Home » Wafatnya Isa Almasih : Perbandingan Antara Sejarah Versi Kristen dan Versi Islam
Di antara hari besar Kristen yang kerap diperingati adalah Peringatan Wafatnya Isa Al-Masih, peringatan ini merupakan “akidah” terpenting dalam agama Kristen. Dalam teologi Kristen, peristiwa ini wajib terjadi, Isa Al-Masih “harus” wafat dengan cara disalib karena dengan cara itulah agama Kristen dapat berdiri.
Isa Al-Masih (dalam terminologi Islam) atau Yesus Kristus (dalam terminologi Kristen) adalah tokoh sejarah dan seorang Yahudi yang pernah hidup lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Tokoh kontroversial ini lahir dari seorang wanita suci bernama Maryam (terminologi Islam) atau Maria (terminologi Kristen) dan setelah dewasa menunjukkan banyak mukjizat seperti menyembuhkan orang buta dan menghidupkan orang mati. Dalam hal ini, baik Islam maupun Kristen memiliki kesamaan pandangan.
Namun, perbedaan pendapat antara Islam dan Kristen baru terjadi ketika membicarakan akhir kehidupan tokoh ini. Menurut Alkitab Nasrani, Gubernur Yerussalem kala itu, Pontius Pilatus didesak oleh Kaum Yahudi untuk membunuh Yesus. Alasannya terdengar diplomatis, yaitu karena Yesus digadang-gadang banyak orang sebagai Raja Yahudi dan hal tersebut sangat berbahaya bagi sebuah negara jajahan seperti Yerussalem.
“Apakah yang harus kita perbuat? Sebab orang itu membuat banyak mukjizat. Apabila kita biarkan dia, maka semua orang akan percaya kepadanya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita”. Tetapi, seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, imam besar pada tahun itu, berkata: “Kamu tidak tahu apa-apa dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.” Mulai dari hari itu, mereka sepakat untuk membunuh Isa Al-Masih. (Yohanes 11:47-51)
Tetapi apakah Al-Masih benar-benar “ditumbalkan” untuk menyelamatkan seluruh warga Yerussalem seperti diucapkan para Imam Yahudi? Ataukah kata-kata tersebut digunakan hanya untuk menutupi kebencian mereka kepada manusia yang selalu melontarkan kritik terhadap praktik riba dan pengabaian Taurat yang mereka lakukan?
Berikut ini adalah contoh kritik-kritik Yesus terhadap para Imam Yahudi sebagaimana ditulis oleh Matius,
Kemunafikan dan kedok kebenaran (terdapat dalam Matius 23: 13-15, 23-28). Yesus mengkritik imam-imam Yahudi karena mengenakan kedok kebenaran, tetapi sebenarnya mereka adalah munafik dan tidak tulus. Mereka hanya memperlihatkan diri sebagai orang saleh dan berwibawa, tetapi sebenarnya melakukan tindakan yang tidak benar di belakang orang-orang.
Perilaku yang tidak bermoral (Terdapat dalam Matius 23: 25-26). Yesus juga mengkritik imam-imam Yahudi karena perilaku mereka yang tidak bermoral. Mereka memperhatikan hal-hal kecil seperti membersihkan piring dan gelas, tetapi tidak memperhatikan kebersihan batin mereka.
Penipuan dan eksploitasi (Terdapat dalam Matius 23: 16-22). Yesus mengkritik imam-imam Yahudi karena penipuan dan eksploitasi yang mereka lakukan terhadap orang-orang. Mereka memperbolehkan orang untuk bersumpah dengan nama Bait Allah, tetapi pada saat yang sama mereka memanipulasi aturan-aturan agama dan hukum untuk keuntungan mereka sendiri.
Penyalahgunaan kekuasaan (Terdapat dalam Matius 23: 4-6). Yesus juga mengkritik imam-imam Yahudi karena penyalahgunaan kekuasaan yang mereka lakukan. Mereka mencari kehormatan dan kedudukan yang tinggi di masyarakat, tetapi tidak memperhatikan kepentingan orang-orang yang mereka pimpin.
Baca lengkapnya di: Sejarah Perkembangan Agama Kristen
Sampai di sini, sejarah Al-Masih versi Islam dan versi Kristen boleh saja sama atau berbeda, tergantung metodologi sejarahnya masing-masing. Tetapi hingga titik ini belum terdapat perbedaan prinsipil yang melatar-belakangi akidah (umat Islam) atau teologi trinitas (umat Kristen).
