhak dan ingin mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad, sampai Bani Abdud-Dar dan Bani ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay bersumpah sehidup semati untuk mendapatkan hak ini. Perebutan yang berpotensi mengakibatkan perpecahan antar klan ini berlangsung selama empat atau lima malam.

Untungnya, ada seorang tua di antara mereka (Menurut sebagian sejarahwan, ialah Abu Umayyah bin Mughiroh) yang berkata: “wahai kaum Quraisy, untuk mengakhiri pertengkaran yang terjadi di antara kalian, tunjuklah seorang penengah dari orang pertama yang memasuki gerbang masjid ini setelah ini.” Usulan ini pun diterima semua klan Quraisy dan ternyata  orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram (tempat di mana Ka’bah berada) adalah Nabi Muhammad ﷺ. Orang-orang pun bersorak, 

“Ini orang yang terpercaya! Kami ridho! Ini Muhammad”

Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan kebijaksanaannya dengan usulan yang adil. Beliau meminta selembar kain besar, meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut, dan meminta setiap kepala kabilah memegang ujung kain itu. Mereka bersama-sama mengangkat Hajar Aswad ke dekat tempatnya. Setelah itu, Nabi Muhammad ﷺ sendiri yang mengambil batu tersebut dan menempatkannya di posisinya dengan tangannya yang mulia.

Akhirnya, proses renovasi berjalan lancar. Batu-batu Ka’bah semua diperoleh dari sumber yang halal. Adapun kayu-kayunya mereka beli dari seorang pedagang Bizantium (Romawi Timur, sekarang Turki) yang perahunya rusak dan terdampar di Jeddah. 

Pada tahun yang sama, lahirlah putri Nabi Fatimah.

Diangkat Menjadi Nabi

Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad menerima wahyu pertama di Gua Hira, melalui malaikat Jibril. Wahyu pertama yang beliau terima adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Peristiwa ini menandai dimulainya kerasulan beliau. Selama 13 tahun di Mekah, Nabi Muhammad menyampaikan ajaran Islam, mengajak masyarakat untuk menyembah Allah SWT dan meninggalkan berhala. Namun, ajarannya mendapat banyak penentangan dari para pemuka Quraisy.

Artikel Selanjutnya: Ringkasan Sejarah Dakwah Nabi Muhammad di Makkah

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top