Cara Membaca Qunut Nazilah Saat Terjadi Musibah

Apa Itu Qunut ?

Berasal dari kata قنت yang berarti “berdoa”, “taat”, “merendahkan diri kepada Allah” (Lisan al-Arob, 2/73), qunut merupakan suatu bentuk doa yang disyari’atkan (diperintahkan nabi saw.) untuk kita lakukan pada raka’at terakhir dalam shalat fardhu, persisnya saat i’tidal sebelum bersujud.

Pada umumnya, kaum muslimin dari golongan tradisional (seperti ormas NU) membaca qunut pada setiap shalat subuh. Di antara dalil yang dijadikan sandaran adalah hadits berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد والدارقطني)

Artinya: Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik, ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam senantiasa membaca qunut ketika shalat Subuh sehingga beliau wafat. (Musnad Ahmad bin Hanbal)

Mengomentari hadits tersebut, Imam Nawawi mengatakan:

مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ القَُنُوْتُ فِيْهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ أَمْ لَمْ تَنْزِلْ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ وَمَنْ بعدَهمْ أَوْ كثِيرٌ مِنهمْ ومِمَن قال بهِ أبو بكْر الصديق وعمَر بن الخطّاب وعُثمانُ وعَليّ وابن عبّاس والبرّاء بن عازِب رضيَ الله عنهمْ

Artinya: Dalam Madzhab kita (mazhab Syafii) disunnahkan membaca qunut dalam shalat shubuh, baik karena ada musibah maupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan generasi selanjutnya. Di antaranya adalah Abu Bakr, Umar ibn Khatab, Utsman, Ali, Ibn Abbas dan Barra ibn Azib. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 1 : 504)

Qunut Nazilah

Namun, hadits tentang qunut di atas bukanlah satu-satunya hadits. Ada beberapa hadits lain menunjukkan bahwa Rasulullah juga membaca qunut pada shalat maghrib (HR. Bukhari), zuhur, isya dan subuh (HR. Bukhari dan Muslim), pada shalat lima waktu semuanya (HR. Ahmad dan Abu Daud), dan ada pula hadits yang menyatakan rasulullah membaca qunut hanya sebulan. 

Menurut golongan muslim modernis, berdasarkan hadits-hadits di atas, qunut dibaca bukan hanya pada shalat shubuh, namun juga dibaca pada beberapa shalat yang disebutkan, bahkan pada setiap shalat. Namun tidak rutin, melainkan insidental, yaitu tatkala terjadi bencana penganiayaan (nazalat naazilah). Maka, tujuan pembacaan qunut adalah memohon kepada Allah untuk memberikan keselamatan pada kaum muslimin yang dianiaya itu. Di antara dalil yang dijadikan pedoman adalah sebagai berikut:

قَنَتَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ في صَلَاةِ الصُّبْحِ يَدْعُو علَى رِعْلٍ، وَذَكْوَانَ، ويقولُ: عُصَيَّةُ عَصَتِ اللَّهَ وَرَسولَهُ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa Qunut selama sebulan penuh, setelah ruku’ dalam shalat shubuh, beliau mendoakan keburukan terhadap Ri’lan dan Dzakwan serta ‘Ushayyah yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya” (HR. Bukhari-Muslim, dengan lafadz Muslim)

Peristiwa apakah yang melatarbelakangi terjadinya pelaksanaan Qunut Nazilah dalam hadits di atas?

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: “Suku Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah, dan Bani Lihyan meminta bantuan orang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk berlindung dari musuh, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan bantuan 70 orang Anshor yang kami sebut sebagai Qurra’. Kebiasaan para sahabat yang disebut Qurra’ ini adalah mereka pencari kayu bakar di siang hari dan menegakkan shalat di malam hari. 

Ketika 70 orang Anshor ini berada di perjalanan dan sampai di sumur Ma’unah, mereka dibunuh dan dikhianati oleh suku Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah, dan Bani Lihyan.

Berita ini sampai kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, maka beliau membaca Qunut Nazilah selama sebulan pada shalat shubuh mendoakan kehancuran terhadap suku Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah, dan Bani Lahyan” … (HR. Bukhari)

Namun demikian, menurut sebuah hadits, pada suatu titik waktu, turunlah sebuah ayat Al-Qur’an (QS. Ali Imron ayat 129) yang melarang Rasulullah untuk membaca qunut nazilah. Berdasarkan sumber ini, sebagian golongan muslim modernis memilih tidak melakukan qunut nazilah.

Persamaan Kita

Namun, pada umumnya, golongan tradisional dan sebagian modernis masih sepakat bahwa qunut nazilah dapat dilakukan, yaitu tatkala terjadi bencana atau penganiayaan terhadap kaum muslimin.

Adapun redaksinya tidak ada ketentuan bacaan khusus, menyesuaikan saja dengan situasi. Misalnya jika bencana tersebut terjadi di Palestina, maka kita dapat mendoakan Palestina secara khusus, seperti (dalam bahasa Arab), “Ya, Allah, selamatkanlah kaum muslimin di Palestina.”

Tetapi, golongan modernis yang membolehkan pembacaan qunut nazilah berpendapat bahwa, jika qunut nazilah tetap masih dibacakan, hendaknya tidak mengandung redaksi yang bernada melaknat, mengutuk, dan meminta pembalasan kepada orang kafir tertentu.

Adapun bacaan qunut yang dipilih oleh kaum muslim golongan tradisional adalah sebagai berikut, dan bacaan ini dapat dibaca sebagai qunut nazilah:

اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

“Ya Allah, tunjukkanlah aku sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kebaikan kepadaku sebagaimana mereka yang telah Engkau berikan kebaikan. Berilah kekuatan kepadaku sebagaimana yang telah Engkau berikan kekuatan. Berikanlah keberkahan kepadaku pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan.

Peliharalah aku dari bahaya kejahatan yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang menentukan hukuman dan tidak kena hukum. Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau berikan kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau.

Bagimu segala pujian di atas yang Engkau pastikan. Ampunilah aku, aku bertaubat kepada-Mu. (Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan kesejahteraan atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya,” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasa’i)

Leave a Reply

Your email address will not be published.