Agar berimbang, baca juga: Wafatnya Isa Al-Masih Versi Yahudi
Setelah perencanaan konspirasi di atas, jelas bahwa nasib Isa Al-Masih sudah berada di ujung tanduk. Para imam Yahudi ingin menangkap dan mengeksekusi sang nabi, tetapi mereka tidak dapat menemukannya, karena mereka sendiri pun belum mengenal wajahnya.
Pada hari raya Paskah Yahudi, sebagai seorang Yahudi, Isa Al-Masih berkumpul bersama para pengikutnya. Paskah Yahudi sendiri adalah salah satu hari raya paling penting dalam kalender Yahudi dan dirayakan selama delapan hari. Paskah adalah sebuah perayaan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir kuno. Pesach, sebutan untuk Paskah Yahudi, dirayakan setiap tahun pada bulan Nisan (Maret / April) selama delapan hari, dimulai pada tanggal 15 Nisan pada kalender Yahudi.
Pada saat berkumpul, para pengikut Al-Masih meminta kepada sang nabi agar diberikan hidangan dari langit. Kisah ini diceritakan dalam Surat Al-Ma’idah (Hidangan) ayat 112 hingga 115.
اِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ يٰعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيْعُ رَبُّكَ اَنْ يُّنَزِّلَ عَلَيْنَا مَاۤىِٕدَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ ۗقَالَ اتَّقُوا اللّٰهَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
112. (Ingatlah), ketika sahabat-sahabat (Hawariyin) Nabi Isa berkata: “Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?.” Isa menjawab: “Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman.”
قَالُوْا نُرِيْدُ اَنْ نَّأْكُلَ مِنْهَا وَتَطْمَىِٕنَّ قُلُوْبُنَا وَنَعْلَمَ اَنْ قَدْ صَدَقْتَنَا وَنَكُوْنَ عَلَيْهَا مِنَ الشّٰهِدِيْنَ
113. Mereka berkata: “Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.”
قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللّٰهُمَّ رَبَّنَآ اَنْزِلْ عَلَيْنَا مَاۤىِٕدَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا لِّاَوَّلِنَا وَاٰخِرِنَا وَاٰيَةً مِّنْكَ وَارْزُقْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ
114. Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama.”
قَالَ اللّٰهُ اِنِّيْ مُنَزِّلُهَا عَلَيْكُمْ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بَعْدُ مِنْكُمْ فَاِنِّيْٓ اُعَذِّبُهٗ عَذَابًا لَّآ اُعَذِّبُهٗٓ اَحَدًا مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ ࣖ
115. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia.”
Kisah perjamuan terakhir dalam ayat 114 di atas cukup menarik karena di sana disebutkan bahwa perjamuan tersebut akan menjadi hari raya bagi para pengikut Al-Masih di kemudian hari. Di sinilah sejarah Al-Masih versi Islam dan versi Kristen kembali beririsan.
Menurut Injil, perjamuan tersebut memang terjadi. Peristiwa penting yang terjadi pada hari Kamis sebelum Paskah ini disebut The Last Supper.
Namun, menurut versi Kristen, pada saat perjamuan tersebut (lihat gambar di atas), Al-Masih membagikan roti dan anggur kepada para murid-Nya (yang dalam versi Islam disebut “Hidangan dari Langit”) dan mengatakan bahwa roti tersebut adalah tubuhnya yang dipersembahkan untuk orang-orang dan anggur tersebut adalah darahnya yang dituangkan untuk pengampunan dosa-dosa.
Di kemudian hari, orang-orang Yunani yang mengadopsi ajaran Al-Masih dan membentuk Agama Kristen yang kita kenal saat ini menjadikan peristiwa perjamuan ini sebagai dasar pelaksanaan sakramen Ekaristi atau Perjamuan Kudus, yaitu sebuah ibadah yang dianggap simbol penebusan dosa umat manusia dengan tubuh dan darah Al-Masih.
Namun, bagi umat Islam, jelas bahwa roti dan anggur tersebut (jika benar adanya) merupakan mukjizat berupa hidangan dari langit (untuk menambah keimanan pengikutnya) dan penafsiran simbolik soal penebusan dosa yang dilakukan Yunani-Kristen merupakan suatu filsafat yang dibuat-buat di kemudian hari.
Namun, bagian penting dari perjamuan ini adalah bahwa selama makan malam itu, Yesus memberi tahu mereka bahwa dirinya akan disalib (akan ditangkap untuk disalib). Maka, terjadilah peristiwa penting selanjutnya.
