Kelas Digital MisterArie adalah website belajar online terbaik dan terpercaya dalam menyediakan bagi kalian referensi, pengayaan dan bimbingan belajar.
Home » Kisah Nabi Nuh
“bagaimana jika Aku buatkan gambar orang saleh itu untuk kalian. Jika kalian merindukan mereka kalian dapat melihat gambarnya?” Usul Iblis yang menjelma menjadi manusia.
Orang-orang kala itu setuju. Akhirnya, Iblis membuatkan untuk mereka gambar kelima orang saleh tersebut.
Setelah waktu berlalu dan tidak ada bahaya yang terjadi setelah mereka membuat gambar, Iblis pun berkata lagi,
“Bagaimana kalau aku buatkan untuk kalian patungnya? Kalian dapat meletakkannya di rumah kalian dan mengingat orang-orang saleh ini.”
Lagi-lagi, orang-orang pun setuju. Lambat laun, setiap orang mempunyai patung Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr di rumah mereka.
Lalu, setelah orang tua berganti anak, kemudian anak pun berganti cucu dan cicit, patung-patung tersebut tidak lagi terasa sebagai pelepas rasa rindu. Pelan-pelan, mereka mulai meminta apapun kepadanya seperti meminta keselamatan, kekayaan, dan keberuntungan.
Patung-patung tersebut telah menjadi berhala yang disembah, maka Allah pun mengutus seorang Rasul untuk memperingatkan mereka.
Nabi yang diutus Allah untuk kaum musyrik (penyembah selain Allah) ini bernama Nuh. Ia adalah cucu Nabi Adam yang kesembilan. Nasabnya: Nuh bin Lamak bin Matusyalih bin Idris AS bin Yarid bin Mihlail bin Qinan bin Anusy bin Syits bin Adam aS.
Menurut sebagian ulama, Nabi Nuh adalah Rasul pertama yang diutus Allah ke muka bumi3. Ia adalah utusan Allah pertama yang menegur manusia yang menyembah berhala. Sebelumnya, selama periode kehidupan Nabi Adam belum pernah terjadi hal seperti ini4.
Siang dan malam Nabi Nuh menasehati kaumnya agar bertaubat, kembali menyembah Allah, bukan berhala. Al-Qur’an dengan jelas memberitahukan kita berapa lama Nabi Nuh berdakwah,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
Dan kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, kemudian ia tinggal (berdakwah) di tengah kaum tersebut selama seribu tahun kurang lima puluh. Lalu, badai besar menghancurkan mereka karena mereka orang yang berbuat kezaliman (QS. Al-Ankabut: 14)
Selama 950 tahun Nabi Nuh aS. berdakwah agar kaumnya menyadari kesalahan mereka bahwa bukan patung berhala yang menurunkan untuk mereka hujan dan mengalirkan air sungai-sungai, melainkan Allah. Akan tetapi kaumnya mendustakan semua ajakannya, mendustakan semua ajarannya.
Nabi Nuh berkata, “Sesungguhnya, setiapkali aku mengajak mereka (agar bertaubat) sehingga Allah akan mengampuni mereka, mereka malah menutup telinga mereka dengan jari-jari mereka…” (QS. Nuh)
Setelah 950 tahun berdakwah tanpa hasil, hanya 70 atau 80 orang yang mengikutinya, Nabi Nuh pun memanggil Allah, “… Sesungguhnya Aku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku)…” (QS. Al-Qomar: 10-14). Oleh karena itu, maka Allah pun berkata kepada Nabi Nuh agar menghentikan dakwahnya.
Kata Allah, “Tidak akan ada yang beriman lagi dari kaummu kecuali mereka yang sudah beriman, maka janganlah kamu bersedih lagi atas apa yang mereka perbuat.” (QS. Hud: 36)
Dengan demikian, Allah telah menetapkan akan menurunkan azab kepada kaum Nabi Nuh. Mereka akan ditenggelamkan. Sehingga, Nabi Nuh pun berkata,
“Tuhanku, janganlah Engkau biarkan orang-orang kafir itu tinggal di muka bumi. Sesungguhnya, jika Engkau biarkan, maka mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu (yang lain) dan (mereka) tidak akan melahirkan kecuali para pendosa dan para kafir” (QS. Nuh).
Lalu, karena kaumnya akan ditenggelamkan, maka Allah pun berkata kepada Nabi Nuh:
“Dan buatlah bahtera dengan pengawasan (bi a’yunina) dari kami dan dengan bimbingan wahyu kami dan janganlah engkau bicarakan (lagi) dengan-Ku tentang (nasib) orang-orang zalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan” (QS. Hud: 37).
Maka, Nabi Nuh dan pengikutnya mulai membuat bahtera. Pohon-pohon jati5 ditanam selama empat puluh tahun6. Setelah itu, bahtera dibuat, bentuknya menyerupai kapal selam modern: ada tingkatan dan ruangan-ruangan di dalamnya.
