Dalam lagu “25 Nabi dan Rasul” biasanya Nabi Ya’qub diletakkan di urutan ke-10 dari dua puluh lima Nabi dan Rasulullah. Peran Nabi Ya’qub dalam sejarah sangat penting, terutama sebagai pembangun Bait Suci yang kini kita kenal sebagai Baitul Maqdis.
Nabi Ya’qub lahir di Hebron, putra dari Nabi Ishaq. Ibunya, Rifqa binti Betauil adalah wanita yang sudah lama belum dikaruniai anak. Akan tetapi, dengan doa yang dipanjatkan terus-menerus dan dengan keyakinan yang penuh pada Allah, akhirnya lahirlah Nabi Ya’qub. Kala itu, Nabi Yaqub lahir bersama saudara kembarnya yang diberinama ‘Ishu (atau Esau).
Nabi Ya’qub lahir ketika kakeknya, Nabi Ibrahim, dan neneknya, Sarah, masih hidup. Dahulu kala, Sarah juga mengalami kesulitan yang sama dengan istri putranya (menantunya), Rifqa; sarah sudah berusia lanjut tetapi belum juga dikaruniai keturunan. Nabi Ibrahim pun terus berdoa sampai akhirnya malaikat Jibril mengunjunginya dan berkata bahwa ia dan sarah akan dikaruniai keturunan yang bernama “Ishaq” dan dari Ishaq nanti mereka akan dikaruniai seorang cucu bernama “Ya’qub”.
Sebagaimana diceritakan Al-Qur’an, ketika Ya’qub telah dewasa, ia meninggalkan Hebron menuju negeri Fadan Aram yang berada jauh di utara.
Menurut riwayat ahli kitab, yang juga dikutip oleh Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiya’, kepergian Nabi Ya’qub ke Fadan Aram adalah akibat konfliknya dengan saudara kembarnya, ‘Ishu, konflik dua orang anak yang ingin mendapatkan berkat/doa dari ayahnya, Ishaq.
Sebagai muslim, yang meyakini bahwa para Nabi Allah terlindung dari sifat-sifat tercela, kita merasakan ada sedikit keganjilan dari cerita ahli kitab mengenai konflik tersebut. Menurut mereka, Nabi Ishaq memerintahkan kepada ‘Ishu untuk mencari rusa, tetapi Rifqa, ibunya Ya’qub, segera memerintahkan Ya’qub untuk melakukan hal yang sama dan mendahului ‘Ishu. Nabi Ya’qub mempersembahkan daging rusa kepada ayahnya sebelum ‘Ishu tiba dan berpura-pura seolah dirinya adalah ‘Ishu. Tanpa curiga, Nabi Ishaq pun memberikan berkat/doanya kepada Ya’qub. Peristiwa inilah yang, menurut ahli kitab, menjadi penyebab konflik antara ‘Ishu dan Ya’qub dan menjadi faktor utama kepergian Ya’qub menuju Fadan Aram.
Apakah seorang hamba Allah yang akan diangkat menjadi nabi akan melakukan kebohongan seperti itu? Kita tidak meyakininya. Tetapi apakah mungkin Ya’qub dan saudaranya benar-benar bertengkar? Bisa jadi. Mengenai apakah penyebabnya, belum banyak sumber yang dapat memuaskan kita.
Nabi Ya’qub pun pergi ke Fadan Aram, sebuah negeri tua yang letaknya berada jauh di sebelah utara dari Hebron.
Menurut cerita Ibnu Katsir, dalam perjalanan menuju rumah pamannya tersebut, Nabi Ya’qub sampai di sebuah tempat. Di tempat itulah Nabi Ya’qub mendapatkan wahyu dan diangkat menjadi seorang Nabi. Tempat itu, menurut wahyu, akan menjadi Rumah Suci, maka, kala itu, Nabi Ya’qub pun menandainya dengan meletakkan sebuah batu besar. Lalu, ia pun melanjutkan perjalanan ke utara.
Setelah melewati hari-hari yang melelahkan dan melintasi gurun pasir yang panas, akhirnya, tibalah Nabi Ya’qub di sebuah kota. Ia menanyakan kepada orang-orang di mana rumah Laban, saudara ibunya, Laban bin Bitau’il.
Setelah bolak-balik ke sana dan kemari mencari informasi, akhirnya seseorang menunjukkan tangannya ke arah seorang gadis cantik. “Dialah putri Laban”, katanya. Akhirnya, setelah menemui gadis itu, Nabi Ya’qub pun diantar menemui pamannya.
Hari-hari berlalu, musim pun berganti. Nabi Ya’qub telah menjadi penduduk di Fadan Aram. Ia pun memohon kepada pamannya untuk menikahkan dirinya dengan salah seorang dari putrinya. Pamannya menyetujui lamaran itu dengan syarat Nabi Ya’qub mau menggembalakan kambing-kambingnya selama tujuh tahun.
Setelah tujuh tahun berlalu, Laban pun menikahkan Ya’qub dengan putri sulungnya, Lea/Lia. Tetapi agaknya, Nabi Ya’qub menginginkan adiknya Lea yang bernama Rahel, gadis yang dahulu pertama kali ia temui di kota dan membawanya menemui Laban.
Pada masa itu, belum ada larangan seseorang menikahi kakak dan adik sekaligus. Larangan itu baru Allah turunkan kepada Nabi Muhammad melalui surat An-Nisa ayat 23.
Akhirnya, Nabi Ya’qub pun diminta oleh pamannya untuk bekerja tujuh tahun lagi untuk dapat menikahi Rahel. Dan, setelah tujuh tahun berlalu, Ya’qub pun menikah dengan Rahel.
Kini Ya’qub telah membangun sebuah keluarga. Selain dinikahkan dengan kedua putrinya, Laban juga memberikan dua orang hamba sahaya untuk melayani Lea dan Rahel dan dari mereka, Nabi Ya’qub memperoleh banyak keturunan.
@ 2022 MisterArie. All right reserved.