misterarie baru
Facebook
WhatsApp

Tata Cara Ibadah haji

Infografi

Daftar Isi

Beberapa Dalil Naqli

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS Ali ‘Imran: 97)

وعَنْهُ أَنَّ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ العُمْرَة إلى العُمْرِة كَفَّارة لما بينهما والحجُّ المَبرُورُ لَيس لهُ جَزَاء إِلَّا الجَنَّةَ متفق عليه

Artinya: Dari Abu Hurairah RA pula, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Umrah ke umrah yang berikutnya adalah menjadi penutup dosa dalam waktu antara dua kali umrahan itu, sedang haji mabrur, maka tidak ada balasan bagi yang melakukannya itu melainkan surga.” (Muttafaq ‘alaih)

عَنْ جَابِرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ، قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا بِرُّهُ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلَامِ وفي رواية لأحمد والبيهقي إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

Artinya: Dari sahabat Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga.” Lalu sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?” Rasulullah SAW menjawab, “Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik.” (HR Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Baihaqi).

وَعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقولُ منْ حَجَّ فَلَم يُرْفُتْ وَلَم يَفْسُقُ رَجَعَ كَيَومِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ متفق عليه

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengerjakan haji, lalu ia tidak berbuat kelalaian dan tidak pula mengerjakan dosa yakni kemaksiatan besar atau yang kecil tetapi berulang kali, maka ia akan kembali dari ibadah hajinya itu sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya yakni tidak ada dosa dalam dirinya sama sekali.” (Muttafaq ‘alaih)

Hukum Haji

  1. Fardhu ‘ain ketika semua syarat wajib haji terpenuhi (Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu). Hukum ini berlaku bagi semua umat Islam.
  2. Fardhu kifayah, yakni haji yang tujuannya untuk meramaikan Ka’bah pada setiap tahunnya.
  3. Sunnah, seperti hajinya anak kecil, budak, dan hajinya orang yang mampu berjalan kaki dengan jarak lebih dari dua marhalah (kurang lebih 89 km) dari kota Makkah. 
  4. Makruh ketika dalam perjalanan menuju Makkah, keselamatan jiwa akan terancam.
  5. Haram, seperti hajinya perempuan yang pergi tanpa disertai mahramnya ketika kondisi keselamatan dirinya dalam keadaan terancam atau pergi haji tanpa adanya restu suami. (Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf, Taqrirat as-Sadidah, h. 470-472).