Al-Qur’an menceritakan:
وَيَصْنَعُ الْفُلْكَۗ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلَاٌ مِّنْ قَوْمِهٖ سَخِرُوْا مِنْهُ ۗقَالَ اِنْ تَسْخَرُوْا مِنَّا فَاِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُوْنَۗ
“Dan dia (Nabi Nuh) membuat bahtera. Dan setiap kali bangsawan kaumnya melewatinya, mereka mengejeknya…” (QS. Hud: 38).
Setelah bahtera tersebut selesai dibuat, maka tibalah ketetapan azab banjir besar. Kala itu, agaknya langit mulai berubah menjadi gelap, hujan mulai turun dari langit dan air pun menyembur dari tanah (wa faarottanuur). Allah pun berkata kepada Nabi Nuh:
حَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءَ اَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّوْرُۙ قُلْنَا احْمِلْ فِيْهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَاَهْلَكَ اِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ اٰمَنَ ۗوَمَآ اٰمَنَ مَعَهٗٓ اِلَّا قَلِيْلٌ
“… Bawalah ke dalamnya (bahtera) setiap sepasang (binatang), dan (bawa pula) keluargamu, kecuali (keluargamu) yang telah mendapatkan ketetapan (sebagai kafir, yaitu istrinya dan putranya yang bernama Kan’an), dan (bawa pula) orang-orang yang beriman. Dan tidaklah ada yang beriman bersamanya (Nuh) kecuali hanya sedikit saja.” (QS. Hud: 40).
Setelah perahu dimuati oleh manusia dan binatang yang diperintahkan oleh Allah, maka Allah pun berkata:
۞ وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللّٰهِ مَجْرٰ۪ىهَا وَمُرْسٰىهَا ۗاِنَّ رَبِّيْ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Dia (Nuh) berkata, “Naiklah kamu semua ke dalamnya (bahtera) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan berlabuhnya! Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Hud: 41)
Allah menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya, namun di saat bahtera itu berlayar, sang nabi melihat putranya, Kan’an, di suatu tempat terpencil. Ia pun berteriak kepadanya, “wahai putraku, ikutlah berlayar bersama kami! Dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir itu!” (QS. Hud).
Namun, putranya menolak dengan menjawab, “Aku akan berlindung ke gunung agar terlindung dari air ini…” (QS. Hud). Pada akhirnya, putra Nabi Nuh tersebut mati tenggelam ditelan ombak.
Banjir besar yang dimulai dengan thaufan ini membuat sejauh mata memandang hanya terlihat air. Air ini bukanlah air laut yang tumpah ke darat seperti tsunami seperti diduga banyak ilmuwan. Air banjir ini bersifat tawar karena turunnya dari langit dan menyembur dari perut bumi (QS. Hud: 44).
Sepanjang masa banjir dan thaufan ini, air tidak berhenti tumpah dari langit. Badai besar terus menciptakan ombak dan membuat bahtera terombang-ambing.
Kemudian, setelah beberapa bulan di dalam bahtera, Allah pun menghentikan azab dan berkata kepada langit serta bumi:
وَقِيْلَ يٰٓاَرْضُ ابْلَعِيْ مَاۤءَكِ وَيٰسَمَاۤءُ اَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاۤءُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ وَقِيْلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ
Difirmankan (oleh Allah), “Wahai bumi, telanlah airmu dan wahai langit, berhentilah (mencurahkan hujan).” Air pun disurutkan dan urusan (pembinasaan para pendurhaka) pun diselesaikan dan (kapal itu pun) berlabuh di atas gunung Judiy, dan dikatakan, “Kebinasaanlah bagi kaum yang zalim.” (QS. Hud: 44)
Setelah langit berhenti mencurahkan hujan, badai mereda, dan air surut ditelan bumi, maka turunlah Nabi Nuh beserta keluarganya dan pengikut-pengikutnya serta binatang yang diangkutnya.
Bahtera Nabi Nuh turun di atas bukit Judi, sebuah bukit yang saat ini berada di antara selatan Turki dan Utara Irak. Mengenai peristiwa penting ini, Allah berkata:
قِيْلَ يٰنُوْحُ اهْبِطْ بِسَلٰمٍ مِّنَّا وَبَرَكٰتٍ عَلَيْكَ وَعَلٰٓى اُمَمٍ مِّمَّنْ مَّعَكَ ۗوَاُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Dikatakan (melalui wahyu), “Wahai Nuh, turunlah (dari bahteramu) dengan penuh keselamatan dari Kami dan penuh keberkahan atasmu serta umat-umat (mukmin) yang bersamamu. Ada pula umat-umat (kafir) yang Kami beri kesenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab dari Kami yang sangat pedih.” (QS. Hud: 48)
Kelas Digital MisterArie adalah website belajar online terbaik dan terpercaya dalam menyediakan bagi kalian referensi, pengayaan dan bimbingan belajar.