Menurut cerita pada umumnya, sebelum perjamuan kudus, salah seorang sahabat Al-Masih telah berkhianat. Yudas, sahabat tersebut, menjual informasi tentang lokasi kediaman Al-Masih kepada salah seorang Imam Yahudi untuk memperoleh 30 Drachma (Dirham).
Versi Lukas
Maka, setelah perjamuan terakhir tadi, terjadilah penangkapan terhadap Al-Masih. Dalam Injil Lukas 22: 3-5 diceritakan:
“Sesudah itu Iblis memasuki Yudas yang bernama Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid itu. Lalu ia pergi dan berbicara dengan imam-imam kepala dan kepala pengawal bagaimana caranya ia menyerahkan Yesus kepada mereka. Mereka sangat gembira dan berjanji untuk memberikan uang kepada Yudas”
Sampai di sini, kita melihat adanya kesamaan antara sejarah versi Islam dan Kristen. Sebab, cerita Lukas tentang pengkhianatan Yudas di atas juga terdapat pada buku-buku sejarah Nabi Isa. Sebagian besar kaum muslimin pun menyebutkan adanya pengkhianat yang memberitahukan lokasi Al-Masih. Namun demikian, kaum muslimin pada umumnya merujuk kepada Injil Barnabas, bukan Injil Lukas.
Kaum muslimin bersandar pada Injil Barnabas karena Injil tersebut dianggap banyak kesesuaiannya dengan akidah Islam. Menurut Barnabas, Yudas berkhianat dengan menerima uang suap sebesar 30 Drachma (mata uang Yunani, yang diarabkan menjadi “dirham“) dari tentara Roma untuk menunjukkan lokasi persembunyian Al-Masih.
Menurut Barnabas, saat Yudas masuk ke persembunyian Al-Masih, Allah pun mengubah wajahnya menjadi serupa dengan Al-Masih sehingga ketika para tentara mendesak masuk ke rumah itu, mereka pun menangkapnya. Yudas berteriak bahwa dirinya bukanlah Al-Masih, tetapi tentara Roma tidak melepaskannya (Lihat Injil Barnabas 217: 1-7).
Setelah itu, menurut Barnabas, Al-Masih diangkat ke langit. Nah, poin inilah yang menarik bagi kaum muslimin. Keyakinan tentang “penyerupaan Yudas menjadi Al-Masih” dan bahwa “Al-Masih tidak disalib melainkan diangkat ke langit” merupakan bagian dari akidah Islam. Inilah mengapa Injil Barnabas dijadikan rujukan.
Yudas Bukan Pengkhianat
Namun demikian, sebagian kaum muslimin, seperti Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir dan Muhamad Musadiq Marhaban dalam Yudas Bukan Pengkhianat berpendapat bahwa sahabat-sahabat nabi Isa adalah orang-orang yang memiliki kredibilitas keimanan. Mereka disebut Hawari yang berarti Para Penolong Nabi Isa dalam berdakwah dan atas ketulusan mereka, Allah pun mengabadikan nama mereka, Hawariyun, di dalam Al-Qur’an.
وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا آمَنَّا وَاشْهَدْ ب بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa yang setia, “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada Rasul-Ku.” Mereka menjawab, “Kami telah beriman, dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (Muslim)”. “(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa yang setia berkata, “Wahai Isa putra Maryam! (Al-Maidah ayat 111)يَاَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah,” lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; lalu Kami berikan kekuatan ke-pada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang.” (As-Shaf ayat 14)
Surat Al-Maidah ayat 111 di atas menunjukkan bahwa keimanan para sahabat Al-Masih tumbuh dari ilham Allah, lalu surat As-Shaf ayat 14 menunjukkan bahwa Al-Qur’an menyebut para sahabat Al-Masih sebagai pengikut-pengikut yang setia. Bagaimana mungkin orang-orang mulia tersebut berkhianat? Lalu, jika Yudas tidak berkhianat, bagaimanakah kisah penangkapan Al-Masih versi Ibnu Katsir?
“Ketika Allah hendak mengangkat ‘Isa ke langit, ia menemui para sahabatnya. Sementara di dalam rumah tersebut terdapat 12 orang dari kaum hawariyun (para penolong Nabi Isa). Yakni ia keluar dari sebuah mata air yang berada di dalam rumah tersebut, sedang kepalanya meneteskan air.
Ia berkata: ‘Sesungguhnya ada di antara kalian yang kufur sebanyak 12 kali setelah beriman kepadaku.’ Lalu ia berkata lagi: ‘siapakah di antara kalian yang bersedia diserupakan denganku lalu dibunuh? Ia akan memperoleh derajat yang setara denganku?
