Kelas Digital MisterArie adalah website belajar online terbaik dan terpercaya dalam menyediakan bagi kalian referensi, pengayaan dan bimbingan belajar.
Home » Perbandingan Akidah Islam versi Tradisional dan Salafi
Ahlusunnah wal Jamaah (ASWJ) merupakan salah satu mazhab besar dalam Islam yang diakui oleh mayoritas umat Muslim di dunia. Dalam perkembangannya, terdapat dua interpretasi utama mengenai akidah dan praktik yang mengelilinginya, yaitu versi tradisional yang lebih banyak dipengaruhi oleh madzhab fiqh klasik dan praktik-praktik budaya Islam, serta versi Salafi yang menekankan pemahaman yang lebih literal terhadap Al-Qur’an dan Hadis, dengan fokus pada kembali kepada ajaran generasi awal umat Islam (salaf). Kedua pemahaman ini memiliki kontribusi besar dalam membentuk wajah Islam masa kini, namun tak lepas dari kritik baik dari dalam maupun luar kalangan Ahlusunnah wal Jamaah.
Tulisan ini bertujuan untuk mengajukan kritik yang bersifat membangun terhadap dua versi akidah ASWJ ini, dengan memperhatikan bagaimana keduanya menginterpretasikan ajaran Islam dalam konteks kekinian. Kritik yang disampaikan diharapkan dapat membuka ruang dialog yang konstruktif, mengingat pentingnya keseimbangan antara menjaga kemurnian ajaran dan relevansi terhadap perkembangan zaman. Melalui analisis kritis terhadap pandangan-pandangan yang ada, diharapkan dapat tercapai pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana akidah ASWJ dapat tetap relevan dan memberikan kontribusi positif bagi kehidupan umat Islam secara keseluruhan.
Konsep 20 sifat wajib dan mustahil bagi Allah, yang menjadi bagian dari teologi tradisional Islam seperti yang diajarkan dalam kalangan Asy’ariyah dan Maturidiyah, mendapatkan kritik dari sebagian ulama. Alasan penentangan tersebut meliputi beberapa aspek berikut:
Beberapa ulama, khususnya dari kalangan salaf dan kaum yang lebih tekstualis, seperti Ahlul Hadits dan sebagian ulama Salafiyah, berpendapat bahwa pembagian sifat Allah ke dalam kategori tertentu (misalnya, 20 sifat wajib) tidak secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis. Mereka menilai pendekatan ini sebagai sesuatu yang bersifat filosofis dan berpotensi menjadi bid’ah jika dianggap sebagai syarat keimanan.
Teori 20 sifat wajib dianggap sebagai hasil perkembangan teologi Islam yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Beberapa ulama berpendapat bahwa pendekatan ini terlalu mengedepankan logika dan spekulasi akal, sehingga bisa menjauhkan umat dari keimanan yang sederhana dan langsung kepada Allah tanpa menggunakan istilah-istilah teologis yang rumit.
Beberapa ulama berpendapat bahwa konsep 20 sifat wajib dan mustahil dapat dianggap membatasi sifat-sifat Allah, padahal sifat Allah tidak terbatas dan jauh lebih luas daripada yang disebutkan dalam kategori tersebut. Sifat Allah yang ada dalam Al-Qur’an dan hadis lebih banyak daripada yang dirumuskan oleh ulama teologi tradisional.
Para pengkritik berpendapat bahwa pengajaran teori ini bisa menjadi terlalu akademis dan filosofis sehingga mengalihkan umat dari penghayatan dan pengamalan sifat Allah secara praktis. Mereka lebih menekankan pemahaman langsung tentang nama-nama dan sifat Allah (Asmaul Husna) sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis.
Ulama salaf lebih memilih pendekatan tanzih (menyucikan Allah dari menyerupai makhluk) tanpa terlalu terlibat dalam perincian sifat-sifat Allah, sedangkan ulama khalaf seperti Asy’ariyah dan Maturidiyah menggunakan pendekatan lebih sistematis untuk menjawab tantangan filsafat dan akidah lain seperti Mu’tazilah. Oleh karena itu, sebagian ulama menilai bahwa teori ini relevan dalam konteks sejarah tertentu, tetapi tidak perlu menjadi acuan baku.
Ulama yang menolak teori ini lebih memilih untuk memahami sifat Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis secara tekstual, tanpa menakwilkan atau merumuskan dalam bentuk teori tertentu. Mereka khawatir teori ini dapat menyebabkan penyimpangan dalam memahami sifat Allah.
Meskipun ada penentangan, konsep 20 sifat wajib dan mustahil tetap memiliki nilai sejarah dan akademis yang penting, terutama sebagai bagian dari usaha ulama untuk merumuskan akidah Islam dalam menghadapi tantangan filsafat dan teologi pada masa lalu.