Video Penjelasan

Bacaan Saat Haji

Wawasan Haji

  1. Saat melaksanakan ibadah haji kita mengucapkan “labbaik Allohumma labbaik” (artinya, “kuperkenankan panggilanmu ya Allah, kuperkenankan”). Sebab, saat haji, kita sedang menjawab panggilan Allah, undangan untuk berziarah ke Makkah, yang diserukan oleh Nabi Ibrahim (“Wa adzzin fin naasi bil hajj”) sekitar 3600 tahun yang lalu. Lihat QS. Al-Hajj: 27
  2. Ketika turun ayat larangan bertengkar saat berhaji (QS. Al-Baqoroh: 197), para sahabat memahaminya sebagai juga larangan berniaga karena “pertengkaran” kerap terjadi saat berniaga. Tetapi Allah kemudian meluruskan dengan ayat “tidak ada dosa bagi kamu mencari karunia Allah” (QS. Al-Baqoroh: 198). Namun, sebaiknya, untuk berbelanja ditangguhkan sampai selesai Thawaf Ifadhah.
  3. Orang-orang musyrik, non-muslim, dilarang untuk menginjakkan kakinya ke tanah haram (masjidil haram) sejak tahun ke-9 atua ke-10 Hijriyah (Lihat tafsir QS. At-Taubah: 28).
  4. Masjidil haram, atau tanah haram disebut “haram” antara lain karena Allah menetapkan keamanan dan kedamaian di atasnya, “man dakholahu kaana aaminan” (siapa yang memasukinya, dia aman [QS Ali Imron: 97]), lalu kata nabi (HR. Muslim), “laa yahillu ayyahmilas silaah bimakkah (tidak boleh membawa senjata di Makkah). Lihat pula QS. Al-Baqoroh: 191.
  5. Pada masa nabi saw., apa yang disebut Masjidil Haram adalah Ka’bah dan area kosong di sekitarnya. Lalu, pada tahun ke-17 H, Umar bin Khathab pada pertama kalinya membangun masjid itu secara permanen. Kemudian, para penguasa Islam secara silih berganti memperluasnya, menyesuaikan dengan kebutuhan bertambahnya jama’ah. 
  6. Di masjid biasa, kita melaksanakan shalat penghormatan terhadap masjid (tahiyyatul masjid). Tetapi di Masjidil Haram, kita berthawaf untuk menghormatinya. Adapun shalat tahiyyatul masjid hanya kita lakukan apabila situasi atau kondisi tidak memungkinkan untuk thawaf (contoh: berdesaknya situasi thawaf, kuatir tertinggal shalat wajib atau shalat berjamaah).
  7. Dalam mazhab Syafi’i tidak ada shalat ba’diyah Ashar. Tetapi di Masjidil Haram, menurut sebagian ulama, kita dapat melaksanakannya karena betapa tingginya kemuliaan Masjidil Haram.
  8. Kata nabi, “Shalatun fii masjidii hadzaa afdholu min alfi sholaatin fiimaa siwaahu minal masaajid, illa fil masjidil haroomi, wa sholaatun fii masjidil haroomi afdholu min mi ati sholaatin fii hadzaa” (Arti singkatnya, “Shalat di masjid Nabawi nilainya 1000x lebih tinggi dari shalat di masjid biasa. Lalu, shalat di Masjidil Haram, nilainya 100x lebih tinggi daripada shalat di Masjid Nabawi (HR. Ahmad).
  9. Ka’bah adalah rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia (QS. Ali Imron: 196), menurut riwayat, 40 tahun setelah Ka’bah dibangun, barulah Baitul Maqdis dibangun.
  10. Umar bin Khathab pernah mengusulkan kepada nabi saw. agar menjadikan maqom (tempat berdiri) Nabi Ibrahim sebagai tempat shalat. Usul sahabat nabi yang menjadi khalifah kedua ini pun disambut Allah dengan firman-Nya, “Jadikanlah maqom Ibrohim sebagai musholla” (QS. Al-Baqoroh: 125).
  11. Shalat di dalam Ka’bah diperbolehkan, dengan menghadap ke arah mana saja. Tetapi menurut sebagian ulama, sebaiknya shalat sunnah saja.
  12. Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il adalah orang-orang pilihan yang Allah perintahkan untuk meninggikan (membangun) pondasi Ka’bah. Kisah ini masyhur. Lihat QS. Al-Baqoroh: 127.
  13. Waktu pelaksanaan Haji itu berbulan-bulan lamanya, Al-Hajju asyhurum ma’luumaats, “haji itu dilaksanakan pada bulan-bulan yang ditentukan (mulai 1 Syawwal sampai 10 Dzul Hijjah).
  14. Renungkanlah, di antara ibadah dalam rukun Islam, hanya haji yang ditegaskan kewajibannya untuk meluruskan niat “Karena Allah” (walillaahi). Bandingkan: Perintah shalat dengan kalimat “dirikanlah shalat”, lalu perintah zakat dengan ungkapan “tunaikanlah zakat”, dsb. Tetapi, haji? Perintahnya adalah “Dan hanya karena Allah, diwajibkan atas manusia untuk haji…”. Barangkali, karena waktu yang panjang dan  melibatkan harta benda pula saat pelaksanaannya, maka meluruskan niat dalam haji sangat penting agar terhindar dari godaan riya’ ujub, sombong, atau niat buruk lainnya.
  15. Mengapa saat haji kita memakai pakaian putih, yaitu pakaian ihram? Begini. Pakaian adalah pembeda status sosial manusia, maka saat berhaji, tak ada bedanya di hadapan Allah apakah engkau tentara, presiden ataukah rakyat jelata. Saat haji, dikondisikan agar kau lebih menyadari bahwa kau adalah seorang hamba. Kesadaran ini harus mulai ditumbuhkan di miqat makani (di tempat mulainya kita berhaji).