Maka bangkitlah seorang yang paling muda di antara mereka menyanggupinya. Namun Isa berkata kepadanya: ‘duduklah.’ Isa mengulangi pertanyaannya. Lalu pemuda itu kembali bangkit dan ‘Isa berkata: ‘duduklah!’ Isa mengulangi lagi pertanyaannya dan pemuda itu bangkit seraya berkata: ‘saya’. Maka ‘Isa berkata: ‘Engkaulah orangnya.’ Kemudian orang itu diserupakan dengan ‘Isa dan ‘Isa diangkat ke langit melalui celah rumah itu. (Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir, vol. 2, hal. 727)
Jadi, menurut penganut pendapat “Yudas bukan pengkhianat”, Yudas justru merupakan sahabat Al-Masih yang setia karena ia rela untuk diserupakan wajahnya dengan Al-Masih untuk dihukum mati.
Setelah penangkapan Yudas, Al-Masih pun diselamatkan oleh Allah dan diangkat ke langit melalui celah rumah di mana mereka sedang berada.
Kisah “Yudas bukan Pengkhianat agaknya lebih mendekati kebenaran daripada kisah Yudas versi Injil Barnabas sebab para sahabat Al-Masih dalam kisah versi yang pertama mendapatkan kedudukan yang lebih dimuliakan ketimbang kisah versi kedua. Tentu saja, baik kisah “Yudas bukan Pengkhianat” maupun kisah versi Injil Barnabas, keduanya sesuai dengan akidah Islam yang meyakini bahwa Al-Masih tidak disalib dan diangkat ke langit.
Setelah ditangkap, Yudas (menurut Injil Barnabas) atau Al-Masih (menurut Injil Markus, Lukas, Matius dan Yohanes) dibawa ke hadapan Sanhedrin, pengadilan Yahudi yang kala itu dipimpin oleh Kayafas. Ada perbedaan cerita dari para penulis Alkitab mengenai pengadilan ini.
Menurut Markus, pengadilan Yahudi, yang disebut “Sanhedrin”, hendak menangkap Isa Al-Masih, tetapi para imam tidak mendapatkan alasan untuk menangkapnya.
“Mereka membawa Yesus ke rumah imam besar dan berkumpullah semua imam kepala, tua-tua bangsa, dan ahli-ahli Taurat. Petrus mengikuti Yesus dari jauh sampai ke pelataran rumah imam besar dan ia duduk bersama-sama dengan para pengawal, dan memanaskan diri di api unggun. Para imam kepala dan seluruh Sanhedrin mencari kesaksian terhadap Yesus untuk membunuhnya, tetapi mereka tidak menemukannya” (Markus 14:53-55).
Adapun menurut Lukas, setelah Sanhedrin berhasil menangkap Yesus (mungkin melalui informasi Yudas), Yesus pun diinterogasi dan dihukum. Inilah saat pertama kali Yesus bertatap muka dengan para imam Yahudi dan kali pertama para imam tersebut mengenal Yesus.
“Ketika fajar mulai menyingsing, berkumpullah para pemimpin rakyat, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat. Mereka membawa Yesus ke Sanhedrin dan berkata kepada-Nya: ‘Katakanlah kepada kami, apakah Engkau Kristus?‘ Jawab Yesus kepada mereka: ‘Jika Aku berkata benar, mengapa kamu memukul Aku?’ Maka Sanhedrin itu berkumpul dan memutuskan untuk membunuh Dia” (Lukas 22:66-71).
Sedangkan menurut Matius, dalam pengadilan tersebut, Sanhendrin merekayasa saksi dusta untuk dapat menyalib Al-Masih.
“Mereka yang menangkap Yesus membawa Dia kepada Kayafas, Imam Besar, di mana ahli-ahli Taurat dan tua-tua berkumpul. Petrus mengikuti Yesus dari jauh sampai ke pelataran rumah Imam Besar dan ia masuk ke dalam dan duduk bersama-sama dengan para pengawal untuk melihat bagaimana segala sesuatunya berakhir. Imam-imam kepala dan seluruh Mahkamah Agung mencari kesaksian dusta terhadap Yesus, supaya mereka dapat membunuh Dia“ (Matius 26:57-59).
Selanjutnya, menurut Yohanes, setelah diadili oleh Sanhedrin di Rumah Kayafas (pemimpin Sanhedrin sejak 18 Masehi hingga 36 Masehi), Isa dikirim kepada gubernur Yerussalem, Pontius Pilatus, untuk dihukum.