Pendekatan ini juga diajarkan di mayoritas lembaga pendidikan Islam tradisional, baik madrasah maupun pesantren, dengan tujuan menjaga keimanan umat. Dan, secara umum, pelajaran akidah Islam bertujuan untuk memahami dan mengagungkan Allah SWT.
Di samping kritik terhadap pemahaman akidah ahlusunnah versi tradisional, juga terdapat beberapa kritik yang diajukan terhadap akidah Ahlusunnah wal Jamaah (ASWJ) versi Salafi, baik dari dalam kalangan umat Islam maupun dari luar.
Beberapa kritik utama melibatkan perbedaan penafsiran dan pendekatan terhadap isu-isu teologis dan praktik keagamaan. Beberapa kritik yang sering muncul antara lain:
Salafi sering diidentikkan dengan pendekatan yang sangat literal terhadap Al-Qur’an dan Hadis, yang dianggap mengabaikan kontekstualisasi atau interpretasi yang lebih mendalam dari teks-teks tersebut. Kritikus berpendapat bahwa pendekatan ini dapat menyebabkan penafsiran yang kaku dan tidak mampu menyesuaikan dengan dinamika zaman.
Salah satu ciri khas Salafi adalah penolakannya terhadap praktik-praktik yang dianggap sebagai bid’ah (inovasi) dalam agama, termasuk pengingkaran terhadap beberapa amalan tradisional yang telah diterima luas oleh umat Islam di dunia, seperti tahlilan atau perayaan maulid Nabi. Hal ini sering dikritik sebagai tidak memperhatikan maslahat umat secara keseluruhan.
Kelompok Salafi sering kali mengkritik loyalitas terhadap madzhab fiqh tertentu (seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) dan lebih menekankan pada kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis secara langsung, yang dianggap mengurangi otoritas ijtihad atau pemikiran dalam fiqh. Beberapa orang berpendapat bahwa ini bisa mengarah pada penyederhanaan dalam memahami kompleksitas hukum Islam.
Kelompok Salafi kadang-kadang dianggap eksklusif atau membatasi dalam hal berinteraksi dengan kelompok Muslim lainnya yang dianggap tidak sesuai dengan pemahaman mereka. Misalnya, mereka mungkin menganggap sebagian besar umat Islam yang tidak mengikuti pendekatan Salafi sebagai sesat atau tidak benar dalam akidahnya, meskipun mereka masih menganggap diri mereka bagian dari Ahlusunnah wal Jamaah.
Ada juga kritik terhadap perbedaan Salafi dengan kelompok Ahlusunnah lainnya, seperti kalangan Sufi atau kelompok yang lebih moderat dalam penerapan agama. Mereka sering kali dianggap lebih keras dalam penegakan doktrin dan berfokus pada penghindaran hal-hal yang dianggap syirik atau bid’ah.
Namun, pengikut Salafi sendiri menanggapi kritik ini dengan menegaskan bahwa ajaran mereka berusaha untuk kembali kepada pemahaman Islam yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, sebagaimana dipraktikkan oleh generasi pertama umat Islam (salaf), dan mereka menganggap hal ini sebagai cara yang benar untuk mengikuti Islam.
Dalam menjalani perjalanan panjang sejarah umat Islam, perbedaan dalam memahami akidah Ahlusunnah wal Jamaah, baik versi Salafi maupun tradisional, adalah suatu kenyataan yang tak dapat dihindari. Setiap pendekatan memiliki kontribusi dan tujuan mulia dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan meningkatkan kualitas keimanan umat. Meski terdapat perbedaan dalam cara pandang dan praktik, esensi ajaran Islam tetap mengajarkan kedamaian, toleransi, dan saling menghargai.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk selalu menjaga ukhuwah Islamiyah, menghormati perbedaan, dan mengedepankan prinsip saling memberi manfaat bagi sesama. Kritik yang membangun, jika disampaikan dengan cara yang penuh adab dan bijaksana, dapat menjadi sarana untuk memperkaya pemahaman dan mempererat tali persaudaraan antar sesama Muslim. Dengan sikap saling menghargai, kita dapat menciptakan komunitas yang lebih inklusif, di mana perbedaan tidak menjadi penghalang, tetapi justru memperkaya keberagaman cara pandang dalam menyikapi ajaran agama.
Semoga dengan penghargaan terhadap perbedaan ini, umat Islam semakin bersatu dalam upaya mencapai tujuan bersama, yaitu meraih keridaan Allah SWT, dan menjadikan ajaran-Nya sebagai pedoman dalam kehidupan yang penuh kasih sayang, kedamaian, dan keadilan.
Kelas Digital MisterArie adalah website belajar online terbaik dan terpercaya dalam menyediakan bagi kalian referensi, pengayaan dan bimbingan belajar.