  16. Oleh karena itu, setelah pakaian ihram kita kenakan di Miqat (kita disunnahkan mandi sebelumnya, menggunting kuku, mencukur rambut, memakai wewangian), dilarang bagi kita setelah itu memakai wewangian, bercumbu, menikah, berhias, menggunting rambut, kuku, hal-hal yang menunjukkan keberbedaan kita secara sosial dan menunjukkan kesenangan serta keindahan hidup (ikat pinggang, jam tangan, cincin, perhiasan, dibolehkan). Alas kaki tidak boleh menutupi mata kaki dan jari-jari kaki. Ingatlah, di sini kita hanyalah hamba, budak! Dan juga mulailah kita menjaga kesucian tanah suci. Jangan membunuh, menumpahkan darah, atau mencabut pepohonan. 
  17. Ka’bah yang disebut “rumah Allah” (Baitullah) tidaklah benar-benar rumah fisik bagi Allah (Maha Suci Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya). Ka’bah adalah lambang kehadiran Allah di mana setiap orang muslim di muka bumi harus shalat menghadap kepadanya sebagai simbol “menjadikan Allah sebagai tujuan ibadah”. Tetapi secara de facto, Allah ada di mana-mana. Walillahil masyriqu wal maghribu (QS. Al-Baqoroh: 115), timur dan barat adalah milik Allah. Ke mana saja kita menghadap, di sana ada Allah. Pada akhirnya, Ka’bah mengajarkan kita bahwa Allah itu Maha Hadir, wa huwa ma’akum aynama kuntum, wallahu bimaa ta’maluuna bashiir, dan Dia (Allah) selalu bersama kalian di mana pun kalian berada; dan Allah Maha Melihat apapun yang kalian kerjakan (QS. Al-Hadid: 4).
  18. Jamaah haji melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali. Dalam pembacaan sains modern, thawaf seperti ini merupakan aktivitas kosmis dari tingkat atom, di mana elektron berthawaf mengelilingi inti atom, hingga tingkat benda langit di angkasa, di mana bulan mengelilingi bumi, bumi mengelilingi matahari, lalu matahari dan bintang lainnya bertawaf mengelilingi pusat galaksi, kemudian ratusan miliar galaksi mengelilingi pusat galaksi, dan kumpulan ratusan miliar kluster galaksi semacam itu mengelilingi suatu pusat yang lebih luas. Saat berhaji, kita mensimulasikan thawaf semesta, tasbih seluruh alam dan pujian kepada Allah.
  19.  Setelah thawaf dilakukan secara sempurna sebanyak 7 kali, maka dianjurkan bagi seorang haji untuk mencium sebuah batu hitam, hajar aswad, yang terletak sekitar 1 meter dari tanah, di sudut timur dari bangunan Ka’bah. Ada teori yang mengatakan bahwa batu pada mulanya berwarna putih dan berubah menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Teori lainnya, ia adalah batu meteor yang jatuh dari langit. Sahabat nabi, Umar bin Khatab pernah berkata kepada hajar Aswad, “Aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memberikan manfaat, juga tidak memberikan mudarat (bahaya). Kalau bukan karena Aku melihat Rasulullah menciummu, maka aku tidak akan menciummu”. Dengan kata-kata ini, Umar ingin menunjukkan bahwa ibadah adalah soal ketaatan.
  20. Di sisi utara Ka’bah, di sisi antara sudut (rukun) Syami dan sudut Iraqi, terdapat Hijir Ismail yang artinya “pangkuan Isma’il”, sebuah bangunan setengah lingkaran setinggi 1,3 meter, sepanjang 8,5 meter. Dahulu kala, bangunan ini adalah kamar, tempat tinggal bagi Hajar (istri Nabi Ibrahim) dan putranya, Isma’il. Ukurannya sekitar 5,5 meter dari Ka’bah. Lalu bagaimana dari 5,5 meter berubah menjadi 8,5 meter? Sejarahnya, pada masa nabi, sekitar 606 M, Ka’bah dipugar (dalam cerita yang masyhur). Karena kekurangan biaya, maka ukuran Ka’bah dibuat lebih kecil dari sebelumnya dan ukuran Hijir Isma’il jadi tampak 3 meter lebih panjang.
  21. Hijir Isma’il merupakan makam Hajar, istri nabi Ibrahim yang merupakan seorang budak berkulit hitam, berasal dari Mesir sebagai hadiah raja Mesir untuk Nabi Ibrahim. Lalu, apa maknanya makam seorang budak terletak di samping ka’bah? Apa artinya kita bertawaf mengelilinginya? Artinya jelas, bahwa “sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa” (QS. Al-Hujurat: 13) dan Hajar, istri Nabi Ibrahim merupakan seorang manusia yang bertaqwa.