“Mereka membawa Yesus dari rumah Kayafas ke gedung pengadilan. Waktu itu masih pagi-pagi dan mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya mereka tidak menjadi najis, tetapi masih bisa makan perjamuan. Karena itu Pilatus keluar menghadap mereka dan bertanya: ‘Apakah tuduhanmu terhadap orang ini?’ Jawab mereka: ‘Kalau dia bukan pelaku kejahatan, kami tidak akan menyerahkan dia kepadamu.’ Pilatus berkata kepada mereka: ‘Ambillah Dia dan hukumlah Dia menurut hukummu sendiri.’ Tetapi orang Yahudi itu berkata: ‘Kami tidak berhak menjatuhkan hukuman mati atas seseorang.'” (Yohanes 18:28-31)
Semua penulis Alkitab sepertinya sepakat bahwa perintah penyaliban merupakan tuntutan para imam Yahudi, bukan keinginan gubernur Yerussalem dan para imam tersebut ingin “mencuci-tangan” mereka dari pembunuhan langsung terhadap Al-Masih.
Menurut sejarah versi Kristen, setelah diadili oleh para imam Yahudi, Al-Masih pun dibawa ke tiang salib. Kronologinya secara umum, menurut para penulis Injil, adalah sebagai berikut.
“Kemudian orang-orang yang menangkap Yesus membawa Dia kepada Kayafas, Imam Besar pada waktu itu, dan para ahli Taurat serta tua-tua berkumpul di situ… Kemudian mereka semua memutuskan bahwa Yesus bersalah dan layak dihukum mati. Lalu mereka mengejek, memukul dan menampar Dia“ (Matius 26:57, 59, 67).
“Kemudian Yesus berteriak lagi dengan suara nyaring, lalu menyerahkan nyawa-Nya. Dan tiba-tiba terbelahlah tirai Bait Suci itu menjadi dua dari atas sampai ke bawah, bumi gemetar dan batu-batu kuburan terbelah” (Matius 27:50-51).
“Setelah itu, Yusuf dari Arimatea, seorang murid Yesus, meminta izin Pilatus untuk mengambil mayat Yesus. Pilatus mengizinkannya, maka Yusuf mengambil mayat itu dan membalutnya dengan kain kafan bersih” (Yohanes 19:38-40).
“Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar, ketika masih gelap, Maria Magdalena datang ke kuburan itu dan melihat bahwa batu yang menutupi pintu kuburan itu telah digeser. Maka ia lari kepada Simon Petrus dan kepada murid yang lain, yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: ‘Tuan telah diambil dari kubur dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan‘” (Yohanes 20:1-2).
“Kemudian Yesus menampakkan diri kepada mereka lagi. Kali ini ketika mereka sedang makan bersama. Ia membuka pikiran mereka agar mengerti isi Kitab Suci dan berkata kepada mereka: ‘Sudah tertulis bahwa Al-Masih harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga, dan bahwa pertobatan serta pengampunan dosa akan disampaikan dalam nama-Nya ke segala bangsa, mulai dari Yerusalem” (Lukas 24:36, 45-47).
Demikianlah konsep tentang wafatnya Isa Al-Masih menurut sejarah versi Islam dan Kristen. Menurut Islam, Al-Masih Isa putra Maryam adalah seorang manusia yang dipilih Allah untuk menjadi nabi Bani Israil. Kaum muslimin percaya bahwa Allah telah menyelamatkan Al-Masih dari konspirasi para imam Yahudi, menyerupakan Yudas, lalu mengangkat Al-Masih ke langit.
Adapun menurut agama Kristen, Isa Al-Masih, yang disebut dalam bahasa Yunaninya, “Yesus” atau “Yesus Kristus” adalah anak Allah, bukan manusia, yang diutus ke dunia untuk menghapus dosa-asal yang disebabkan oleh Adam (tatkala Adam melanggar sehingga dihukum ke bumi) dengan cara melakukan pengorbanan (disalib). Akidah terpenting agama Kristen ini tidak dapat ditegakkan kecuali dengan cerita bahwa Yesus disalib.
Lalu, apa yang terjadi jika terbukti bahwa Yesus tidak pernah disalib (seperti pandangan Islam)? atau bahwa Yesus tidak mati ditiang salib (seperti dalam novel The Da Vinci Code)? Pandangan-pandangan seperti ini akan meruntuhkan agama Kristen.
@ 2023 MisterArie. All right reserved.