  22. Ritual Sa’i dalam haji adalah simulasi dari sebuah peristiwa dalam hidup Hajar. Sekitar abad ke-19 s.M, atas perintah Allah, Nabi Ibrahim membawanya dan putranya, Isma’il untuk tinggal di Makkah yang kala itu merupakan sebuah lembah tandus yang tidak ada tanamannya. Wanita mana di muka bumi ini yang sanggup menghadapi situasi itu? Hanya Hajar! Saat putra kecilnya Isma’il menangis kehausan ia berlari mendaki bukit Shafa lalu ke bukit Marwa, terus berulang selama 7 kali karena belum menemukan air. Hajar menunjukkan kepada kita bahwa seorang hamba Allah tidak boleh berputus asa, seorang manusia, betapapun taqwanya, harus bekerja dan berusaha untuk menyambung hidupnya.
  23. Hajar berjuang mencari air tetapi air tidak ditemukan. Isma’il yang duduk saja, dari kakinya tiba-tiba memancar air. Yang berusaha tidak dapat, yang diam saja dapat. Ini juga mengajarkan kita bahwa soal rizki adalah urusan Allah. Tugas kita seperti Hajar, mencari air, tetapi kapan dan di mana air itu muncul itu merupakan urusan Allah. Dalam Al-Qur’an Allah berjanji, wa man yattaqillaha yaj’al lahu makhrojan wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib, “Siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan jadikan untuknya jalan keluar dari kesulitannya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (QS. At-Thalaq: 2-3).
  24.  Bukit Shafa artinya bukit “kesucian” dan Marwa artinya “kepuasan”, “penghargaan”, dan “murah hati”. Demikianlah dalam hidup ini, kita harus memulai segala usaha dengan niat yang bersih, suci dan melaksanakan cara-cara yang bersih pula. Tujuannya agar tumbuh rasa kepuasan, penghargaan, dan kemurah hatian.
  25. Wuquf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah merupakan inti dari ibadah haji sehingga nabi mengatakan, Al-hajju ‘arofah, “haji itu adalah wuquf di Arofah”. Intisari dari haji adalah “menyadari”, “mengetahui”, sebagaimana arti dari “Arofah”. Saat berada di Arafah, hendaknya kita menyadari bahwa kita hanyalah seorang hamba, yang mampir dalam hidup ini untuk beribadah kepada Allah.
  26. Setelah tiba di Muzdalifah dari Arafah, jama’ah haji berdoa dan mengumpulkan batu kerikil pada malam hari. Mengapa berdoa? Mengapa mengumpulkan kerikil? Mengapa pada malam hari? Karena keesokan harinya kita akan menghadapi setan! Kita harus menghadapinya dengan senjata yang ampuh. Doa adalah senjata orang mukmin, addu’a shilahul mu’minin, kata nabi. Tetapi, bukan semata senjata spiritual (doa) yang kita butuhkan, melainkan juga senjata material, yaitu kerikil-kerikil, yang perlu kita siapkan. 
  27. Di Mina, kita akan melempar jamrah (tempat batu kerikil). Ada 3 dinding (dahulu tiang) di sana. Dengan kerikil yang sudah kita siapkan di Muzdalifah, kita akan melempar setan (dengan batu kerikil) yang disimbolkan dengan tiga dinding tersebut. Dahulu kala, setan menggoda Ibrahim agar menghentikan niatnya menyembelih Ismail di Mina. Maka sebagai perlawanan, sang Nabi melempar setan dengan kerikil. Demikianlah dalam hidup ini setan akan terus menjegal kita dengan rasionalisasi dan alasan-alasan masuk akal agar kita menghentikan ketaatan.
  28. Tanggal 10 Dzulhijjah adalah puncak dari rangkaian ibadah haji, yaitu ibadah qurban, Hari Raya Idul Adha. Pada hari itu kita merayakan kemenangan kita, keberhasilan kita melawan setan dan menunjukkan bukti ketaatan. Nabi Ibrahim dahulu diminta Allah untuk menyembelih Isma’il, putranya sendiri. Dengan menghalau segala godaan setan melalui lemparan kerikil, Ibrahim pun melaksanakan perintah Allah. Sepersekian detik sebelum penyembelihan, Allah pun menghentikan penyembelihan itu dan mengganti Isma’il dengan seekor domba. Hingga hari ini, kita menyembeli hewan kurban (domba, kambing, sapi atau unta) sebagai bukti ketaatan dan sebagai napak tilas dari kehidupan seorang manusia yang beriman. 
  29. Tahallul atau ritual mencukur rambut saat haji merupakan simbol mencukur dosa-dosa kita. Semakin banyak yang dicukur semakin baik. “Ya Allah, rahmatilah yang menggundul kepalanya. Lalu kata sahabat, ‘yang memendekkan juga, wahai, nabi‘. Beliau mengulangi ucapannya tiga kali, lalu setelah itu beliau berdoa, ‘dan yang memendekkannya juga, ya Allah.'”
  30. Khudzuu ‘annii manaasikakum, kata nabi. Artinya, “ambilah dariku (teladanilah caraku) melaksanakan (haji) kalian.

Gambar Pendukung

Ka'bah

ka'bah

Masjidil Haram

masjidil haram pada masa lalu

Masjid Al-Aqsa

aqsa

Bagian Dalam Ka'bah

dalam kabah

Berihram di Miqat

ihram

Tawaf Atom

atom

Tawaf Alam Semesta

galaksi

Hajar Aswad

hajar aswad

Hijir Ismail

hijir ismail

Sai

sai

Wuquf di Arafah

Muzdalifah

muzdalifah

Melempar Jamrah

jamrah

Tahallul

tahallul

Join Komunitas Kelas Digital MisterArie